Â
Drama Setya Novanto kini sudah berakhir. Hal itu setelah Ketua Umum Partai Golkar sekaligus Ketua DPR RI tersebut resmi ditahan di rutan KPK. Selain pelanggaran hukum yakni korupsi E-KTP yang menjeratnya, sebenarnya selama memimpin Golkar banyak hal kontoversial yang dilakukan oleh Setya Novanto, terutama dalam pengusungan calon kepala daerah. Yang paling mencolok tentu saja pengusungannya terhadap Ridwan Kamil di Pilkada Jawa Barat dan Dodi Reza Alex di Pilkada Sumatra Selatan 2018.
Korupsi E-KTP
Korupsi E-KTP adalah kesalahan terbesar Setya Novanto. Ia telah menyalahgunakan wewenangnya sebagai  Ketua DPR RI. Kini ia pun harus menanggung resiko atas perbuatannya tersebut karena telah merugikan uang Negara yang diperkiraan mencapai  RP 2,3 triliun.
Akibat buruknya prilaku Setnov, Partai Golkar pun kini dihadapkan pada dua pilihan, tetap mempertahankan Setnov sebagai ketua umum hingga adanya keputusan pengadilan,atau menggantinya dengan ketua umum yang baru demi mengembalikan nama baik partainya.Â
Memang tak mudah bagi Partai Golkar  untuk mengambil keputusan tersebut, tapi kalau Patai Golkar ingin tak terus-menerus dikecam oleh masyarakat, menggantinya dengan ketua umum yang baru adalah keputusan terbaik.
Dukung Ridwan Kamil
Selain korupsi E-KTP, pengusungan terhadap Ridwan Kamil di Pilgub Jabar adalah hal lain yang kontroversial dari keputusan yang diambil Setya Novanto. Secara hukum memang Setya Novanto memiliki wewenang untuk mengambil keputusan siapa yang harus diusungnya dalam setiap Pilkada. Tetapi, dalam konteks Pilkada Jabar, keputusan yang diambil Setnov jelas-jelas menyayat hati hampir seluruh kader Golkar di Jabar, terutama di tingkat kecamatan.
Penolakan oleh 626 pengurus kader Golkar di tingkat kecamatan atas pengusungan Ridwan Kamil adalah bukti soheh dari kekecewaan mereka terhadap keputusan yang diambil Setnov. Belum lagi dari suara-suara masyarakat dan simpatisan Partai Golkar yang selama ini telah banyak berkorban dalam memberikan dukungannya terhadap Dedi Mulyadi. Mereka menganggap DPP Partai Golkar telah menghianati aspek kaderisasi partai.
Hal yang wajar mereka kecewa terhadap keputusan Setnov tersebut. Pasalnya, sebelum mengusung Ridwan Kamil, Partai Golkar sebelumnya sudah mengusung Dedi Mulyadi. Tetapi ditengah jalan, Partai Golkar justru mengalihkan dukungannya yang sebelumnya akan menjadi lawan politiknya.Â
Dukung Dodi Reza Alex
Cerita Pilkada di Sumsel tak jauh berbeda dengan apa yang terjadi di Jabar. Setnov jelas mengambil keputusan politik yang bermasalah karena mengusung calon gubernur yang belum ada satu tahun menjadi Bupati Musi Banyuasin, yaitu Dodi Reza Alex. Maka wajar keputusan Setnov untuk mengusung Dodi di Pilgub Sumsel menuai berbagai tanggapan negative dari masyarakat.
Dalam konteks Pilkada Sumsel 2018 itupun Setnov menahbiskan dirinya sebagai pendukung dinasti politik. Ya, pengusungan Dodi memang tak lepas dari peran Gubernur petahana Alex Noerdin yang merupakan ayah kandung dari Dodi yang ingin membangun dinasti politik di Bumi Sriwijaya. Tetapi terlepas dari peran Alex Noerdin, tanpa pengesahaan dari Ketua Umum Setnov, pengusungan terhadap Dodi tak akan terjadi.
Itulah tiga kesalahan Seya Novanto. Selain ketiga itu tentu masih banyak. Sehingga saran saya, segeralah Partai Golkar mengganti Ketua Umum. Dan pertimbangkan kembali berbagai keputusan kontroversial Setnov diatas.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H