Sudah lama bukan kanak lagi
Tapi dulu memang ada suatu bahan
Yang bukan dasar perhitungan kini
Hidup hanya menunda kekalahan
Tambah terasing dari cinta sekolah rendah
Dan tahu, ada yang tetap tidak diucapkan
Sampai akhirnya kita menyerah
Sajak ini ditulis 1949, pada saat itu Chairil merasa kematian makin dekat. Menurut H.B. Jassin, sahabat, pengkritik sekaligus pembela Chairil yang usianya lebih panjang daripadanya menjelaskan, “tiba-tiba ia senang dipotret dan dibuatkan lukisan dirinya oleh teman-temanya”. Hafsah bercerita, “dia seperti tahu bahwa masa meninggalnya sudah dekat. Dia sering membicarakan soal kematian ini.
Dia bilang, kalau aku mati tanamkan mawar dikuburku. Kau cantik dan muda. Kalau aku mati kau jadi janda muda”. Chairil saat itu mengidap beberapa penyakit, sementara hidupnya tidak teratur, jorok, sering keluyuran, dan tidak memiliki penghasilan layaknya “binatang jalang’ yang menjadi identitas lainya.
“Derai-derai Cemara” menggambarkan ketenangan dan kedewasaan yang sudah dicapai Chairil baik sebagai penyair maupun manusia biasa. Ia menemukan konvensi yang sebelumnya menjadi gejolak dalam hidupnya.