Mohon tunggu...
Ahmad AlWafi
Ahmad AlWafi Mohon Tunggu... Guru - pembelajar

hidup untuk bermanfaat dengan sesama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Miskin Harta Tidak Masalah, Miskin Hati Jangan

25 September 2019   11:07 Diperbarui: 25 September 2019   11:15 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Isu kemiskinan di Indonesia merupakan masalah yang sudah dikaji dan diatasi pemerintah untuk segera dituntaskan semenjak awal tahun 1970-an. Kemiskinan di negara berkembang seperti hal di Indonesia membawa dampak yang antara satu berkaitan dengan hal yang lain. Permasalahan kemiskinan sudah menjadi momok menakutkan bahkan membudaya dari tahun ke tahun.

Kita melihat dari kondisi Indonesia saat ini pada perkembangan tiap daerah di penjuru tanah air terlebih di kota-kota besar yang mengalami kemajuan dalam berbagai bidang juga beriringan serasi dengan tingkat kemiskinan yang dialami masyarakat pinggiran.

Dari pernyataan diatas dan realita yang terdapat di masyarakat terdapat sebuah ketidakseusain. Hal ini dinyatakan oleh sebagian ahli dan peneliti bahwa semakin diatasi sebuah masalah kemiskinan pada nyatanya bukan untuk memberikan solusi mumpuni dalam menanggulangi masalah tersebut. 

Sebaliknya semakin menjadikan kemiskinan meraup cakupan yang lebih luas dari sebelumnya. Dimana letak kesalahan dari fenoemana tersebut? Apakah terkendala dari SDM yang kurang mumpuni atau dari sudut pandang lain akan suratan takdir yang harus dijalani dengan tabah dan ikhlas?

Terlepas dari SDM yang kurang mempunyai kecakapan dan lebih jauh tertanamnya sikap malas atau pasrah pada jalan hidup dengan keterbatasan. Satu tanda sebagai manusia yang beriman dan menyadari hak antara manusia satu dengan yang lain adalah dengan memperhatikan nilai Nurani yang terkandung dalam jiwa.

Baru-baru ini sebuah video beredar luas di sosial media yang menyajikan tindakan masyarakat yang mengambil kardus kardus dari barang muatan  sebuah truk setelah terjadinya kecelekaan. 

Melihat hal ini, polisi yang saat itu melintas dan menertibkan lalu lintas  menegur tegas bahkan meneriaki kebanyakan dari ibu-ibu yang sudah mengangkat kardus tersebut ke atas sepeda motor untuk dibawa pulang. 

Dalam video tersebut si polisi sembari menegur menyatakan kekecewaan terhadap ketegaan masyarakat yang mengambil manfaat atas penderitaan orang lain.

Pada musibah kebakaran misalnya, saya pribadi mendengar langsung tuturan kisah ibu saya disaat beliau belum menikah di sebuah perkampungan yang turut menghanguskan kediaman keluarga. 

Sebelum api mulai menjalar ke rumah yang didiami keluarga ibu saya, semua barang yang ada di dalam rumah dikeluarkan oleh anggota keluarga tidak terkecuali oleh masyarakat yang campur aduk. 

Ada kejadian aneh, disaat proses evakuasi barang barang agar selamat dari lahapan api, disitulah tangan tangan gesit mengangkut barang seolah-olah membantu padahal mereka membawa barang keluar dan diamankan pada tempat yang mereka ketahui sendiri. 

Tidak sampai disitu, sebagian barang yang berada di pinggir jalan juga menjadi santapan di tengah kerusuhan dadakan membuat si pelaku mendapat celah untuk beraksi mengangkat barang barang korban kebakaran. 

Alhasil, barang barang yang awal nya banyak jumlahnya menjadi berkurang disebabkan tangan-tangan lihai.

Melihat dari kejadian diatas dalam pribadi kita menyangsikan dimana letak empati dan Nurani masyarakat sekitar disaat orang lain mengalami sebuah musibah.

Di sisi lain kita menyadari bahwa perbedadaan taraf hidup juga mempengaruhi perbuatan manusia yang akan dilakukan. di saat keadaan terdesak dan kemiskinan semakin mencekik, disitulah nafsu mendatangkan sebuah persepsi untuk menghalalkan segala perbuatan. Lantas, perbuatan yang sebelumnya mereka haramkan bagi mereka menjadi kebolehan selama mengurusi masalah perut.

Semua agama bahkan semua lapisan masyarakat tidak ada yang meyakini bahwa perbuatan mencuri itu benar walaupun tujuan nya baik. Serupa hal nya disaat kita memerlukan barang yang memang kita butuhkan. 

Di saat yang sama apakah benar bilamana kita tidak mempunya pegangan yang cukup untuk membeli maka perbuatan mencuri menjadi halal bagi orang tersebut? Dari sinilah kita merenungi bagi sebagian manusia dengan pembawaan yang berbeda. 

Dan yang perlu digaris bawahi melalui perbedaan tersebut dan keadaan yang jauh tidak memberikan rasa nyaman bagi kita jangan terdetik dengan menggeser hati Nurani untuk menjaga kesucian jiwa.

Dalam pandangan ahli psikologi mengatakan, bahwa manusia dalam kesehariannya di tuntut agar mampu mengandalikan diri dalam hidupnya. Pada satu titik disaat ada peluang yang memberikan mereka gerak untuk menerobos kendali diri mereka distulah bagi sebagian orang merasakan kenyaman disaat melepas tali kendali. Hal ini bertalian dengan kisah -- kisah diatas yang menyatakan adanya peluang atau kesempatan diluar Batasan norma kehidupan.

Cara sederhana untuk menyadari apakah sebuah perbuatan yang kita lakukan menjadi kesukaan atau malah  menghadirkan penderitaan adalah dengan mengembalikan dampak dari perbuatan tersebut dalam perenungan kita. Dalam hati, disitulah letak timbangan untuk menentukan apakah yang kita perbuat sesuai atau bertentangan.

Terlebih dari sudut pandang akhlak sebagai orang yang beragama kita menyangsikan akan kebaikan dari makanan yang bukan hak kita. Sedikitpun tidak ada manfaat bagi tubuh kita bila barang yang masuk tanpa diperoleh dari jalan kebenaran. 

Lebih jauh lagi menjadi santapan  keluarga besar terutama anak-anak yang tidak tahu menahu asal benda yang mereka kunyah. Dan dampak terburuknya, akan melahirkan kejahatan dan kemungkaran dengan wujud perbuatan serta pikiran hasil dari apa yang masuk ke dalam tubuh.

Dari ulasan ini, sebagai manusia biasa saya pribadi ingin menyampaikan kegelisahan terhadap norma yang ditentang oleh sebagian masyarakat. 

Bukan maksud menggurui, melainkan untuk memberikan kesadaran bagi saya juga orang lain dalam menjalani hidup yang baik maka seyogianya kita harus menuai kebaikan. 

Untuk mendapat keberkahan tentu kita harus menyadari hak dan kewajiban manusia secara umum. Oleh karenanya, marilah mulai kebaikan kecil dari diri  yang lambat laun akan berpengauh lebih luas di masyarakat.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun