Tidak sampai disitu, sebagian barang yang berada di pinggir jalan juga menjadi santapan di tengah kerusuhan dadakan membuat si pelaku mendapat celah untuk beraksi mengangkat barang barang korban kebakaran.Â
Alhasil, barang barang yang awal nya banyak jumlahnya menjadi berkurang disebabkan tangan-tangan lihai.
Melihat dari kejadian diatas dalam pribadi kita menyangsikan dimana letak empati dan Nurani masyarakat sekitar disaat orang lain mengalami sebuah musibah.
Di sisi lain kita menyadari bahwa perbedadaan taraf hidup juga mempengaruhi perbuatan manusia yang akan dilakukan. di saat keadaan terdesak dan kemiskinan semakin mencekik, disitulah nafsu mendatangkan sebuah persepsi untuk menghalalkan segala perbuatan. Lantas, perbuatan yang sebelumnya mereka haramkan bagi mereka menjadi kebolehan selama mengurusi masalah perut.
Semua agama bahkan semua lapisan masyarakat tidak ada yang meyakini bahwa perbuatan mencuri itu benar walaupun tujuan nya baik. Serupa hal nya disaat kita memerlukan barang yang memang kita butuhkan.Â
Di saat yang sama apakah benar bilamana kita tidak mempunya pegangan yang cukup untuk membeli maka perbuatan mencuri menjadi halal bagi orang tersebut? Dari sinilah kita merenungi bagi sebagian manusia dengan pembawaan yang berbeda.Â
Dan yang perlu digaris bawahi melalui perbedaan tersebut dan keadaan yang jauh tidak memberikan rasa nyaman bagi kita jangan terdetik dengan menggeser hati Nurani untuk menjaga kesucian jiwa.
Dalam pandangan ahli psikologi mengatakan, bahwa manusia dalam kesehariannya di tuntut agar mampu mengandalikan diri dalam hidupnya. Pada satu titik disaat ada peluang yang memberikan mereka gerak untuk menerobos kendali diri mereka distulah bagi sebagian orang merasakan kenyaman disaat melepas tali kendali. Hal ini bertalian dengan kisah -- kisah diatas yang menyatakan adanya peluang atau kesempatan diluar Batasan norma kehidupan.
Cara sederhana untuk menyadari apakah sebuah perbuatan yang kita lakukan menjadi kesukaan atau malah  menghadirkan penderitaan adalah dengan mengembalikan dampak dari perbuatan tersebut dalam perenungan kita. Dalam hati, disitulah letak timbangan untuk menentukan apakah yang kita perbuat sesuai atau bertentangan.
Terlebih dari sudut pandang akhlak sebagai orang yang beragama kita menyangsikan akan kebaikan dari makanan yang bukan hak kita. Sedikitpun tidak ada manfaat bagi tubuh kita bila barang yang masuk tanpa diperoleh dari jalan kebenaran.Â
Lebih jauh lagi menjadi santapan  keluarga besar terutama anak-anak yang tidak tahu menahu asal benda yang mereka kunyah. Dan dampak terburuknya, akan melahirkan kejahatan dan kemungkaran dengan wujud perbuatan serta pikiran hasil dari apa yang masuk ke dalam tubuh.