Mohon tunggu...
Isom Rusydi
Isom Rusydi Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Orang Kampung

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pendidikan Holistik Rasulullah SAW., Sebuah Teladan Sepanjang Masa

8 Juli 2015   01:35 Diperbarui: 8 Juli 2015   02:00 907
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Prolog

Semenanjung Arab bukanlah daerah luar biasa. Semenanjung ini dianggap sebagai dunia ‘luar’ oleh bangsa Eropa dan sekitarnya. Bagaimana tidak, kondisi geografis yang buruk dan tidak menguntungkan sama sekali yang pada awalnya hanyalah bagian dari gurun Sahara yang luas itu (yang kini dipisahkan oelh lembah Nil dan Laut Merah). Kondisi cuaca pun demikian, Semenanjung Arab merupakan daerah terkering dan terpanas dari daerah-daerah sekitarnya.

Di dataran Hijaz saja dimana Islam lahir, musim kering yang berlangsung selama tiga tahun atau lebih merupakan hal yang lumrah. Menurut para ahli geologi, di sebelah utara Hijaz, oasis yang terpencil yang paling besar luasnya hanya 17 km2, merupakan sumber pendukung kahidupan satu-satunya bagi penduduk sekitar. Tentu dari kondisi ini tidak ada bangsa di sekitarnya yang tertarik seperti Persia dan Romawi apalagi menjajahnya.  

Kondisi masyarakatnya pun tidak ada beda. Hal yang paling dominan yang terjadi ketika masa jahiliah tersebut adalah saling ‘sikut-menyikut’ antar suku untuk memperoleh pengakuan sosial untuk menjadi suku terpandang dan terhormat dan ditakuti. Hal itu menjadikan perang antar suku menjadi suatu keniscayaan bahkan ‘solusi’. Salah satu fenomena terpenting yang dimunculkan dalam hal relasi antar-suku di kawasan Semenanjung Arab adalah maraknya pembegalan, atau perompakan terhadap kafilah, atau perkemahan suku lain. Istilah Ghazw (serbuan kilat, atau razia) yang dipandang sebagai aksi terorganisir para ‘preman’ Arab dibentuk berdasarkan kondisi sosial-ekonomi kehidupan gurun. Gurun pasir dianggap sebagai lahan peperangan yang menjadi manifestasi kondisi mental dan moral yang sangat kronis yang menjadikan daerah Semenanjung Arab menjadi daerah ‘panas’ dan rawan konflik.

Selain krisis moral yang akut, masyarakat di daerah ini juga krisis akan pendidikan. Kebodohan melanda dengan sangat hebatnya hingga tidak aneh jika ada seorang ayah mengubur hidup-hidup anak perempuannya hanya gara-gara mitos yang mengatakan bahwa perempuan sumber bencana dan kesialan. Mayoritas masyarakat waktu itu enggan untuk memberi pemahaman tentang ilmu alih-alih moral. Mereka lebih senang bila anak laki-lakinya menjadi kesatria di medan perang atau di medan begal. Konon, waktu itu hanya ada 17 orang dari suku Quraisy yang bisa membaca dan menulis. Kegiatan belajar-mengajar hanya dilakukan orang-orang yang mengajar secara sukarela. Maklum jika dulu mereka tidak tahu tentang tatacara bersosial dengan baik. Fanatisme kesukuan adalah motivasi utama yang melatarbelakangi aksi-aksi mereka.

Ketika Islam Datang

Jazirah Arab yang kering itu pun berubah. Semenanjung ini melahirkan bangsa yang beradab dan disegani oleh dunia. Dari daerah ini pula lahirlah para penakluk yang berkarakter yang menaklukkan hampir sebagian besar wilayah dunia, melahirkan agama—Islam—yang dianut oleh sekitar 450 juta orang yang mewakili hampir semua ras di berbagai kawasan. Satu dari dari delapan orang di dunia ini adalah pengikut Nabi Muhammad saw.. Seruan azan berkumandang lima kali sehari semalam mengitari bagian terbesar dari bumi ini.

Bangsa Arab kemudian dikenal dengan bangsa penakluk yang masyhur dengan keluhuran akhlaknya. Bangsa Arab menjadi penguasa kerajaan yang wilayahnya membentang dari wilayah lautan Atlantik hingga perbatasan Cina dan masuk ke pelosok-pelosok di Asia Tenggara, sebuah kekuasaan yang melebihi kekuasaan Romawi di masa kejayannya.

Tidak hanya membangun kerajaan, bangsa Arab juga membangun kebuduayaan yang bertransformasi melalui bahasa mereka yang khas, bahasa Arab. Bahasa Arab kini menjadi alat komunikasi bagi seratus juta orang. Pada abad pertengahan, selama ratusan tahun bahasa Arab merupakan bahasa ilmu pengetahuan, budaya, dan pemikiran di seluruh dunia yang beradab. Pada kurun abad 9 hingga abaf 12, banyak karya lahir dari berbagai disiplin ilmu baik filsafat, kedokteran, sejarah, agama, astronomi, ekonomi, sosiologi, sains, hingga geografi ditulis dengan menggunakan bahasa Arab. Bahkan ketika Eropa mengalami masa kegelapan yang di dalamnya terdapat kesengsaraan, kemiskinan, kebodohan, bangsa Arab menjadi bangsa berpengaruh dan disegani oleh bangsa-bangsa lain dengan kemakmuran rakyatnya hingga kekayaan negerinya.

Dari kenyataan itulah muncullah pertanyaan dari sebuah keniscayaan, apa yang menyebabkan bangsa Arab berubah? Tentu saja jawabanya adalah Rasulullah saw.. Nabi Muhammad saw. adalah pembaharu sekaligus pembawa gerbong peradaban yang agung itu. Semenjak kedatangannya Rasulullah saw. mendobrak tradisi yang memasung masyarakat waktu itu dan mengubahnya menjadi tradisi yang kental dengan ruh ajaran Islam. Berbagai cara untuk mengubah dataran jazirah Arab yang kering dan tadus itu, baik dari sisi geografis maupun moral dengan dakwah langsung atau tidak langsung, sosial-politik, militer, dan pendidikan. Yang terakhir inilah yang menjadi perhatian beliau dan diteruskan oleh generasi setelah beliau. Memang pada masa-masa awal hal yang paling diperhatikan oleh Rasulullah saw. adalah pendidikan. Tidak hanya memperhatikannya Rasulullah saw. juga mendorong umatnya untuk terus belajar.

Kearifan beliau dalam masalah pendidikan tercrmin dalam peristiwa tawanan perang badar. Dalam perang perdana tersebut beliau menawan banyak tawanan perang. Dengan kebijaksanannya beliau memberi pilihan kepada para tawanan tersebut yatu mereka bisa bebas dengan mambayar tebusan atau mengajar baca-tulis kepada masyarakat Madinah. Kebijakan ini merupakan kebijakan yang strategis untuk mempercepat transformasi ilmu di kalangan umat Islam. Karena mafhum adanya masyarakat pada masa awal yang masuk Islam mayoritas dari kalangan orang-orang miskin, bekas budak, dan golongan lemah lainnya. Mungkin karena faktor ekonomi dan sosial mereka , akses terhadap dunia pendidikan menjadi lemah pula.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun