Setelah Rasulullah saw. sistem pendidikan Islam semakin maju. Periode ini meliputi kekhalifaan Bani Umayyah (662-750 M) dan Bani Abbasiyah (751-1258 M). Pada masa ini masjid kuttab dan institusi pendidikan lainnya terus dikembangkan oleh para khalifah yang memerintah.
- Madrasah
Madrasah-madrasah mulai didirikan sebagai pengganti masjid-masjid yang sudah tidak bisa menampung pendidikan dari segi kelengkapan fasilitas pembelajaran di samping semangat mencari ilmu di kalangan umat Islam semakin tinggi. Madrasah Baihaqiyah merupakan madrasah pertama yang didirikan oleh penduduk Naisabur.
- Majelis Ulama dan Istana
Terdapat beberapa rumah ulama yang digunakan sebagai pertemuan dan majelis ilmu seperti rumah Ibnu Sina, Muhammad Ibnu Thahir Bahrom, dan Abu Sulaiman. Di samping itu istana khalifah kerap dijadikan tempat pengembangan ilmu pengetahuan seperti Khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan yang mengundang ulama dan cendikiawan untuk membincangkan sejarah peperangan, sejarah raja-raja Parsi, sejarah bangsa Arab, dan sistem pemerintahan negara.
- Perpustakaan
Sudah menjadi saksi sejarah bahwa perpustakaan mempunyai peran sangat penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Baitul Hikmah adalah perpustakaan legendaris pada masa Khalifah Harun ar-Rasyid. Perpustakaan ini berfungsi sebagai ‘gudang’ buku yang memuat buku-buku dan penulisan dari berbagai bahasa seperti bahasa Yunani, Hindu, Parsi, Latin, dan lain sebagainya. Di samping itu para khalifah juga membangun perpustakaan di kompleks istana yang dibuka untuk kalangan khusus saja.
Epilog
Begitulah Rasulullah saw. menjalankan misinya sebagai Rasul, pemimpin negara, panglima perang, dan sebagai guru. Beliau telah mengubah tatanan masyarakat yang terjerembab dalam kebodohan yang akut, krisis moral berkepanjangan, hingga kesadaran yang lemah akan pentingnya pendidikan. Tidak hanya itu, sukses beliau dalam dunia pendidikan dilanjutkan oleh generasi selanjutnya oleh para sahabat, tabiin, tabi’ at-tabiin, ulama salaf as-shaleh, hingga kiai-kiai kita yang dengan gigih melestarikan ajaran Rasulullah saw. dengan pesantren-pesantren yang didirikannya.
Maka menjadi suatu keniscayaan bagi kita untuk tetap melestarikan apa yang sudah Rasul sampaikan hingga ajarannya samapai pada kita saat ini. Maka menjadi suatu yang paradoks bila generasinya menghambakan pendidikan yang ijazah, gelar, dan nilai menjadi barometernya. Kesadaran akan pentingnya pendidikan agama perlu dipupuk sedemkian rupa mulai dari keluarga, tetangga sekitar, hingga masyarakat luas. Kesadaran akan pentingnya ilmu merupakan hal yang fundamental, tapi kesadaran akan ilmu apa yang harus dipelajari terlebih dahulu merupakan hal yang primordial untuk mengetahui ilmu-ilmu lainnya.
Lestarinya pesantren sebagai garbong pembawa ajaran Rasulullah saw. merupakan PR kita hari ini. Kaum sekuler dengan gigihnya mengampanyaken ilmu pengetahuan untuk menimba ilmu ‘setinggi-tingginya’ di sekolah-sekolah, kampus-kampus, dan lembaga keislaman yang hanya digunakan sebagai kedok untuk memperlancar penetrasi ajaran sekuler mereka. Inilah tugas kita yang sesungguhnya. Bila mereka dengan gigih menyebarkan ajaran mereka dengan berbagai kedok yang halus, mengapa kita masih saja tidur dan membiarkan saudara-saudara kita terlena dengan pendidikan yang mereka tawarkan. Mari kita mulia dengan diri sendiri, kemudian keluaga, tetangga, dan masyarakat. Semoga kita diberi kekutan oleh Allah swt. untuk tetap melestarikan ajaran Rasulullah saw.[]
DAFTAR PUSTAKA
- Abî Ismaîl bin Katsîr, Imâm al-Jalîl al-Hâfidz ‘Imâd al-Dîn. Tanpa tahun. Tafsîr Ibnu Katsîr. Dâr al-Fikr: Beirut, Lebanon.
- Syafii Antonio, Muhammad . 2008. Muhammad SAW The Super Leader Super Manager. Jakarta: Tazkia Multimedia & ProLM Center.
- Hitti, Philip. 2002. History of The Arabs. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.