Tulisan ini bermaksud mengusulkan untuk mempertimbangkan masjid sebagai basis jaring pengaman sosial saat dampak wabah covid 19 mengarah pada sektor ekonomi terkhusus kaum rentan.
Yang dimaksud kaum rentan adalah siapapun yang terdampak hingga kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasar karena persoalan ekonomi.
Kaum rentan ini bisa terdiri dari, pertama, kaum yang sejak awal miskin yang kemiskinannya semakin dalam sebab adanya wabah covid 19 melanda. Kedua, warga yang hidup sedikit di atas garis batas sejahtera yang jatuh ke bawah garis kemikinan.
Ketiga, warga yang suatu hal yang tidak terduga menjadi kesulitan memenuhi kebutuhan dasar, misal, keluarganya sakit. Dan lain sebaginya, yang intinya siapapun yang akibat wabah ini kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
Kebutuhan dasar yang dimaksud paling tidak dua hal penting, yakni pangan dan kesehatan. Artinya, jangan sampai ada yang tidak bisa makan atau tidak dapat mengakses pelayanan kesehatan karena persoalan turunnya kesejahteraan disebabkan melambatnya pergerakan ekonomi nasional bahkan global.
Pelemahan ekonomi ini disamping menurunkan bahkan mematisurikan banyak UMKM juga ditenggarai memicul PHK massal. Misal, Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan (Himki) menyatakan 30 persen dari total tenaga kerja subkontraktor industri furnitur telah mengalami PHK (ekonomi.bisnis.com, 24/3/20).
Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Energi DKI Jakarta mencatat 162.416 kaum buruh mengalami pemutusan hubungan kerja. Bahkan ada yang memperikirakan 12,5 juta pemutusan hubungan kerja bisa terjadi jika wabah ini tidak segera diatasi.
Demikian pekerja disektor informal seperti pedagang kecil di pasar-pasar tradisional, tukang ojek, jasa travel dan pariwisata yang jutaan jumlahnya adalah potensi kaum miskin baru.
Belum lagi kebijakan pemulangan puluhan ribu napi yang tentu akan menambah ‘pengangguran’ baru yang bisa menjadi beban sosial jika tidak ditangani secara serius.
Pemerintah bukan tidak membuka mata, sejumlah kebijakan digulirkan mulai dari penundaan penagihan kredit bagi masyarakat bawah, membarikan subsidi listrik bahkan gratis bagi pelanggan 450 Kwh.
Ini juga sejumlah paket kebijakan berupa bantuan tunai langsung, tunjangan para pencari kerja, dan kebijakan lainnya. Kebijakan ini perlu kita apresiasi dengan dukungan dan pengawasan dari kita semua agar berjalan sesuai dengan yang direncanakan.
Yang dilakukan pemerintah sudah baik, akan tetapi hal ini tidak cukup jika masyarakat sipil tidak bergerak. Akan ada banyak celah yang tidak terjangkau oleh program pemerintah tersebut yang seyogyanya diselesaikan secara mandiri dan gotong royong oleh masyarakat.
Dalam konteks inilah usulan masjid menjadi basis pelayanan dan penyelamatan keamanan manusia terkhusus problem kebutuhan dasar warga menjadi relevan.
Kenapa masjid?
Karena umat Islam adalah mayoritas maka yang paling terdampak adalah mereka. Pada saat yang sama jumlah masjid dibanding dengan jumlah desa hampir seimbang.
Jumlah desa di Indonesia adalah 75.436 dan 8.490 kelurahan (Kemendagri). Sedang jumlah Masjid kisaran 800 ribu. Itu artinya masjid sudah merata.
Alasan berikutnya, masjid adalah tempat yang dekat baik fisik, psikologis maupun spiritual. Masjid lambang kesucian, kebaikan, tempat yang relatif paling netral dari unsur-unsur kepentingan politik dan kepentingan lainnya. Sehingga masyarakat lebih mudah dikonsolidasi untuk melakukan gerakan-gerakan kemaslahatan bersama. Misal menghimpun dana sosial dan membagikan kepada jamaah disekitarnya.
Tentu tidak mudah. Akan tetapi perlu dipikirkan serius usulan tulisan ini untuk menjadikan masjid sebagai basis jaring pengaman sosial dampak wabah ini.
Hemat penulis jika gagasan ini digulirkan dan dilaksanakan disamping membawa kemanfaatan jangka pendek berupa jaminan keamanan sosial juga akan membawa dampak jangka panjangnya.
Salah satunya adalah menyadarkan fungsi masjid untuk pemberdayaan masyarakat. Bukankah ini gerakan sosial yang luar biasa untuk percepatan pemberdayaan umat sekaligus bangsa? Dan tidak kalah pentingnya adalah akan memperkuat fungsi dakwah masjid sehingga akan terjadi percepatan pembangunan spiritual masyarakat Indonesia.
Pendek kata masjid bisa berfungsi bukan hanya memelihara dan mengembangkan keimanan warga tetapi juga menjadi ‘penolong’ warga yang membutuhkan, yang dalam adagium jawa sering di sebut “ yo ngulang yo dulang”. Dengan peran ini potensi bertambah jamaah yang mendapat sentuhan rohani dari kegiatan masjid pasti akan meningkat.{}
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H