Mohon tunggu...
Ahmad Arifin Nugroho
Ahmad Arifin Nugroho Mohon Tunggu... -

Wiraswasta, Penikmat Berita, dan Pewarta

Selanjutnya

Tutup

Politik

Anas, Mobil, dan Rumahnya

25 Maret 2014   03:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:31 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anas Urbaningrum, tersangka korupsi, mulai buka mulut terkait korupsinya, terutama masalah mobil Harrier yang ditersangkakan. Menurut Anas, uang muka mobil tersebut berasal dari SBY. Untung banget Anas, mau beli mobil dikasih SBY. Dan kayaknya pola pikir seperti ini sedang dijadikan senjata oleh Anas untuk melibatkan orang lain dalam kasus korupsinya. Dan ironisnya ini bukan hanya ditujukan atau dituduhkan pada SBY. Terkait rumahnya yang mewah di Tebet, Anas menyebutnya sebagai pemberian mertuanya. Juga tanah yang di Yogyakarta diatasnamakan mertuanya. KPK memastikan semua itu sebagai tindak pencucian uang hasil korupsi. Kita patut prihatin bila orang-orang tak bersalah seperti SBY, terlebih mertunya yang seorang kiai kharismatik dikorbankan oleh Anas melalui perilaku korupsinya. Na'udzubillah.

Agar kita tidak memunculkan tuduhan-tuduhan sepihak dan untuk menjernihkan persoalan mobil Harrier Anas, mari kita pelajari dan pahami pernyataan awal Anas terkait mobil Harrier yang sama sekali tidak terkait SBY, tapi belakangan membawa-bawa nama SBY yang disampaikan oleh pengacaranya.

"Ketika persoalan mobil Harrier ini jadi polemik, maka saya ingin menjelaskan kepemilikan mobil ini. Ini merupakan transaksi biasa, berupa transaksi keperdataan jual-beli. Anas membeli dari Nazaruddin dengan cara mengangsur," ujar Firman saat menggelar jumpa pers di Warung Daun, Jakarta, Selasa (19/2/2013).

Firman menjelaskan, pada Agustus-September 2009 terjadi beberapa kali pembicaraan mengenai pembelian mobil antara Anas dan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin. Dari hasil pembicaraan itu muncul ide membeli mobil merek Toyota Harrier.

"Nazaruddin menawarkan untuk menalangi pembelian dan Anas akan mencicil pada Nazaruddin," terangnya.

Kemudian, pada akhir Agustus 2009, Anas menyerahkan uang muka Rp 200 juta kepada Nazaruddin. Pemberian tersebut turut disaksikan oleh Saan Mustopa, Pasha Ismaya Sukardi, Nazaruddin, dan Maimara Tando.

Belakangan diketahui, penutupan kekurangan pembayaran mobil yang dibeli secara tunai oleh Nazaruddin ke showroom ternyata atas nama PT Pacific Putra Metropolitan. Mobil tersebut diambil dari kantor Nazaruddin pada 12 September 2009 oleh staf ahli Anas, Muhammad Rahmad.

"Anas sendiri tidak mengetahui bagaimana detail pembelian sampai proses pengurusan surat," lanjut Firman.

Kemudian, pada Februari 2010, Anas membayar cicilan kedua Rp 75 juta kepada Nazaruddin, disaksikan kembali oleh M Rahmad.

Akhir bulan Mei 2010, setelah kongres Partai Demokrat di Bandung, Anas mendapat berbagai pertanyaan tentang mobil tersebut. Beredar kabar bahwa mobil itu pemberian Nazaruddin kepada Anas.

"Karena kabar tersebut, Anas memutuskan untuk mengembalikan mobil Harrier. Tapi saat itu Nazar menolak," terang Firman.

Firman mengatakan, saat itu Nazaruddin menolak dengan alasan di rumahnya telah penuh dengan mobil sehingga tidak ada tempat untuk mobil tersebut. Nazar kemudian meminta agar mobil dijual dan dikembalikan mentahnya atau dalam bentuk uang.

Setelah itu, pada Juli 2010, Anas meminta Rahmad menjual mobil itu ke showroom di Kemayoran dan terjual seharga Rp 500 juta. Uang tersebut kemudian ditransfer ke rekening Rahmad pada 12 Juli 2010. Ia pun mencairkan uang tersebut pada keesokannya.

"Rahmad diminta oleh Anas untuk menyerahkan uang hasil penjualan mobil itu pada Nazaruddin," ucapnya.

Rahmad pun menghubungi Nazar melalui telepon dan SMS, dan disepakati bertemu di Plaza Senayan pada 17 Juli 2010. Rahmad pergi bersama dua saksi penyerahan uang, yakni Yadi dan Adromo. Uang sebesar Rp 500 juta itu dibawa tunai.

Namun, setibanya di Plaza Senayan, Nazar memberi kabar bahwa dia tidak bisa hadir dan mengirim ajudannya bernama Iwan untuk mengambil uang tersebut. Rahmad pun kemudian memberikannya kepada Iwan, dan memastikan uang tersebut diterima Nazar.

"Rahmad menanyakan melalui SMS kepada Nazaruddin dan dijawabnya uang sudah diterima. Atas inisiatif Rahmad, dibuat tanda terima yang ditandatangani oleh Iwan sebagai bukti serah terima," terang Firman.

Rahmad pun memastikan kembali keesokan harinya pada Nazar. Nazar kembali menjawab, uang tersebut sudah diterima.

"Selanjutnya, persoalan mobil dianggap selesai. Pada Juli 2010, Anas mengundurkan diri sebagai anggota DPR," ujarnya.

Ia memaparkan kronologi ini sekaligus menindaklanjuti pemberitaan di majalah Tempo edisi 18-24 Februari 2013. Menurut Rahmad, pemberitaan tentang dugaan gratifikasi berupa mobil Harrier itu tidak akurat.

Jadi terlihat jelas, tak ada kaitan antara Harrier dengan SBY. Tapi belakangan dikait-kaitkan dengan SBY di tengah kebingungan untuk berkelit dari rangkaian kebohongan yang selama ini dimainkan Anas, mulai dari gantung di Monas, lembaran-lembaran berikutnya dan lainnya yang tanpa bukti. Kata pepatah, sekali bohong, maka ia akan memunculkan kebohongan berikutnya. Karena itu, mari dukung KPK untuk menegakkan hukum seberat-beratnya dan secepat-cepatnya agar para koruptor tak memperpanjang kebohongan-kebohongannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun