Firman mengatakan, saat itu Nazaruddin menolak dengan alasan di rumahnya telah penuh dengan mobil sehingga tidak ada tempat untuk mobil tersebut. Nazar kemudian meminta agar mobil dijual dan dikembalikan mentahnya atau dalam bentuk uang.
Setelah itu, pada Juli 2010, Anas meminta Rahmad menjual mobil itu ke showroom di Kemayoran dan terjual seharga Rp 500 juta. Uang tersebut kemudian ditransfer ke rekening Rahmad pada 12 Juli 2010. Ia pun mencairkan uang tersebut pada keesokannya.
"Rahmad diminta oleh Anas untuk menyerahkan uang hasil penjualan mobil itu pada Nazaruddin," ucapnya.
Rahmad pun menghubungi Nazar melalui telepon dan SMS, dan disepakati bertemu di Plaza Senayan pada 17 Juli 2010. Rahmad pergi bersama dua saksi penyerahan uang, yakni Yadi dan Adromo. Uang sebesar Rp 500 juta itu dibawa tunai.
Namun, setibanya di Plaza Senayan, Nazar memberi kabar bahwa dia tidak bisa hadir dan mengirim ajudannya bernama Iwan untuk mengambil uang tersebut. Rahmad pun kemudian memberikannya kepada Iwan, dan memastikan uang tersebut diterima Nazar.
"Rahmad menanyakan melalui SMS kepada Nazaruddin dan dijawabnya uang sudah diterima. Atas inisiatif Rahmad, dibuat tanda terima yang ditandatangani oleh Iwan sebagai bukti serah terima," terang Firman.
Rahmad pun memastikan kembali keesokan harinya pada Nazar. Nazar kembali menjawab, uang tersebut sudah diterima.
"Selanjutnya, persoalan mobil dianggap selesai. Pada Juli 2010, Anas mengundurkan diri sebagai anggota DPR," ujarnya.
Ia memaparkan kronologi ini sekaligus menindaklanjuti pemberitaan di majalah Tempo edisi 18-24 Februari 2013. Menurut Rahmad, pemberitaan tentang dugaan gratifikasi berupa mobil Harrier itu tidak akurat.
Jadi terlihat jelas, tak ada kaitan antara Harrier dengan SBY. Tapi belakangan dikait-kaitkan dengan SBY di tengah kebingungan untuk berkelit dari rangkaian kebohongan yang selama ini dimainkan Anas, mulai dari gantung di Monas, lembaran-lembaran berikutnya dan lainnya yang tanpa bukti. Kata pepatah, sekali bohong, maka ia akan memunculkan kebohongan berikutnya. Karena itu, mari dukung KPK untuk menegakkan hukum seberat-beratnya dan secepat-cepatnya agar para koruptor tak memperpanjang kebohongan-kebohongannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H