Mohon tunggu...
Ahmad Arif
Ahmad Arif Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Potret Perlindungan Whistle Blower di Indonesia

20 November 2018   12:32 Diperbarui: 20 November 2018   12:35 2429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Istilah whistle blower menjadi popular semenjak digencarkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia sebagai terobosan hukum dalam upaya pemberantasan korupsi (extra ordinary crime). Pasalnya perkembangan modus kasus korupsi semakin meluas, merajalela dan semakin canggih baik di sektor publik maupun swasta yang mana berdampak pada moralitas norma anak bangsa sehingga membutuhkan strategi dan metode baru dalam menangani kasus ini.

Istilah whistle blower dalam Bahasa Inggris arti peniup peluit atau saksi pelapor, dikatakan demikian layaknya dalam pertandingan sepak bola seorang wasit meniup peluit sebagai pengungkapan fakta akan adanya suatu pelanggaran. Dalam Hukum Acara Pidana Indonesia artinya saksi mahkota, maksudnya salah satu pelaku tindak pidana dijadikan sebagai saksi kunci untuk mengungkapkan pelaku- pelaku siapa saja yang terlibat dalam kasus tersebut dengan di imingi hadiah berupa pengurangan ancaman hukuman.

Seorang Whistle blower perlu diapresiasi setinggi- tingginya dengan keberanian dan semangat tinggi dalam mengungkap pelaku tindak pidana korupsi, sehingga kehadirannya dijadikan awal suatu kegembiraan tersendiri bagi upaya penegakan hukum untuk menumpas para koruptor.

Bagaimana tidak? keberhasilan seorang penegak hukum dalam mengungkap dan membuktikan seorang melakukan tindak pidana korupsi bergantung pada salah satunya keterangan saksi. Sebab, seorang saksi memberikan keterangan berdasarkan apa yang ia lihat, apa yang ia dengar, dan dialaminya tentang kejadian/peristiwa tersebut.

Dalam UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (PSK) memang belum memberikan definisi yang jelas mengenai kedudukan seorang pelapor whistle blower, namun ketidak jelasan pengertian tersebut tentu tidak menghilangkan hak- hak yang mereka dapatkan sebagai seorang whistle blower, pasalnya kedudukannya mereka hakikatnya sama sama dianggap sebagai seorang saksi ketika melaporkan suatu kasus tersebut.

Namun kenyataannya, mereka (whistle blower) dalam mengungkap tindak pidana korupsi mengalami berbagai ancaman dan intimidasi dari pihak bersangkutan seperti ancaman fisik, ancaman psikis, ancaman pelaporan balik, bahkan ancaman diberhentikan dari jabatannya secara tidak hormat.

Kriminalisasi para pelapor tindak pidana korupsi semakin nyata, di sini lah letak kehadiran Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK RI) memiliki peran yang strategis dalam melindungi seorang whistle blower berupa hak untuk untukcmemperoleh perlindungan atas keamanan pribadi keluarga dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan laporan, kesaksian, yang akan, sedang dan telah diberikannya, hak untuk memberikan keterangan tanpa tekanan, hingga bantuan mendapatkan penasehat hukum supaya mereka memiliki keberanian untuk melanjutkan pengungkapan, memberikan keterangan/kesaksian hingga berujung pada persidangan di pengadilan Tipikor.

Potret Whistle Blower di Indonesia

Peran saksi whistle blower sangat dibutuhkan dalam mengungkap mafia kasus korupsi, lebih- lebih negara dihadapkan dengan menguatnya kompetensi perekonomian makro, liberalisasi politik hingga pemberantasan yang digencarkan oleh penegak hukum ataupun berbagai kalangan yang mana akan berpengaruh pada perbaikan- perbaikan di bidang ekonomi, politik, sosial dan hukum.

LPSK menjadi salah satu lembaga yang diharapkan dapat melindungi whistle blower karena tugas dan fungsinya yang melindungi saksi dan korban, sebagaimana diamanahkan dalam UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. LPSK dalam praktiknya menerima permohonan perlindungan dan meminta bantuan dari seorang whistle blower untuk mendampingi mereka untuk melaporkan kejahatan yang mereka ketahui ke aparat penegak hukum.

Melihat peran seorang whistle blower yang begitu signifikan di hadapan hukum, namun dalam realitanya ancaman dan intimidasi terhadap para whistle blower masih tinggi. Di tahun 2013 Susno Djuaji mengungkapkan skandal rekayasa perkara yang membebaskan Gayus Tambunan dari dakwaan pencucian uang dan mafia pajak yang ada kaitanya dengan rekening gendut di rekening para petinggi Polri. Namun apa yang terjadi dalam pengungkapannya? Malahan Susno Djuaji dilaporkan balik atas tuduhan kasus Arwana dan Kasus Pilkada Jabar yang dihukum 3,5 tahun pidana penjara. Di sini terlihat bahwa para penyidik kurang memperhatikan waktu yang tepat untuk kasus yang berbeda yang dialami oleh Susno Djuaji sebagai whistle blower dalam kasus Arwana dan Pilkada Jabar, sehingga berdampak pada membungkamnya kehadiran whistle blower lainnya karena pelaporan kasus Susno Djuaji dapat diduga sebagai pembalasan oleh para oknum pelaku yang dilaporkan oleh whistle blower.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun