Mohon tunggu...
Ahmad Amiruddin Priyatmaja
Ahmad Amiruddin Priyatmaja Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Magister Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir (Konsentrasi Hadis) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Saya telah pergi ke Barat, Saya melihat Islam tapi bukan Muslim. Saya kembali ke Timur, Saya melihat muslim tapi bukan Islam. (Syekh Muhammad Abduh)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Muhammadiyah dan Euforia Takjilan

28 Desember 2023   07:57 Diperbarui: 28 Desember 2023   08:01 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
rachael-gorjestani-evsoUV1EyXY-unsplash

Artikel berikut ditulis oleh:

Muhammad Ghofi Awaled 

(Mahasiswa Magister Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir (Konsentrasi Hadis) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)

Disunting oleh:

Emirov

Mengenal Living Hadis

          Masyarakat pada umumnya memiliki tradisi kebudayaan dan keagamaan yang berkembang. Dalam tradisi keagamaan, salah satu model yang cukup banyak berkembang di masyarakat adalah tradisi living hadis. Istilah living hadis sendiri berasal dari kosa-kata berbahasa Inggris "live" yang berarti hidup. Dalam bahasa Arab, kata live sepadan dengan al-hayy yang juga bermakna hidup. Adapun hadis secara bahasa bermakna al-jadd 'sesuatu yang baru'. Ringkasnya, etimologi sederhana living hadis ialah hadis yang hidup. Sedangkan menurut istilah, living hadis dimaknai sebagai gejala yang nampak di masyarakat berupa pola-pola perilaku yang bersumber dari hadis Nabi Muhammad saw. Pola-pola perilaku di sini merupakan bagian dari respons umat Islam dalam interaksi mereka dengan hadis-hadis nabi.

         Frasa living hadis yang merupakan turunan narasi dari living Al-Qur'an yang dipopulerkan oleh para dosen Tafsir Hadis UIN Sunan Kalijaga melalui buku Metodologi Penelitian Living al-Qur'an dan Hadis (2007). Namun, bila melihat jauh ke belakang, istilah living hadis telah dipopulerkan oleh Barbara Metcalf melalui artikelnya, "Living Hadith in Tablighi Jamaah". Dan jika ditelusuri lebih jauh lagi, terma ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari istilah living sunnah. Jadi, pada dasarnya living hadis hanyalah satu terminologi yang muncul pada era ini. Secara kesejarahan, sebenarnya ia telah eksis misalnya tradisi Madinah, ia menjadi living hadis, kemudian ketika sunnah diverbalisasi maka menjadi living hadis.

Muhammadiyah dan Tradisi "Takjilan"

          Muhammadiyah adalah salah satu organisasi masyarakat terbesar di Indonesia. Organisasi kemasyarakatan semisal Muhammadiyah pastinya memiliki ragam tradisi yang berkembang dalam living hadis. Salah satu tradisi living hadis Muhamadiyah yang populer adalah tradisi takjilan. Umumnya, masyarakat mengenal takjilan karena vibes Ramadan yang penuh dengan gegap-gempita perasaan lega selepas menahan lapar/haus (berpuasa) satu hari penuh. Dalam pelaksanaannya, takjilan kerap disediakan di masjid-masjid secara gratis ataupun dibagikan cuma-cuma di tepian jalan bagi kaum muslimin yang sedang bepergian/dalam perjalanan.

          Kata takjil (mashdar al-sarf) diadopsi dari salah satu hadis Nabi Muhammad saw. yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim yang berbunyi:

Artinya: Bahwasannya Rasulullah bersabda: "Senantiasa manusia berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka." (HR. Bukhari: 1957 dan Muslim: 1098)

          Adapun kata yang diambil adalah kata 'ajjalu, yang dalam Bahasa Arab memiliki medan semantik yakni 'ajjala-yu'ajjilu-ta'jilan yang berarti momentum, tergesa-gesa, menyegerakan atau mempercepat. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) takjil didefinisikan sebagai makanan untuk berbuka puasa yang disegerakan.

Takjilan dan Lokalitas Nusantara

         Pada dasarnya, tradisi takjil dilakukan oleh muslim seluruh dunia termasuk Indonesia. Snouck Hurgonje dalam bukunya De Atjehers mengatakan, bahwa pada tahun 1891-1892 ketika ia mengunjungi Aceh, Ia telah mendapati masyarakat lokal telah mengadakan buka puasa (takjilan) di masjid beramai-ramai dengan ie bu peudah atau bubur pedas. Dalam catatan lain yang belum terkonfirmasi kebenarannya juga disebutkan bahwa takjilan juga merupakan medium dakwah dan islamisasi Wali Songo di bumi Nusantara.

          Meskipun Muhammadiyah bukanlah yang pertama kali menyelenggarakan ataupun mencetuskan tradisi takjilan, nyatanya Muhammadiyah memiliki peran besar dalam mempopulerkan tradisi ini. Tradisi takjilan semakin ramai saat Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta menyediakan 1.200 hingga 1.400 porsi takjil setiap hari. Bahkan Sultan Hamengkubuwono VIII selalu memberikan takjil gulai kambing setiap Kamis sore. Tradisi ini kemudian semakin populer di kalangan masyarakat Indonesia dan menjadi program rutinan pengurus masjid di bulan Ramadan. Hingga kini tradisi takjilan pun sudah menjadi tradisi di Nusantara.

Daftar Pustaka

Qudsy, Saifuddin Zuhri, "Living Hadis: Genealogi, Teori, dan Aplikasi", dalam Jurnal Living Hadis, vol. 1, no. 1, 2016.

Rafi, Muhammad, "Living Hadis: Tradisi Sedekah Nasi Bungkus Hari Jum'at oleh Komunitas Sijum Amuntai", dalam Jurnal Living Hadis, vol. 4, no. 1, 2019.

Afandi, "Profesor Munir Mulkhan: Tradisi Takjil Dipopulerkan Muhammadiyah!", Muhammadiyah.or.id, diakses dari https://muhammadiyah.or.id/profesor-munir-mulkhan-tradisi-takjil-dipopulerkan-muhammadiyah/. html, diakses 24 Desember 2023 pukul 16.05

Chahyanti, Dhina, "Tradisi Takjil, Strategi Dakwah Islam Sejak Abad ke-15", Times Jogja, diakses dari https://jogja.times.co.id/news/gaya-hidup/cbzgcn2lkp/Tradisi-Takjil-Strategi-Dakwah-Islam-Sejak-Abad-ke-15. html, diakses pada 24 Desember 2023 pukul 16.26.

Al-Bukhari, Muhammad bin Isma'il, Shahih Al-Bukhari, Beirut: Dar Thauq al-Najah, 2001.

Al-Naisaburi, Muslim bin Hajjaj, Shahih Muslim, Beirut: Dar Ihya' al-Turats al-'Arabi, 2010.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun