Mohon tunggu...
Ahmad Amiruddin Priyatmaja
Ahmad Amiruddin Priyatmaja Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Magister Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir (Konsentrasi Hadis) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Saya telah pergi ke Barat, Saya melihat Islam tapi bukan Muslim. Saya kembali ke Timur, Saya melihat muslim tapi bukan Islam. (Syekh Muhammad Abduh)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Muhammadiyah dan Euforia Takjilan

28 Desember 2023   07:57 Diperbarui: 28 Desember 2023   08:01 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
rachael-gorjestani-evsoUV1EyXY-unsplash

          Kata takjil (mashdar al-sarf) diadopsi dari salah satu hadis Nabi Muhammad saw. yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim yang berbunyi:

Artinya: Bahwasannya Rasulullah bersabda: "Senantiasa manusia berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka." (HR. Bukhari: 1957 dan Muslim: 1098)

          Adapun kata yang diambil adalah kata 'ajjalu, yang dalam Bahasa Arab memiliki medan semantik yakni 'ajjala-yu'ajjilu-ta'jilan yang berarti momentum, tergesa-gesa, menyegerakan atau mempercepat. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) takjil didefinisikan sebagai makanan untuk berbuka puasa yang disegerakan.

Takjilan dan Lokalitas Nusantara

         Pada dasarnya, tradisi takjil dilakukan oleh muslim seluruh dunia termasuk Indonesia. Snouck Hurgonje dalam bukunya De Atjehers mengatakan, bahwa pada tahun 1891-1892 ketika ia mengunjungi Aceh, Ia telah mendapati masyarakat lokal telah mengadakan buka puasa (takjilan) di masjid beramai-ramai dengan ie bu peudah atau bubur pedas. Dalam catatan lain yang belum terkonfirmasi kebenarannya juga disebutkan bahwa takjilan juga merupakan medium dakwah dan islamisasi Wali Songo di bumi Nusantara.

          Meskipun Muhammadiyah bukanlah yang pertama kali menyelenggarakan ataupun mencetuskan tradisi takjilan, nyatanya Muhammadiyah memiliki peran besar dalam mempopulerkan tradisi ini. Tradisi takjilan semakin ramai saat Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta menyediakan 1.200 hingga 1.400 porsi takjil setiap hari. Bahkan Sultan Hamengkubuwono VIII selalu memberikan takjil gulai kambing setiap Kamis sore. Tradisi ini kemudian semakin populer di kalangan masyarakat Indonesia dan menjadi program rutinan pengurus masjid di bulan Ramadan. Hingga kini tradisi takjilan pun sudah menjadi tradisi di Nusantara.

Daftar Pustaka

Qudsy, Saifuddin Zuhri, "Living Hadis: Genealogi, Teori, dan Aplikasi", dalam Jurnal Living Hadis, vol. 1, no. 1, 2016.

Rafi, Muhammad, "Living Hadis: Tradisi Sedekah Nasi Bungkus Hari Jum'at oleh Komunitas Sijum Amuntai", dalam Jurnal Living Hadis, vol. 4, no. 1, 2019.

Afandi, "Profesor Munir Mulkhan: Tradisi Takjil Dipopulerkan Muhammadiyah!", Muhammadiyah.or.id, diakses dari https://muhammadiyah.or.id/profesor-munir-mulkhan-tradisi-takjil-dipopulerkan-muhammadiyah/. html, diakses 24 Desember 2023 pukul 16.05

Chahyanti, Dhina, "Tradisi Takjil, Strategi Dakwah Islam Sejak Abad ke-15", Times Jogja, diakses dari https://jogja.times.co.id/news/gaya-hidup/cbzgcn2lkp/Tradisi-Takjil-Strategi-Dakwah-Islam-Sejak-Abad-ke-15. html, diakses pada 24 Desember 2023 pukul 16.26.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun