Di dalam lembaran penyesalan masa lalu,
Terukir dosa-dosa, lenyapnya bahagia.
Seperti angin yang membawa debu-dustanya,
Melanglang buana, merayap tanpa henti.
Langkahku melintasi jurang yang menusuk,
Menghantarkan aku pada kehampaan yang terasa.
Jejak-jejak kesalahan, memintal benang duka,
Menyisakan luka, menganga dalam sunyi.
Di tepian jalan, bayang-bayang kelam mengintai,
Menggelayuti langkah, membalut hati yang rapuh.
Kesalahan-kesalahan terangkum dalam senja,
Menyergap diri, menari dalam kekelaman.
Begitu dalam, seperti racun yang merayap,
Menggerogoti nurani, merusak keseimbangan jiwa.
Mengapa harus begini, tanya-tanya terdengar,
Saat rasa penyesalan menggelora dalam jiwa?
Namun di balik kelamnya malam yang merayap,
Terselip cahaya, rembulan yang memancar.
Cinta, seperti bintang, tetap bersinar di kejauhan,
Mengingatkan bahwa ada harapan di ufuk yang jauh.
Hari ini aku mengubur penyesalan yang terpahit,
Dengan harapan, esok akan terbit mentari.
Meski dosa-dosa merajalela, aku bersyukur,
Karena di dalamnya tersirat kesempatan yang abadi.
Masa lalu, kau telah menjadi guru yang tegas,
Menyisakan jejak yang membentuk karakter.
Namun aku takkan biarkanmu membelenggu langkah,
Karena di sini, di masa kini, aku menemukan kebenaran.
Sedihku membawa pelajaran yang mendalam,
Bahwa kekuatan sejati timbul dari pengampunan.
Masa lalu, kau telah mengajariku tentang diri,
Dan kini, aku siap melangkah dengan penuh keberanian.
Meski air mata mengalir dalam samar kesedihan,
Aku percaya, di ujung jalan ada kebahagiaan.
Masa lalu, meski kau pernah menguasai hati,
Kini, aku terima dan aku lepaskan dirimu.