Pada suatu masa, di tanah yang jauh di Timur, sebuah pertemuan yang tak terduga berlangsung di sebuah istana megah. Di atas sana, di kerajaan yang kaya dan berkuasa, Kaisar Hong memimpin Kekaisaran yang besar. Di tengah kedamaian yang dimiliki, sebuah pertemuan terjadi antara dua dunia yang berbeda---dunia kerajaan besar Tiongkok dan dunia Islam yang berkembang di Nusantara.
Sunan Jati, seorang ulama yang bijaksana dan pendiri Kesultanan yang gemilang penuh rahmat Alloh, telah melakukan perjalanan panjang dari Jawa, Nusantara menuju daratan Tiongkok diujung utara sana. Perjalanannya bukan hanya untuk mempererat hubungan antara kedua kerajaan, tetapi juga untuk membuka jalan bagi penyebaran ajaran Islam di tanah Tiongkok. Dengan darah Arab yang mengalir dalam dirinya, ia membawa pesan damai, cinta, dan pengajaran yang mendalam.
Setibanya di ibukota, Sunan Jati diterima dengan hormat oleh Kaisar Hong, yang melihat potensi besar dalam hubungan diplomatik antara Kekaisaran yang dipimpinnya dan kerajaan-kerajaan Islam di Asia Tenggara. Namun, yang lebih tak terduga adalah undangan untuk bertemu dengan Puteri Sun, istri pangeran zhu , seorang wanita yang dikenal karena kebijaksanaannya.
Puteri Sun, wanita yang tenang dan penuh perhatian, menyambut kedatangan Sunan Jati dengan rasa ingin tahu dan hormat. Ia mendengar banyak tentang kehebatan wali dari Jawa ini---tentang kesabaran dan pengabdiannya terhadap rakyat, serta ajarannya yang membawa kedamaian. Ia penasaran, apakah pria di depannya ini benar-benar seperti yang dikatakan orang-orang.
Dalam sebuah ruang yang dipenuhi oleh keharuman bunga dan angin sejuk dari taman istana, mereka bertemu. Puteri Sun duduk dengan tenang, mengenakan pakaian kerajaan yang anggun, sementara Sunan Jati, dengan pakaian sederhana namun penuh wibawa, berdiri dengan rasa hormat.
"Yang Mulia Puteri...," kata Sunan Jati, suaranya lembut namun penuh kekuatan, "Saya datang untuk mempererat hubungan antara tanah saya, tanah yang penuh dengan kebesaran agama, dan kerajaan Anda yang besar."
Puteri Sun tersenyum, memandang pria yang ada di depannya. "Saya mendengar banyak tentang perjalanan Anda, Sunan. Anda datang dari jauh, membawa ajaran yang penuh dengan damai. Apa yang membuat Anda ingin menyebarkan ajaran ini jauh dari tanah asal Anda?"
Sunan Jati duduk di hadapan Sang Puteri, matanya berbinar dengan keyakinan yang dalam. "Agama, Yang Mulia, bukan hanya sekadar ritual, tetapi cara hidup. Islam mengajarkan kita untuk saling menghormati, menyayangi sesama, dan mencari kedamaian. Saya percaya bahwa kedamaian dapat menyatukan segala perbedaan."
Puteri Sun mendengarkan dengan saksama, terkesan dengan ketenangan dan kebijaksanaan yang terpancar dari kata-kata Sunan. Ia tahu bahwa kedatangan Sunan Jati bukan hanya tentang politik, tetapi tentang sesuatu yang lebih besar---sebuah jembatan untuk perdamaian antarbangsa dan antaragama.
"Apa yang Anda bawa dari tanah Anda," tanya Puteri Sun, "bisa memberikan pengaruh besar pada tanah ini, seperti halnya pada tanah Anda sendiri. Namun, dunia kita penuh dengan perbedaan. Bagaimana kita bisa memastikan bahwa ajaran ini diterima dengan baik di sini?"
Sunan Jati menundukkan kepala sejenak, meresapi pertanyaan itu. "Yang Mulia, perbedaan bukanlah penghalang. Kita semua berasal dari sumber yang sama, dan kita semua mendambakan kedamaian. Saya percaya bahwa setiap orang, di mana pun mereka berada, bisa menerima nilai-nilai kebaikan, kasih sayang, dan keadilan. Tugas kita adalah menyampaikan pesan itu dengan penuh hikmah."
Puteri Sun terdiam sejenak, merenungkan kata-kata Sunan. Ia merasa ada kedamaian yang luar biasa dalam pertemuan ini, sesuatu yang lebih dari sekadar perbincangan antara dua orang dari latar belakang yang berbeda. Ada ikatan spiritual yang terjalin, sebuah pemahaman bahwa kedamaian bisa tumbuh dari akar yang berbeda-beda, asalkan ditanam dengan kasih dan pengertian.
"Ajaran Anda, Sunan, adalah sesuatu yang dapat memperkaya dunia kita. Kita akan membantu Anda, dan kerajaan kami akan mendukung penyebaran damai yang Anda bawa," kata Permaisuri Sun, suaranya penuh ketulusan.
Sunan Jati tersenyum, dan dengan penuh hormat ia membungkukkan tubuh. "Terima kasih, Yang Mulia. Semoga kedamaian selalu menyertai kita semua."
Malam itu, di bawah cahaya bulan yang lembut, dua dunia yang berbeda saling bersentuhan. Puteri Sun dan Sunan Jati, meskipun berasal dari latar belakang yang sangat berbeda, menemukan kesamaan dalam tujuan mereka---untuk membawa kedamaian dan
kesejahteraan bagi umat manusia. Kisah pertemuan mereka akan dikenang sebagai sebuah simbol perdamaian antarbangsa, di mana dua hati yang bijaksana bertemu, menyatukan visi untuk masa depan yang lebih baik.
Setelah pertemuan itu, kabar tentang kedatangan Sunan Jati dan pertemuannya dengan Puteri Sun menyebar di kalangan istana dan rakyat. Beberapa menganggapnya sebagai tanda baik bahwa negeri mereka terbuka terhadap kebijaksanaan dari luar, sementara yang lain merasa penasaran dengan ajaran yang dibawa oleh Sunan, ajaran yang mampu memikat perhatian puteri yang bijaksana.
Puteri Sun, terinspirasi oleh percakapan mereka, mengajak para cendekiawan istana untuk mempelajari lebih jauh tentang ajaran-ajaran Islam yang penuh kedamaian. Ia merasa bahwa pemahaman baru ini dapat membawa keseimbangan dan memperkaya spiritualitas di dalam istana. Sunan Jati, dengan penuh kesabaran, mengajarkan beberapa prinsip dasar seperti pentingnya persaudaraan, keadilan, dan kasih sayang antar sesama. Sementara itu, beberapa pejabat istana yang konservatif mengamati perkembangan ini dengan waspada.
Mereka khawatir perubahan yang dibawa oleh Sunan bisa mengganggu tatanan tradisional. Namun, Puteri Sun, dengan kebijaksanaannya, meyakinkan bahwa menerima ilmu dari luar bukanlah tanda kelemahan, melainkan kekuatan untuk terus belajar dan berkembang. Seiring berjalannya waktu, ajaran Sunan mulai menarik perhatian para pelajar dan pemikir di Tiongkok. Diskusi-diskusi mengenai nilai-nilai kebaikan, kesabaran, dan keadilan menjadi topik yang ramai diperbincangkan di aula istana dan rumah-rumah para cendekiawan. Puteri Sun sendiri terkadang ikut serta dalam diskusi-diskusi tersebut, menunjukkan betapa besar ketertarikannya pada gagasan-gagasan baru.Pada suatu hari, Sunan Jati diundang ke taman istana untuk jamuan kecil yang dihadiri oleh beberapa pemikir istana. Puteri Sun, dalam balutan jubah sutra berwarna gading, tersenyum menyambutnya. "Sunan, apakah Anda merasa bahwa ajaran Anda telah memberi manfaat di sini?" tanyanya dengan tatapan hangat.
Sunan Jati, dengan mata yang berkilat penuh rasa syukur, menjawab, "Yang Mulia, jika satu benih kebaikan dapat tumbuh menjadi pohon yang rindang, maka perjalanan ini sudah lebih dari cukup. Saya melihat bahwa benih itu mulai tumbuh di hati orang-orang yang menerima. " Puteri Sun mengangguk, merasakan kedamaian yang jarang ia rasakan sebelumnya. Ia tahu bahwa di antara dinding istana yang penuh intrik dan kepentingan, ada satu sudut yang kini dipenuhi harapan dan kebijaksanaan yang lahir dari pertemuan dengan Sunan Jati. "Jika dunia kita bisa saling belajar dan berbagi kebaikan," lanjut Sunan, "maka perbedaan di antara kita bukanlah penghalang, melainkan jalan untuk saling melengkapi. "Hari- hari berlalu dengan kedamaian dan rasa ingin tahu yang terus tumbuh. Sunan Jati akhirnya harus kembali ke tanah airnya, membawa serta kenangan manis dan pengalaman berharga dari perjalanannya. Sebelum kepergiannya,
Puteri Sun memberikan sebuah cendera mata berupa ukiran naga dan burung phoenix, simbol harmoni dan kekuatan. "Sunan, bawalah ini sebagai tanda persahabatan dan harapan kami untuk kedamaian yang abadi," kata Puteri Sun. Dengan rasa haru, Sunan Jati menerimanya dan berkata, " Terima kasih, Yang Mulia, biarlah kedamaian yang kita tanam hari ini berbuah di masa depan, menghubungkan generasi yang belum lahir."Â
Puteri Sun tersenyum sambil berucap, " Terima kasih juga, Sunan..semoga harapan Tuan direstui Tuhan".
___
Ketika hendak sebuah undangan dari Kaisar Hong kembali diterima sunan Jati.Â
" Sunan,Tuan dimohon berkenan menghadiri undangan Kaisar nanti malam di istana" ucap seorang urusan dengan sopan sambil membunhkukkan badan.Â
" Undangan Kaisar? insyaallah saya akan datang", jawab Sunan Jati tak kalah sopan namun berwibawa.Â
" Baik, Tuan Sunan...Terima kembali..hamba mohon pamit", ucap para ketua urusan itu sejenak kemudian.Â
Sambil tersenyum Sunan Jati menyahut, " Silahkan,Para Tuan sekalian". Sunan Jati mempersilahkan mereka meninggalkan tempat peristirahatan nya.Â
Setelah para urusan itu kembali, Sunan Jati kembali bersila dan berdizikir mengingat Alloh, Sang Maha Pencipta Alam semesta, Yang Maha Besar dan Maha kuasa.Â
" Astaghfirullah...astaghfirullah..astaghfirulloh..." ucap Sunan Jati lirih sambil memutar tasbih kecil di tangan kanannya.Â
" Wahai Alloh, Tuhan Sekalian Alam, ampunilah kesalahan hamba dan kedua orang tua serta para guru hamba serta muslimin semuanya..."..
Tak henti- henti Sunan Jati berdzikir hingga seorang anggota rombongannya meminta izin berbicara.Â
" Tok tok tok" Suara pintu di ketuk.Â
" Assalamu'alaikum,Sunan.." Kembali suara terdengar dari luar kediaman.
" Wa'laikum salam..iya silahkan masuk, Abdulloh..." Jawab Sunan Jati lembut.
Abdulloh membuka pintu dan dengan sopan memasuki ruang tamu kediaman Sunan yang di sediakan oleh fihak istana. Abdulloh duduk di atas kursi sebagaimana biasa ia jika berniat bertemu dengan Sunan Jati.Â
Sunan Jati mengakhiri dzikir nya dengan berdoa memohon keselamatan bagi dirinya keluarga serta para sahabat serta orang-orang seluruh alam semua.Â
Sunan Jati kemudian berjalan keluar kamar pribadinya dan menghampiri Abdulloh.
" Abdulloh..silahkan minum tehnya..." Sunan Gunung Jati mempersilahkan Abdulloh dengan santun.Â
" Terima kasih, Tuan", jawab Abdulloh sambil tersenyum senang.Â
" Hai,itu makanan kecilnya di cicipi,kue khas negara besar ini.iya kan? Kue dari istana kaisar lezat sekali rasanya..",sambil tersenyum Sunan Jati kembali Sunan Jati mempersilahkan anggota rombongan nya itu. Sunan Jati juga mengambil sepotong kue yang putih dan lembut serta manis itu..
" Bismillah..." Ucap sunan Jati ketika hendak memakan kue bulan kiriman istana kaisar.Â
Setelah sekian saat Abdulloh mulai berkata kepada Sunan Jati, " Ampun,Tuan...apakah nanti malam Sunan akan menghadiri undangan Kaisar di istana? "Â
Tanpa ragu Sunan Jati menjawab," Iya..aku akan menghadiri undangan itu, Abdulloh..".
" Emmh baiklah,Tuan..saya akan mempersiapkan keperluan Tuan Sunan sebaik- baiknya. Namun Tuan mohon tetap berhati-hati..." sahut Abdullah.
Sambil tersenyum Sunan Jati menjawab," Terima kasih Adulloh, kamu memang abdi yang baik dan setia..insyaallah tidak akan terjadi apa- apa yang membahayakan saya dan kita semua....".
" Aamiin..." Abdullah menyahut sambit mengangkat kedua tangannya..
" Jika demikian, hamba mohon diri,Tuan.." Abdullah berkata kemudian.
" Silahkan...dan jangan lupa pesanku kepada semua anggota rombongan agar selalu menjaga sikap dan perkataan ketika kita nanti di istana." Ujar Sunan Jati penuh wibawa.Â
" Baik, Tuan..nasehat Tuan akan selalu kami ingat dan laksanakan sebaik-baiknya ". jawab Abdullah sambil menundukkan kepala dalam- dalam.Â
" Terima kasih...silahkan.." ucap Sunan Jati kemudian sambil mempersilahkan abdi setianya itu meninggalkan kediaman.
----
#cerpen #fiksisejarah #dinastiming #kasultanan #sunan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H