Mohon tunggu...
Ahmada
Ahmada Mohon Tunggu... Guru - Staf Pengajar

Hobi membaca buku sejarah kerajaan di nusantara terlebih Singasari dan Majapahit dan film /drama berlatar kerajaan dan dinasti Ming Tiongkok

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

#1 Jejak Takdir: Dari Nestapa ke Kemuliaan

16 Desember 2024   19:52 Diperbarui: 16 Desember 2024   20:17 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cover Cerbung (Dokumen Pribadi) 

Pendahuluan: Lahir dalam Bayang-Bayang Dosa 

Desa Taruna terletak di pinggir sungai yang mengalir malas, seperti penduduknya yang pasrah pada nasib. Dulu, desa itu adalah permata ekonomi daerah, dengan hamparan sawah yang subur dan pabrik kecil yang menjadi tumpuan hidup warga. Tapi kini, hanya tersisa debu, reruntuhan, dan cerita pilu. Salah satu cerita itu adalah kisah keluarga Rafi.  

Rafi lahir di sebuah rumah panggung yang reot, hasil warisan kakeknya yang tak sempat direnovasi. Ayahnya, Pak Mahdi, dulunya seorang petani sukses, namun hidupnya hancur karena ulah saudaranya sendiri, Pak Arman. Arman, paman Rafi, adalah pria yang dikenal licik dan pandai merayu. Dialah yang mengambil alih seluruh tanah keluarga dengan janji muluk membangun masa depan cerah bagi desa. Nyatanya, tanah itu dijual untuk proyek pembangunan yang tak pernah selesai.  

Ketika Rafi berumur lima tahun, ibunya meninggal karena sakit paru-paru. Ayahnya menjadi satu-satunya harapan hidup, bekerja siang malam sebagai buruh kasar untuk mencukupi kebutuhan mereka. "Kita ini seperti kerbau di sawah, Nak," kata Pak Mahdi suatu malam. "Dulu, kita yang punya sawah. Sekarang, kita yang jadi pekerja di tanah orang." Rafi kecil mendengar itu tanpa memahami sepenuhnya, tetapi kata-kata itu terukir di hatinya.  

Pak Arman selalu menjadi bayang-bayang gelap dalam hidup mereka. Dengan kekayaan yang diraihnya secara licik, ia hidup mewah di kota, tetapi sesekali datang ke desa untuk memamerkan mobil barunya. Pada kunjungan terakhirnya, ia menuduh Pak Mahdi mencuri semen dari proyek pembangunan. Tuduhan itu cukup untuk membuat warga desa memandang rendah keluarga mereka. Ayah Rafi diusir dari pekerjaannya, dan mereka terpaksa meninggalkan rumah panggung mereka, pindah ke sebuah gubuk di tepi sungai.  

Rafi tumbuh dengan dua hal dalam hidupnya: kemiskinan dan rasa malu. Di sekolah, ia sering diejek teman-temannya karena memakai sepatu robek dan seragam lusuh. Namun, ia tetap belajar dengan tekun. Guru-gurunya sering memuji kecerdasannya, tetapi tidak ada yang tahu bagaimana ia belajar dengan perut kosong dan lampu minyak yang nyaris padam setiap malam.  

"Ayah, kenapa kita harus miskin?" tanya Rafi suatu hari.  

Pak Mahdi menatap putranya dengan mata penuh harapan yang rapuh. "Kemiskinan itu seperti hujan, Nak. Kita tidak bisa menghentikannya, tapi kita bisa berteduh."  

Tapi berteduh saja tidak cukup. Ketika Rafi menginjak usia 17 tahun, ayahnya meninggal dunia karena kecelakaan di proyek bangunan tempat ia bekerja. Dunia Rafi runtuh. Kini, ia benar-benar sebatang kara. Setelah pemakaman, ia memutuskan meninggalkan desa itu. Tidak ada lagi yang mengikatnya di sana, selain kenangan pahit dan tanah yang sudah diambil orang lain.  

Kota Metropolis menyambutnya dengan kebisingan dan hiruk-pikuk yang menyesakkan. Dengan hanya membawa satu ransel berisi pakaian dan uang hasil menjual ayam peliharaan terakhir ayahnya, Rafi memulai hidup baru di kota. Ia tinggal di sebuah kamar kos kecil di gang sempit, bersama empat orang lainnya. Pekerjaan pertamanya adalah mencuci piring di warung makan, dengan gaji yang hampir tidak cukup untuk makan dua kali sehari.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun