Arjuna menghela napas panjang. "Bagaimana mungkin aku mengangkat senjata melawan kakekku, Bhisma, atau guruku, Drona? Mereka adalah keluargaku. Aku lebih baik mati daripada membunuh mereka."Â Â
Kresna menatapnya lama, lalu berkata, "Arjuna, kau bukan hanya seorang kesatria. Kau adalah bagian dari sesuatu yang lebih besar. Dharma harus ditegakkan, bahkan jika itu berarti melawan orang-orang yang kau cintai."Â Â
"Tapi bagaimana aku bisa hidup dengan dosa sebesar itu?"Â Â
Kresna tersenyum. "Dosa bukan berasal dari tindakan, tetapi dari niat. Jika kau bertindak untuk kebenaran, tanpa keterikatan pada hasil, itu bukan dosa. Kau hanya alat dari kehendak semesta."Â Â
Arjuna masih ragu. Melihat itu, Kresna berdiri dan mengangkat tangannya. Dalam sekejap, wujudnya berubah. Ia menunjukkan bentuk Vishvarupa, wujud semestanya. Â
Arjuna melihat Kresna sebagai sosok yang meliputi segalanya: langit, bumi, waktu, bahkan kematian. Dalam satu tarikan napas, ia menyaksikan kehancuran dan penciptaan. Â
"Kresna... siapa kau sebenarnya?" bisik Arjuna. Â
"Aku adalah segalanya, Arjuna. Aku adalah awal dan akhir. Aku ada di setiap jiwa, termasuk di dirimu. Ingatlah, kau hanya pelaku, bukan pemilik tindakanmu."Â Â
Arjuna jatuh bersujud. "Aku mengerti, Kresna. Aku akan melakukan tugasku."Â Â
Di Tengah Perang Â
Ketika perang dimulai, Kresna mengambil peran sebagai kusir kereta Arjuna. Ia tidak mengangkat senjata, tetapi kehadirannya menjadi sumber kekuatan bagi Pandawa. Ia memberikan strategi, seperti meminta Bhima menghancurkan paha Duryodhana dan menciptakan ilusi untuk mengalahkan Drona. Â