Mohon tunggu...
AHMAD ZAENURI
AHMAD ZAENURI Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer

Alumni Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Pengajar di IAIN Sultan Amai Gorontalo

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menagih Janji Kemerdekaan Jokowi

6 Mei 2015   10:33 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:19 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melunasi janji kemerdekaan. Itulah kalimat yang acap kali disampaikan salah satu anggota tim pemenangan Jokowi-JK dahulu, Anies Baswedan. Bagi Anies, mendapuk kursi kepemimpinan adalah jalan terbaik untuk mengantarkan bangsa ini menuju cita-cita kemerdekaan. Melindungi segenap bangsa, memajukan kesejahteraan umum,mencerdaskan kehidupan bangsa dan seterusnya adalah cita-cita kemerdekaan yang tertuang dalam batang tubuh UUD 1945.

Apa sejatinya janji Jokowi yang disebut Anies sebagai jalan melunasi janji kemerdekaan itu? Janji Jokowi setidaknya terangkum dalam sebuah bait kalimat “Jalan Perubahan untuk Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian”. Dalam rangka mewujudkan janji tersebut pasangan Jokowi-JK merinci visinya menjadi sembilan agenda prioritas yang kemudian disebut sebagai Nawa Cita.

Pertanyaannya kemudian adalah, sudahkah Jokowi melunasi janjinya itu? Rasanya terlalu dini menagih janji sang presiden dalam masa pemerintahan yang singkat ini. Olehnya itu tulisan ini hanya mencoba mengurai point-point penting dalam Nawa Cita yang mestinya dapat diselesaikan seiring dengan kondisi bangsa yang kian semrawut.

Sejak awal terpilihnya, Jokowi seperti lupa akan janjinya semasa kampanye. Jika dahulu Jokowi mengatakan bahwa tidak akan mengakomodasi kepentingan Parpol. Maka senyatanya beberapa menteri yang dipilihnya bahkan kemelut pencalonan Komjen Budi Gunawan adalah bagian dari pelunasan hutang politik Jokowi. Sekalipun akhirnya BG hanya menjadi Wakapolri tetapi tetap saja hal itu mengecewakan rakyat.

Pelunasan janji politik juga semakin jauh dari realisasi ketika Jokowi belum dapat mengambil tindakan tegas dalam kisruh Polri dan KPK. Akibatnya, pelemahan KPK sebagai lembaga superbody pemberantasan korupsi itu pun gencar dilakukan. Ditangkapnya Abraham Samad dan Bambang Wijayanto yang kini berlanjut kepada Novel Baswedan adalah tanda absennya presiden dalam mengatasi masalah-masalah pelik itu.

Dimanakah ketegasan Jokowi sebagaimana ketegasannya dalam memberikan hukuman mati para bandar dan pengedar narkoba? Dimana keberanian Jokowi sebagaimana keputusannya tanpa ragu menaikkan dan menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) selama ini? Mengapa Jokowi seperti tersandera ketika harus berhadapan dengan kolega-koleganya dari partai pendukungnya?

Berkaca kepada SBY dalam kasus cicak buaya Jilid I, semestinya Jokowi dapat bersikap tegas. Menghentikan segala bentuk penyidikan terhadap tokoh sentral KPK dan membiarkannya menyelesaikan kasus-kasus korupsi yang sementara dalam proses penyidikan. Namun, sudahkah Jokowi melakukan itu sebagai pemenuhan janjinya dalam menegakkan hukum yang bebas korupsi?

Poin Nawa Cita empat menyebutkan bahwa “Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya. Point tersebut sepertinya hanya tinggal slogan ketika masalah-masalah penegakkan hukum dan korupsi tidak segera di atasi. Harapan terbesar dalam mengatasi masalah ini terletak pada presiden.

Presiden adalah pucuk pimpinan Negara yang tidak boleh “takluk” oleh kepentingan manapun. Apalagi ketika masalah itu menyangkut dengan hukum Negara. Pemberantasan korupsi. Dimana pada bidang tersebut rakyat banyak menitipkan harapan dan cita-cita. Harapan dan cita-cita itulah yang mestinya direalisasikan oleh pemimpin terpilih sebagai tugas pelunasan janji-janji “kemerdekaan” nya.

Meneguhkan Prinsip Pemerintahan

Mahad Maghandi, tokoh kemanusiaan dari India menyebutkan adanya tujuh dosa sosial yang sangat mengancam suatu Negara salah satunya adalah politik tanpa prinsip. Prinsip merupakan pegangan suatu bangsa dalam menghantarkannya pada gerbang kemajuan.

Pemerintahan presiden Soekarno sangat dikenal diseantero negeri karena menjadikan “Politik sebagai Panglima” dalam prinsipnya. Pemerintahan Soeharto−sekalipun banyak kekurangan−cukup dikenal karena menjadikan “Ekonomi sebagai Panglima” dalam prinsipnya. Pemerintahan Habibie sangat dikenal dengan teknologinya karena menjadikan “Teknologi sebagai Panglima” dalam prinsipnya.

Jika Jokowi hendak membawa bangsa ini menuju kemajuan sebagaimana telah dilakukan pendahulunya maka hendaknya ia kembali pada janji Nawa Cita sebagai prinsip dasar yang telah sampaikannya saat kampanye. Merealisasikan janji Nawa Cita dengan penuh kesungguhan sekalipun harus berhadapan dengan kolega politiknya atau bahkan ‘guru spiritual” dalam karir politiknya. Saya kira presiden bisa melakukan itu. Wallahu ‘alam bishowab

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun