Mohon tunggu...
AHMAD ZAENURI
AHMAD ZAENURI Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer

Alumni Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Pengajar di IAIN Sultan Amai Gorontalo

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ajarkan “Penderitaan” Kepada Anak Didik

9 Maret 2015   13:44 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:57 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kecil, mungil dan lucu, itulah mungkin kata yang tepat untuk menggambarkan salah satu siswa Madrasah Ibtidaiiyah di salah satu sekolah di Kabupaten Pohuwato, Gorontalo. Ketika setiap pagi sebagian besar siswa diantar menggunakan kendaraan bermotor milik orang tuanya, maka berbeda dengan Laila (nama dari siswa tersebut), ia dengan bangganya menggunakan sepeda kecil, mungil, warisan dari kakak-kakaknya menyusuri perjalanan ke sekolah. Tiada rasa minder dalam dirinya. Yang ada hanyalah kebaggaan meskipun hanya mengendarai sepeda mungil dan buntut.

Dahulu, mungkin sebagian kita pernah mengalami hal yang sama. Berangkat ke sekolah dengan penuh kesederhanaan, menggunakan selebar daun pisang ketika hujan ke sekolah, melewati jembatan gantung yang ekstrim, atau harus menyebrang beberapa sungai untuk sampai di sekolah. Namun berkat perjuangan dan kegigihan, sebagian besar orang yang terlahir dari dunia yang keras itu kini sudah sukses. Tidak terlalu sulit mencari tokoh dibalik kisah sukses tersebut. Dahlan Iskan, Syafii Maarif dan sederet nama orang-orang besar lainya adalah contoh dari kisah dimaksud.

Berbeda dengan saat ini, kemajuan teknologi dan informasi kadang menjadikan manusia lalai dan cenderung termanjakan. Anak-anak sekolah merasa malu jika ke sekolah hanya membawa HP buntut atau bermerek jadul. Mereka lebih bangga jika bisa membawa Gadget bermerek terbaru yang belum dimiliki oleh teman-temannya. Sebaliknya, motivasi belajar, membaca dan berkarya sudah semakin hilang. Jika dahulu dengan belum adanya mesin fotocopy siswa-siswa rajin untuk membaca dan menulis, bahkan muncul istilah CBSA (Catat Buku Sampai Abis), tetapi sekarang ketika fasilitas itu sudah semakin mudah, siswa-siswa justru menyimpan materi-materi yang sudah di fotocopy atau dibagikan dalam bentuk buku paket dalam rak-rak yang tersusun rapi dan jarang tersentuh.

Ajarkan Arti Sebuah Perjuangan Kepada Anak Didik

Ada sebuah teori yang mengatakan bahwa penting bagi orang tua untuk mengajarkan “penderitaan” kepada anak didik, agar mereka mengerti arti sebuah perjuangan. Teori ini tidak kemudian berarti menafikan peran orang tua dalam memenuhi keinganan dan kebutuhan anak didik. Namun, jika keinganan anak tersebut dipenuhi, usahakan tidak menjadikan mereka manjadi manja dan kehilangan sifat kemandirian.

Pada umumnya, tingkat kesejahteraan orang tua menjadikan seseorang lupa akan pentingnya pendidikan dalam keluarga. Orang tua dari ekonomi menengah keatas−karena merasa berkecukupan−cenderung memenuhi seluruh keinganan dan kebutuhan anak tanpa memperhatikan pentingnya pengajaran betapa susahnya memenuhi kebutuhan tersebut. Sebaliknya, bagi orang tua ekonomi menengah ke bawah memberikan porsi tanggung jawab kepada anak jauh lebih besar bahkan melewati kemampuan mereka.

Kedua cara di atas tidaklah tepat. Mestinya, sekalipun bagi orang tua yang mampu dan dapat memenuhi kebutuhan anaknya tidaklah kemudian pemenuhan kebutuhan itu dilakukan begitu mudahnya sehingga anak-anak lupa arti perjuangan betapa sulitnya memenuhi kebutuhan tersebut. Lebih lanjut, dalam teori pendidikan dikatakan bahwa penting bagi orang tua untuk memperkenalkan kepada anak-anaknya pekerjaan yang dilakukan orang tuanya sehingga mereka sadar perjuangan yang dilakukannya dalam memenuhi kebutuhan hidup.

Adapun fenomena sebaliknya, bagi orang tua ekonomi lemah biasanya memberikan porsi pekerjaan yang cukup besar kepada anak. Anak-anak di rumah sudah diperintahkan untuk menggantikan tugas orang tua karena orang tuanya pergi bekerja. Tidak sedikit dilihat dalam fenomena ini anak-anak diperintah untuk mengasuh adik-adiknya, memasak sendiri atau bahkan memenuhi kebutuhan hidup sendiri. Kondisi demikian juga menghilangkan hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Namun mesti bagaimana lagi? Tuntutan ekonomi lebih mendesak dari segalanya.

Agar pendidikan dalam rumah tangga dapat berjalan dengan baik, maka para orang tua perlu mengetahui peran dan tugas mereka dengan sebaik-baiknya. Jika proses ini dapat berjalan dengan baik, maka harapan perubahan dalam suatu bangsa, diawali melalui keluarga akan mudah tercapai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun