Mohon tunggu...
AHMAD ZAENURI
AHMAD ZAENURI Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer

Alumni Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Pengajar di IAIN Sultan Amai Gorontalo

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tak Perlu Ragu Pak Presiden

7 Februari 2015   16:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:38 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14232772521140184772

“Aku sadar akan kewajiban seorang pemimpin. Kerjakanlah tugasmu, kerjakanlah kewajibanmu, tanpa menghitung-hitung akan akibatnya”.

Bait kalimat di atas adalah bentuk rasa kegamangan Presiden Soekarno menjelang pidatonya yang monumental pada tanggal 1 Juni 1945. Sebuah pidato yang menyerukan kemerdekaandengan dasar-dasar Negara yang idealisasikannya tidak hanya dihadapan para anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK), tetapi juga dihadapan balatentara Jepang bersenjatakan bayonet yang sewaktu-waktu jika ada kata-kata yang dianggap salah, maka bisa saja peluru menembus jantungnya.

Akan tetapi dengan semangat kebangsaan yang tinggi, dengan rasa tanggung jawab dan kewajiban sebagai kepala Negara, Soekarno tidak pernah merasa gentar sedikipitpun meski harus mengorbankan nyawanya demi kedaulatan negara. Sebuah bentuk sikap yang menunjukkan betapa pandangan nasionalisme dan kenegarawanan dapat mengalahkan segalanya, apakah itu politik kepentingan dan yang lainnya.

Saat ini, diakui atau tidak, kita sedang mengalami masalah bangsa yang begitu pelik. Kegaduhan politik pasca pemilu 2014 masih saja membawa imbas pada konstalasi politik yang tidak stabil. Keterbelahan DPR menjadi kubu Koalisi Indonesia Hebat dan Koalisi Merah Putih telah merasuki berbagai sendi-sendi Negara. Pada saat seperti inilah sejatinya kita membutuhkan ketegasan sikap kenegarawanan seperti Soekarno dari seorang presiden.

Soekarno mampu menjebol dinding-dinding polarisasi antara Islam dan sekuler dengan menawarkan Pancasila sebagai solusi tanpa diskriminatif kepada siapa pun. Semua golongan dirangkul dalam rangka memajukan bangsa kedepan yang lebih baik. Bukan sebaliknya, membela satu golongan dan menjatuhkan yang lain. Jika hal demikian yang dilakukan maka hampir dipastikan kita tidak dapat menikmati kemerdekaan hingga saat ini.

Keberanian Soekarno juga menunjukkan bahwa ia tidak pernah tanggung-tanggung dalam memutuskan sesuatusekalipun hal itu dapat berakibat buruk buat dirinya. Yang ada dalam benaknya adalah bagaimana agar kemerdekaan sebuah bangsa bisa segera tegak sehingga generasi dan anak cucunya nanti dapat menikmati kemerdekaan dan tidak ada lagi intimidasi dan penindasan dari penjajah.

Masalah yang tidak jauh berbeda, sejatinya juga kita alami saat ini. Kita sangat membutuhkan ketegasan seorang presiden dalam menyelesaikan kasus dugaan korupsi yang menyeret calon Kapolri, apakah presiden akan segera melantiknya atau membatalkannya. Jika presiden tetap melantik maka Presiden akan mengecewakan sebagian besar rakyat Indonesia yang memercayakannya dalam memegang tampuk kepemimpinan termasuk dalam menyelesaikan masalah bangsa terkait dengan korupsi. Sebaliknya, jika presiden tidak melantik Kapolri maka ia akan bersebrangan dengan elit politik partai pengusungnya. Disinilah Bapak Presiden, Bapak Jokowi Yang Terhormat akan mempertarukan dirinya antara seorang negarawan sejati atau seorang politisi.

Tidak cukup sampai disitu, imbas penetapan tersangka kepada Budi Gunawan sebagai calon Kapolri tunggal juga mengakibatkan konflik berkepanjangan antara KPK danPolri. Selama ini, KPK selalu mendapatkan serangan yang bertubi-tubi, entah dari kubu “partai pendukung” pencalonan BG atau dari pihak-pihak lain yang mencoba menambah kegaduhan politik bangsa ini semakin ramai. Pada saat kondisi bangsa demikian, kita juga belum melihat ketegasan seorang presiden dalam intervensi menyelesaikan masalah dimaksud.

Jangan Pernah Ragu.

“Jangan pernah menyediakan kuburan untuksebuah kebenaran, karena kebenaran tidak akan pernah mati”. Ungkapan tersebut mungkin tidak asing lagi dari telinga kita, apalagi buat mereka yang pernah menggeluti dunia aktivis ketika mahasiswa. Sekedar menguatkan statemen tersebut, Prof. Ahmad Syafi’e Ma’arif sering mengutip teori sejarahdengan mengatakan “jika yang kita lakukan adalah kebaikan dan kebenaran, maka suatu saat sejarah lah yang akan membuktikannya. Emas tidak akan pernah berubah menjadi lumpur, sekalipun di dalam lumpur yang sangat dalam dan hitam sekalipun”.

Seorang Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi sebuah negara, sangat dituntut ketegasannya dalam menenggakkan kebenaran sekalipun kadang dengan kebenaran itu akan merugikan dirinya atau partai pengusungnya. Presiden hendaknya juga menempatkan dirinya bukan pada salah golongan melainkan sebagai penganyom seluruh rakyat tanpa membedakan ras, sukubahkan pemilih atau bukan pemilihnya pada pemilu sebelumnya. Presiden juga bukan lagi petugas partai yang hanya mementingkan kepentingan golongan akan tetapi petugas dan pejabat Negara milik semua rakyat yang membutuhkannya.

Ketika seorang Presiden mampu menempatkan posisinya dengan baik sebagaimana dijelaskan di atas, maka mestinya presiden tidak perlu takut dan ragu dalam mengambil kebijakan, apakah kebijakan itu bernuansa populis ataupun tidak. Yang terpenting adalah melaksanakan amanah rakyat dengan sebaik-baiknya. Ungkapan itulah yang agaknya dimaksud oleh presiden Soekarno sebagai tunaikanlah tugasmu, kerjakanlah kewajibanmu tanpa menghitung-hitung apa akibanya.

Rakyat dan bangsa Indonesiasangat membutuhkan ketegasan presiden dalam ikut menyelesaikan kisruh pelantikan Kapolri yang terjerat korupsi. Rakyat juga menunggu keputusan tegas presiden atas konflik berkepanjangan dua lembaga negara yang sangat ditakuti rakyat, KPK dan Polri. Jangan sampai hal ini menjadi konflik cicak dan buaya jilid II yang mengaburkan yang benar dan membenarkan yang salah.

Presiden juga tidak perlu khawatir dimakzulkan hanya gara-gara membela kebenaran. Selama presiden berjalan pada rel kebenaran maka rakyat akan selalu berada di belakangnya. Bukankah kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat? Kepercayaan rakyat merupakan modal besar sebagai aset insani yang luar biasa. Presiden juga dipilih oleh rakyat, oleh sebab itu menjaga amanah rakyat adalah bagian dari tanggung jawab pemimpin yang mesti ditunaikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun