Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya lahir di desa Keputran 10 November 1947. Kedua orang tuanya merupakan habib dan syarifah yang memiliki nasab kepada Nabi Muhammad saw. Pendidikan pertama Habib Luthfi diterima dari ayahnya, Habib 'Ali Al-Ghalib. Habib Luthfi pernah mondok di pondok pesantren Roudlotul Mubtadiin Balekambang, Jepara, dan pondok pesantren Benda Kerep, Cirebon. Kemudian melanjutkan studi ke Indramayu, Purwokerto, dan Tegal.
Setelah itu ia melanjutkan ke Mekah, Madinah dan negara-negara lainnya. Ia menerima ilmu syariah, thariqah dan tashawuf dari ulama-ulama besar yang penguasaan ilmunya tidak diragukan lagi. Konon jumlah gurunya mencapai 150 orang. Di antara guru-gurunya adalah seorang ulama besar asal Lasem Rembang (Jateng), Mbah Kiai Ma'shum. Begitu pula dengan Habib Ali bin Husein Alattas dari Cikini (Jakarta) dan Habib Anis bin Alwi bin Ali Al-Habsyi dari Solo (Jateng).
Secara ideologi Habib Luthfi adalah seorang Ahli Sunnah Wal Jamaah, yakni Asy'ariyyah. Aliran tashawuf yang ia terapkan adalah tashawuf 'amali dan akhlaqi. Adapun dalam hal fiqih, ia mengikuti madzhab Syafi'i. Habib Luthfi juga mengambil tarekat Naqsyabandiyah, Syadziliyah, dan Tijaniyah. Dari sejumlah gurunya, ia mendapatkan ijazah sehingga bisa membaiat dan menjadi mursyid. Pada November 2020 Habib Luthfi mendapat gelar Doktor Honoris Causa Bidang Komunikasi Dakwah dan Sejarah Kebangsaan dari Universitas Negeri Semarang.
Di organisasi ia pernah menjabat sebagai Ra'is 'Am Jam'iyah Ahlu Thariqah Al-Mu'tabarah An-Nahdiyah. Ketua Umum MUI Jawa Tengah. Ketua Forum Sufi Internasional. Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Periode 2019-2024. Serta Pendiri dan Pembina Majelis Ta'lim Kanzus Sholawat Pekalongan, Jawa Tengah.
Kecintaan Habib Luthfi kepada musik dapat dilihat dari lagu-lagu karyanya selama ini. Ia tidak sekadar dapat memainkan alat musik, terutama piano, bahkan juga menciptakan lagu-lagu yang tidak asing, khususnya bagi para muridin yang tersebar di seantero nusantara bahkan dunia. Â Â Contohnya adalah lagu Padang Bulan dan Cinta Tanah Air. Melalui musik dan lagu, Habib Luthfi menanamkan 'Hubbul Wathan Minal Iman' dengan slogannya 'NKRI Harga Mati'.
Habib Luthfi dalam ceramahnya pernah berpendapat tidak melarang musik, selama tujuan memainkannya untuk kegiatan positif. Meski demikian, ia tetap mengingatkan bahwa mendengarkan maupun memainkan alat musik ada batasan-batasannya supaya tidak terjatuh ke dalam maksiat.
Habib Lutfi mengakui, memang ada pendapat para ulama yang mengharamkan soal mendengarkan maupun memainkan alat musik. Tapi dirinya berpesan kepada para pendakwah agar tidak sembarang menerjemahkan persoalan hukum musik tersebut. "Bilamana kita kurang tepat menerangkan soal musik akan menimbulkan kesalahpahaman. Bahkan mundurnya seniman-seniman kita yang berdakwah menggunakan jalur kesenian, musik, dan sebagainya," jelas Habib Luthfi.
Ia berharap generasi muda terus maju berkreasi di bidang kesenian, tanpa melupakan kewajibannya sebagai seorang muslim. "Kami tidak mengharapkan generasi muda ke depan mundur dibidang seni. Intinya, jangan sampai ketika kita memilih terjun ke dunia seni, kita sampai lupa pada kewajiban kita beribadah kepada Allah SWT dan Rasulullah," tuturnya.
Ia juga mengingatkan, agar para ustad dan ulama dalam berdakwah semestinya menghayati betul cara berdakwah Walisongo. Menurutnya, Walisongo tak serta-merta cuma berpedoman kepada Al-Quran dan sunnah Rasulullah. Mereka juga mempelajari betul kondisi sosiologis, antropologis, serta kultur masyarakat setempat. "Saya kagum kepada para Wali yang tidak frontal, tapi melakukan pendekatan sosiologi-antropologis, sehingga masyarakat, bahkan sampai raja, pun terpikat dan kemudian masuk Islam," tuturnya lagi.
Habib Luthfi adalah seorang pengagum musisi dan komposer asal Yunani, Yanni. "Bagi orang-orang yang senang musik, musik dari beliau (Yanni) ini memang sangat luar biasa," kata Habib Luthfi. Musik-musik yang dimainkan Yanni bersama orkestranya itu, lanjut Habib Luthfi, patut diapresiasi. "Saya mengagumi beliau, karena beliau adalah pembaharu di dunia musik yang bisa mengombinasikan berbagai jenis nuansa musik. Bisa mengambil dari Yunani, Timur Tengah, China dan lainnya, menjadi sesuatu yang luar biasa," jelas Habib Luthfi.
Bagi Habib Luthfi, orkestrasi dalam musik klasik mencerminkan nilai-nilai demokrasi yang amat luhur. "Di dalam orkestra musik klasik itu ada kebersamaan dalam keberagaman, berlangsung sebuah demokrasi yang harmonis. Para pemusik itu tahu kapan harus demo memainkan alatnya, kapan membiarkan yang lain tampil. Kalaupun terjadi improvisasi, karena dilakukan dengan sopan, tetap menghasilkan irama musik yang indah untuk didengarkan," kata Habib Luthfi.
Jadi, lanjut Habib Luthfi, kalau dalam kehidupan berdemokrasi sehari-hari para politikus bisa bersikap tidak saling mendorong, menjatuhkan, dan menjelekkan, akan dihasilkan suasana yang indah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H