Mohon tunggu...
Ahmad R Madani
Ahmad R Madani Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis lagu, buku, komik, dan skenario film. Alumni ponpes Jombang, Bogor, dan Madinah. Menikah dengan seorang dokter. Menulis fiksi, film, religi, dan kesehatan. Semua akan dijadikan buku. Terima kasih sudah mampir.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kisah Secangkir Kopi

2 Oktober 2024   13:39 Diperbarui: 2 Oktober 2024   13:43 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kedai kopi milik Bekti selalu ramai oleh pelanggan. Aroma biji kopi yang disangrai dan suara riuh pengunjung menciptakan suasana hangat. Namun, pada suatu sore, kejadian tak terduga terjadi. Saat melayani, seorang pelayan muda bernama Imron tak sengaja menumpahkan kopi panas ke pelanggan yang duduk di meja.

Suara gemerisik cangkir terjatuh membuat suasana hening sejenak. Pelanggan itu, seorang pria paruh baya, langsung berdiri dengan wajah merah padam. "Hei! Apa ini? Kau harus bertanggung jawab! Pecat pelayan ini!" teriaknya dengan nada marah.

Semua mata di kedai tertuju pada Bekti. Merasakan ketegangan, Bekti melangkah maju. "Maafkan kami, Pak. Ini adalah kesalahan Imron. Saya minta maaf atas ketidaknyamanan ini. Untuk mengganti kopi yang tumpah, saya akan menggratiskan kopi Anda hari ini."

Akhirnya, pelanggan itu mengangguk meski masih tampak kesal. Bekti kembali ke meja, memberi secangkir kopi gratis kepada pria itu. Ketika semua kembali beraktivitas, beberapa pelanggan mulai membicarakan kejadian tersebut.

Imron mendekati Bekti dengan rasa syukur yang mendalam. "Terima kasih, Pak. Saya tidak tahu bagaimana harus menghadapi situasi tadi. Anda sangat baik."

Bekti tersenyum. "Imron, semua orang bisa melakukan kesalahan. Yang terpenting adalah bagaimana kita menghadapinya."

Keesokan harinya, suasana di kedai kembali normal. Namun, ada yang berbeda. Seorang pelanggan baru datang dan langsung menghampiri Bekti. "Selamat pagi, saya Nino. Saya wartawan," katanya dengan ramah.

Bekti terkejut, tetapi tetap bersikap sopan. "Selamat pagi, Nino. Ada yang bisa saya bantu?"

Nino tersenyum. "Kemarin saya menyaksikan kejadian di sini. Saya terkesan dengan cara Anda menangani situasi yang sulit itu."

Bekti merasa sedikit cemas. "Oh, terima kasih. Itu hanya hal yang seharusnya dilakukan."

Nino mengangguk. "Saya ingin menulis tentang kedai kopi Anda. Tentang bagaimana Anda mengelola bisnis ini dengan baik meskipun menghadapi tantangan. Ini adalah kisah yang bisa menginspirasi banyak orang."

Bekti merasa lega dan terkejut sekaligus. "Benarkah? Saya hanya melakukan yang terbaik untuk pelanggan dan karyawan saya."

Nino mengeluarkan notebook dan mulai mencatat. "Cerita Anda sangat menarik, dan saya yakin banyak orang akan menghargainya. Boleh saya tanya lebih lanjut tentang perjalanan Anda dan kedai ini?"

Bekti mulai bercerita. Ia lahir dalam keluarga sederhana. Ayahnya seorang petani, dan ibunya bekerja sebagai penjahit. Sejak kecil, Bekti belajar keras. Setelah lulus sekolah, ia memutuskan untuk pergi ke kota untuk mencari pekerjaan yang lebih baik. Namun, hal itu tidak mudah. Ia pernah menjadi pengantar barang, penjaga toko, bahkan pelayan di berbagai restoran, sebelum akhirnya mendapatkan keberanian untuk membuka kedai sendiri.

"Setiap malam, aku sering pulang larut dengan tubuh lelah. Tak jarang, aku merasa putus asa. Namun, aku selalu ingat bahwa tidak ada yang instan dalam hidup. Setiap kesuksesan ada harganya," Bekti menjelaskan dengan penuh semangat.

"Bagaimana Anda melihat sebuah kesuksesan?" tanya Nino penasaran.

Bekti tersenyum tipis. "Orang hanya melihat hasil, bukan prosesnya. Di balik semua ini, ada ratusan cangkir kopi yang gagal, banyak malam tanpa tidur, dan keinginan yang tidak pernah padam. Setiap orang bisa jatuh, tetapi yang membedakan adalah seberapa cepat kita bangkit kembali. Kesalahan adalah bagian dari perjalanan, bukan akhir dari segalanya."

Setelah wawancara, Nino beranjak pergi dengan senyuman. "Saya akan menghubungi Anda ketika artikel ini terbit. Terima kasih telah meluangkan waktu."

Keesokan harinya, berita tentang kedai kopi Bekti muncul di halaman depan sebuah surat kabar lokal. Dalam artikel yang mengulas perjalanan Bekti menuju kesuksesan, Nino juga menyoroti sikap Bekti yang bijaksana saat menghadapi situasi sulit dan keberaniannya dalam mendukung karyawannya.

Pembaca di seluruh desa mulai membicarakan kedai kopi Bekti. Dalam waktu singkat, pelanggan berdatangan untuk merasakan kopi yang mereka dengar begitu banyak hal tentangnya. Mereka ingin melihat langsung sosok yang berani berdiri di balik setiap cangkir kopi yang disajikan.

Bekti tersenyum membaca artikel tersebut, merasa bangga dengan apa yang telah ia capai. Ia tahu, setiap tetes kopi yang dituangkan adalah hasil dari kerja keras dan keberanian untuk bangkit dari kesalahan.

TAMAT

"Tidak ada rahasia untuk sukses. Itu adalah hasil dari persiapan, kerja keras, dan belajar dari kegagalan." - Colin Powell

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun