Mohon tunggu...
Ahmad R Madani
Ahmad R Madani Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis lagu, buku, komik, dan skenario film. Alumni ponpes Jombang, Bogor, dan Madinah. Menikah dengan seorang dokter. Menulis fiksi, film, religi, dan kesehatan. Semua akan dijadikan buku. Terima kasih sudah mampir.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pelajaran Seumur Hidup

28 September 2024   12:47 Diperbarui: 28 September 2024   12:51 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ira dan Jaka adalah pasangan yang selalu terlihat harmonis. Namun, satu malam, perdebatan kecil berubah menjadi ribut besar. Emosi meledak, dan Ira, dalam kemarahan, memutuskan untuk pergi. Dia melangkah keluar rumah, naik bis dengan harapan menjauh dari segala yang menyakitkan.

Di dalam bis, ia merasa lelah. Air mata mengalir di pipinya, membasahi wajahnya yang penuh kesedihan. Tak lama, rasa lelah menyelimutinya, dan ia pun tertidur.

Saat Ira terbangun, segalanya tampak berbeda. Di luar, pemandangan berkilauan dengan cahaya lembut yang tak biasa. Pepohonan tampak lebih hijau, dan bunga-bunga mekar dengan warna-warna cerah yang tak pernah ia lihat sebelumnya. Namun, suasana di dalam bis itu terasa aneh. Para penumpang duduk diam, seperti terikat dalam keheningan yang misterius.

Di ujung bangku, sepasang kakek nenek duduk bersebelahan. Mereka tersenyum ramah, seolah tahu isi hati Ira yang sedang terluka. Dengan ragu, Ira mendekati mereka.

"Kenapa kalian tersenyum?" tanya Ira, suaranya bergetar.

"Kami hanya ingin membagikan sedikit kebahagiaan," kata kakek. "Setiap orang memiliki jalan masing-masing. Namun, ingatlah, kebahagiaan itu bisa ditemukan bahkan di tengah kesedihan."

Ira mengangguk, merasakan kehangatan dari kata-kata mereka. "Tapi, saya merasa sudah melakukan kesalahan besar. Saya pergi dari rumah, dari suami saya..."

Nenek mengulurkan tangan, menggenggam erat tangan Ira. "Setiap hubungan pasti ada pasang surutnya. Terkadang, kita perlu menjauh sejenak untuk memahami apa yang sebenarnya kita inginkan."

Mereka berbincang panjang, Ira menceritakan keraguannya, ketakutannya, dan semua yang membuatnya pergi. Kakek nenek itu mendengarkan dengan penuh perhatian, memberi nasihat yang membuat hati Ira tenang. Dia merasakan semacam kedamaian yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Setelah beberapa saat, bis berhenti. Kakek nenek dan penumpang lainnya berdiri untuk turun. "Ingat, nak," kakek berkata sambil tersenyum, "cinta butuh usaha. Jangan biarkan jarak membuatmu semakin jauh."

Ira hanya bisa mengangguk, mengucapkan selamat tinggal. Ketika semuanya pergi, suasana bis kembali sunyi. Tak lama, rasa kantuk kembali menyergapnya, dan ia pun tertidur lagi.

Ketika dibangunkan oleh kondektur, bis sudah berhenti di dekat rumahnya. Ira mengucek matanya, bingung. Rasanya baru saja ia menutup mata. Ia melangkah keluar, merasakan angin sejuk yang menerpa wajahnya.

Setibanya di rumah, ia melihat Jaka berdiri di depan pintu, wajahnya tampak cemas dan penuh harapan. "Ira..." suara Jaka bergetar, dan begitu melihatnya, dia langsung memeluknya erat. "Aku kangen."

Ira merasakan haru meluap di dadanya. "Aku juga, maafkan aku... untuk semuanya." Mereka saling meminta maaf, memulai langkah baru dengan hati yang lebih lapang.

Ketika sedang beberes, Ira menemukan sebuah kotak tua yang penuh kenangan. Di dalamnya, ia mendapati foto sepasang kakek nenek. Ia tertegun saat menyadari bahwa itu adalah potret kakek dan nenek itu, yang memberikan nasihat di dalam bis.

"Jaka, lihat ini!" Ira menunjuk foto itu dengan tangan bergetar. Jaka mendekat, matanya membelalak saat mengenali sosok dalam foto.

"Itu... kakek dan nenekku. Mereka sudah almarhum beberapa tahun yang lalu," kata Jaka.

Ira mengingat senyuman dan kebijaksanaan yang diberikan oleh kakek nenek dalam perjalanan. "Mereka... mereka seperti hadir untuk mengingatkanku tentang pentingnya cinta dan pengertian."

Jaka memeluk Ira lagi, kali ini dengan lebih erat. "Mereka pasti ingin kita bahagia. Mari kita jaga cinta ini, tidak peduli seberapa sulitnya."

Ira mengangguk, merasakan harapan baru mengalir dalam dirinya. Ia tahu, perjalanan dalam hidup tidak selalu mudah, tetapi bersama, mereka bisa melalui semuanya.

Saat matahari tenggelam di ufuk barat, menyisakan cahaya lembut yang menerangi rumah mereka, Ira tersenyum. Mungkin, hanya sebuah perjalanan bis, tetapi pelajaran yang didapatkan seumur hidup.

TAMAT

"Kehebatan seorang istri baru terbukti ketika ia sedang pergi." - Prie GS

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun