Ira hanya bisa mengangguk, mengucapkan selamat tinggal. Ketika semuanya pergi, suasana bis kembali sunyi. Tak lama, rasa kantuk kembali menyergapnya, dan ia pun tertidur lagi.
Ketika dibangunkan oleh kondektur, bis sudah berhenti di dekat rumahnya. Ira mengucek matanya, bingung. Rasanya baru saja ia menutup mata. Ia melangkah keluar, merasakan angin sejuk yang menerpa wajahnya.
Setibanya di rumah, ia melihat Jaka berdiri di depan pintu, wajahnya tampak cemas dan penuh harapan. "Ira..." suara Jaka bergetar, dan begitu melihatnya, dia langsung memeluknya erat. "Aku kangen."
Ira merasakan haru meluap di dadanya. "Aku juga, maafkan aku... untuk semuanya." Mereka saling meminta maaf, memulai langkah baru dengan hati yang lebih lapang.
Ketika sedang beberes, Ira menemukan sebuah kotak tua yang penuh kenangan. Di dalamnya, ia mendapati foto sepasang kakek nenek. Ia tertegun saat menyadari bahwa itu adalah potret kakek dan nenek itu, yang memberikan nasihat di dalam bis.
"Jaka, lihat ini!" Ira menunjuk foto itu dengan tangan bergetar. Jaka mendekat, matanya membelalak saat mengenali sosok dalam foto.
"Itu... kakek dan nenekku. Mereka sudah almarhum beberapa tahun yang lalu," kata Jaka.
Ira mengingat senyuman dan kebijaksanaan yang diberikan oleh kakek nenek dalam perjalanan. "Mereka... mereka seperti hadir untuk mengingatkanku tentang pentingnya cinta dan pengertian."
Jaka memeluk Ira lagi, kali ini dengan lebih erat. "Mereka pasti ingin kita bahagia. Mari kita jaga cinta ini, tidak peduli seberapa sulitnya."
Ira mengangguk, merasakan harapan baru mengalir dalam dirinya. Ia tahu, perjalanan dalam hidup tidak selalu mudah, tetapi bersama, mereka bisa melalui semuanya.
Saat matahari tenggelam di ufuk barat, menyisakan cahaya lembut yang menerangi rumah mereka, Ira tersenyum. Mungkin, hanya sebuah perjalanan bis, tetapi pelajaran yang didapatkan seumur hidup.