Tiba-tiba, dia menyadari: pelaku bukan hanya seorang pembunuh, tetapi juga orang yang berjuang melawan kebencian dan rasa sakit. "Mereka tidak mati sia-sia," dia berkata pada suara-suara itu. "Saya akan membawa kebenaran kepada dunia."
Dengan keberanian baru, Gisel menelusuri setiap sudut kamar. Di atas meja, dia menemukan sebuah buku catatan. Seakan dipenuhi rahasia, buku itu berisi tulisan tangan sang ayah---catatan harian yang mencerminkan ketegangan dalam keluarga. "Dia tidak boleh tahu," tulisnya tentang pamannya. "Saya harus melindungi mereka."
Gisel merasa jantungnya bergetar. Dengan catatan ini, dia bisa membuka jalan menuju kebenaran. Suara-suara kembali berbisik, memberikan dorongan terakhir. "Kamu bisa melakukannya," mereka berkata, seakan menjadi penguat semangatnya.
Setelah mengumpulkan bukti, Gisel turun kembali ke ruang tamu. Suara-suara mulai memudar, tetapi bayangan mereka masih menghantui langkahnya. "Terima kasih," ia berbisik. "Saya akan membuat semua ini terungkap."
Setelah beberapa hari penyelidikan lebih lanjut, Gisel akhirnya menemukan keberanian untuk melaporkan semuanya. Dengan catatan ayah dan bukti yang dia kumpulkan, polisi berhasil menangkap paman yang menjadi pelaku. Dia adalah sosok yang selama ini terabaikan, terjebak dalam kemarahan dan dendam yang menggerogoti jiwanya.
Ketika kasus ini terungkap, Gisel kembali ke rumah itu. Sekarang sepi, tetapi tidak kosong. Dia merasakan kehadiran para korban, seolah mereka memberikan restu. Suara mereka kini tenang, dan Gisel merasa beban di pundaknya mulai menghilang.
Mereka mungkin telah pergi, tetapi kisah mereka tidak akan terlupakan. Dengan langkah mantap, Gisel meninggalkan rumah itu, bertekad untuk terus mencari kebenaran demi mereka yang tak bisa berbicara lagi.
TAMAT
"Bayangkan ketika kamu kembali bersatu dengan keluargamu di surga. Itulah definisi sebuah kesuksesan." - Dr. Bilal Philips