Kemudian, dengan segenap tekad, Ola menggerakkan tangannya. Perlahan, tapi pasti. Tidak ada yang mengarahkannya kali ini. Tidak ada yang memberitahunya bagaimana cara bergerak. Itu adalah pilihannya. Untuk pertama kalinya, dia merasa merdeka. Dan dalam momen itu, dia menyadari satu hal penting; dia bukan boneka yang bisa dipermainkan, bukan hiasan yang hanya ada untuk dilihat. Dia memiliki jiwa, perasaan, dan keinginan sendiri.
Dia tidak lagi merasa takut akan cemoohan, tidak peduli lagi pada cacian tentang betapa jelek dia sekarang. Dalam dirinya, dia menyadari bahwa kecantikannya tidak tergantung pada apa yang orang lain pikirkan. Dia lebih dari sekadar penampilan, lebih dari sekadar boneka yang harus dipoles dan dirapikan. "Aku bukan mainan," pikirnya dalam hati. "Aku punya keinginan sendiri, jiwa yang hidup, dan aku bisa menentukan jalanku sendiri."
Dan dengan kesadaran itu, Ola berdiri. Bukan lagi sebagai boneka lusuh yang menunggu pujian, tetapi sebagai seorang perempuan dengan wujud dan jiwa nyata, yang berhak menentukan hidupnya sendiri. Setiap keputusan yang dia buat adalah cerminan dari siapa dia sebenarnya, bukan apa yang orang lain inginkan darinya.
Untuk pertama kalinya, Ola memilih jalannya sendiri, meninggalkan segala tuntutan yang pernah membelenggunya. Dan dengan itu, dia tahu bahwa hidupnya tidak lagi sekadar dipermainkan oleh orang lain, melainkan benar-benar miliknya.
TAMAT
"Saya tidak bisa memikirkan representasi kecantikan yang lebih baik daripada seseorang yang tidak takut menjadi dirinya sendiri." - Emma Stone
NOTE: Cerpen ini hasil kolaborasi aku dan putriku, Sasha Q.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI