Keesokan harinya, Aril menantang dirinya sendiri. Ia melihat sekelompok anak yang biasa membuli dirinya, kini melangkah dengan ketegasan yang baru. "Berhenti!" teriaknya, suara yang menggetarkan dirinya sendiri. "Aku tidak akan membiarkan kalian menghinaku lagi!"
Kejutan melanda wajah-wajah anak itu. Aril, yang dulu selalu takut, kini berdiri tegak dengan keberanian yang menyalakan keberanian mereka. Dalam hening yang menegangkan, ia merasakan jantungnya berdetak lebih cepat, tetapi tidak lagi karena takut.
Mata mereka melebar, seakan melihat Aril untuk pertama kalinya. Dalam sekejap, ketakutan mereka menggantikan ejekan yang biasa. Sejak saat itu, Aril bukan lagi anak yang dijadikan bulan-bulanan. Ia telah menembus batas ketakutannya, dan keberanian yang terlahir dalam dirinya kini menjadikannya sosok yang disegani.
Anak-anak mulai mendekatinya, ingin berteman. Rasa sepi yang menyelimuti Aril kini sirna, digantikan oleh kehangatan persahabatan yang baru. Ia merasa, untuk pertama kalinya, ia memiliki tempat di dunia ini. Setiap kali keraguan muncul, ia mengingat jagoan dalam film perang itu, bisikan keberanian menuntunnya.
"Beranilah," ucap Aril pada dirinya sendiri. Ia telah belajar bahwa keberanian bukan berarti tak merasa takut, melainkan kemampuan untuk melawan ketakutan itu. Kini, Aril bukan lagi sekadar bayangan, melainkan sosok yang memancarkan cahaya---berani, percaya diri, dan siap menghadapi setiap tantangan yang datang.
Sejak saat itu, Aril berjalan dengan kepala tegak, menjelajahi jalan hidupnya dengan semangat yang baru. Ia tahu, meskipun dulunya ia dianggap pecundang, kini ia adalah pemenang dalam ceritanya sendiri.
TAMAT
"Berani menegakkan keadilan, walaupun mengenai diri sendiri, adalah puncak segala keberanian." - Buya Hamka
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H