Mohon tunggu...
Ahmad R Madani
Ahmad R Madani Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis lagu, buku, komik, dan skenario film. Alumni ponpes Jombang, Bogor, dan Madinah. Menikah dengan seorang dokter. Menulis fiksi, film, religi, dan kesehatan. Semua akan dijadikan buku. Terima kasih sudah mampir.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tentang Kehilangan dan Harapan

23 September 2024   15:14 Diperbarui: 23 September 2024   15:19 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jamal terbangun dari tidur siangnya yang nyenyak di dalam angkotnya, terkejut oleh suara gedoran di jendela. Seorang wanita dengan wajah pucat dan mata penuh kepanikan berdiri di luar, nafasnya tersengal-sengal saat ia meminta tolong. "Bayi! Tolong, ada bayi yang kecelakaan! Segera ke rumah sakit!" serunya, suaranya bergetar penuh rasa cemas.

Tanpa berpikir panjang, Jamal segera menyalakan mesin dan membawa wanita itu. Hatinya berdebar. Jalanan yang biasanya ramai kini seolah melambat, dan detak jam seakan terhenti. Ia mengemudikan angkot dengan kecepatan tinggi, berusaha menembus rasa panik yang menggerogoti.

Setibanya di lokasi, Jamal segera melompat keluar. Mereka disambut pemandangan mengejutkan: sebuah sedan menabrak dinding dengan api yang mulai menjilat-jilat di bagian depan mobil. Jamal melongok melalui jendela, matanya mencari-cari. Namun, yang ia temui bukanlah bayi, melainkan seorang wanita hamil terjepit di kursi pengemudi. Separuh wajahnya tertutup oleh darahnya, akibat benturan yang sangat keras. Wanita itu tak sadarkan diri.

Sejumlah warga yang melihat kejadian itu mulai berkumpul, beberapa di antaranya ikut berusaha membuka pintu mobil yang terjepit. Dengan sekuat tenaga, Jamal mendobrak pintu yang sudah penyok, membantu mereka mengeluarkan wanita itu.

"Ayo! Segera ke angkot!" teriak Jamal. Dengan bantuan warga lain, mereka berhasil mengangkat wanita hamil itu dan membawanya masuk ke dalam angkot. Dalam kekalutan itu Jamal sempat mencari wanita yang tadi minta tolong padanya. Namun, wanita itu sudah menghilang di antara kerumunan. Jamal memutuskan untuk segera ke rumah sakit. Di dalam angkot, wanita hamil itu terkulai lemah, nafasnya tersengal. Kondisinya benar-benar kritis. Jamal berusaha menenangkan dirinya, berdoa dalam hati agar semuanya baik-baik saja.

Setibanya di rumah sakit, Jamal melompat keluar dan berteriak meminta bantuan. "Cepat! Wanita hamil, dia butuh pertolongan!" Sejumlah tenaga medis berlari mendekat, segera mengambil alih dan membawa wanita itu masuk ke ruang gawat darurat. Jamal berdiri di luar, jantungnya berdebar kencang. Dia berdoa lagi, lebih banyak, lebih khusyuk.

Setelah beberapa waktu yang terasa seperti selamanya, seorang dokter keluar dengan raut wajah serius. "Kami sudah berusaha," katanya pelan. "Ibu dan bayinya dalam keadaan kritis. Kami berhasil menyelamatkan bayinya, tapi..."

Jamal terdiam. Suara dokter bergetar dalam kepalanya. "Tapi ibunya tidak selamat."

Kata-kata itu menggantung di udara, mengiris perasaan Jamal. Kenapa? Kenapa tidak ada yang bisa dilakukan? Dia hanya mengangguk, tidak tahu harus berbuat apa. Semua kejadian tadi terasa begitu cepat, tapi dampaknya begitu mendalam.

Malam itu, di sudut ruangan rumah sakit, Jamal duduk terpekur. Bayi yang baru lahir berada dalam inkubator, terbungkus selimut hangat. "Maafkan aku," bisiknya pelan, menatap bayi yang tak berdosa. "Aku sudah berusaha. Tapi kau masih memiliki harapan."

Di luar, hujan mulai turun, suara rintikannya menggema dalam kesunyian hatinya. Tak jauh dari situ, seorang perawat menghampiri dan menjelaskan bahwa bayi itu akan dirawat dengan baik. Jamal merasakan haru yang mendalam. Meski rasa bersalah melanda, ada secercah harapan yang muncul. Dia menyadari bahwa meski tak ada yang bisa dilakukan untuk wanita itu, setidaknya ada masa depan untuk bayinya.

Di tengah kegembiraan yang dibalut kesedihan, perawat itu berkata, "Mari, ada sesuatu yang ingin saya tunjukkan." Tanpa banyak berpikir, Jamal mengikuti perawat itu. Mereka melewati lorong-lorong rumah sakit hingga sampai di kamar jenazah.

Perawat membuka pintu dan mereka masuk ke dalam. Jamal terhenti. Di depannya, tergeletak sosok wanita yang ia tolong, masih mengenakan gaun yang sama. Wajahnya tampak tenang, seolah sedang tidur. Namun, keheningan yang menyelimuti ruangan itu mengisyaratkan hal yang berbeda. Ternyata, wanita hamil yang ia bantu dan wanita yang berteriak minta tolong adalah orang yang sama! Segala yang terjadi, dari awal hingga akhir, terjalin dalam benang takdir yang rumit.

"Dia sudah berkorban untuk menyelamatkan bayinya," kata perawat itu lembut. "Kau telah melakukan hal yang benar dengan membawanya ke sini."

Di luar, hujan masih turun dengan lembut, seolah menyesali kehilangan dan memberi harapan baru, mengingatkan Jamal bahwa meski hidup penuh duka, selalu ada pelangi setelah badai, dan cinta yang tulus akan selalu menemukan jalannya.

TAMAT

"Kematianlah yang memberikan kehidupan dengan segala maknanya." - M. Scott Peck

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun