Mohon tunggu...
Ahmad R Madani
Ahmad R Madani Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis lagu, buku, komik, dan skenario film. Alumni ponpes Jombang, Bogor, dan Madinah. Menikah dengan seorang dokter. Menulis fiksi, film, religi, dan kesehatan. Semua akan dijadikan buku. Terima kasih sudah mampir.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sayap Peri

23 September 2024   07:12 Diperbarui: 23 September 2024   07:17 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
freepik.com/freepik

Di sebuah desa kecil yang dikelilingi pepohonan rimbun, tinggal seorang gadis cilik bernama Prilly. Hari ulang tahunnya yang kesepuluh adalah hari yang paling dinantinya. Ia tidak sabar menunggu kejutan dari neneknya yang ia sapa Oma, yang selalu berhasil membuatnya merasa istimewa. Pagi itu, saat Prilly membuka hadiah dari Oma, matanya berbinar-binar melihat sepasang sayap peri yang berkilauan.

"Ini sayap peri, Prilly! Jika kau memakainya, kau bisa terbang," kata Oma sambil tersenyum lebar, matanya memancar penuh kasih sayang.

Prilly tidak bisa menahan kegembiraannya. Setelah mengenakan sayap tersebut, Oma menggendongnya dan mulai bergerak seolah mereka sedang terbang. Prilly tertawa bahagia, merasakan angin di wajahnya. Rasanya dunia ini milik mereka berdua, penuh keajaiban.

Namun, keajaiban itu tak bertahan lama. Seminggu kemudian, Prilly terbangun dengan kabar yang merobek hatinya. Oma telah meninggalkan dunia ini, pergi ke tempat yang paling indah. "Jangan nangis lagi, sayang. Oma sudah tenang di surga," ucap ibunya dengan suara lembut, berusaha menenangkan putrinya.

Prilly menatap sayap perinya, merasakan kesedihan yang mendalam. "Aku akan menyusul Oma," gumamnya pelan. Ibunya, berusaha memberikan pengertian, berkata bahwa itu tidak mungkin. "Sayap peri itu hanya mainan, Nak."

Namun, di dalam hati kecil Prilly, sayap itu adalah simbol harapan. Ia percaya, suatu saat, ia akan terbang dan menyusul Oma ke surga.

Hari-hari berlalu, dan Prilly terus mengenakan sayap peri itu. Suatu malam, saat bulan bersinar terang dan bintang-bintang berkelap-kelip di langit, Prilly merasa panggilan dari dalam hatinya. Ia pergi ke balkon, mengenakan sayap perinya, dan berdiri di tepi.

"Aku akan terbang," ujarnya dengan penuh keyakinan. Ia membayangkan wajah Oma yang ceria, seolah neneknya sedang menunggu di sana. Tak ada rasa takut yang menghalangi, hanya keyakinan bahwa ia bisa menyusul Oma.

Ibunya, yang melihat Prilly berdiri di bibir balkon, langsung panik. "Prilly! Turun! Jangan dekat-dekat tepi itu!" teriaknya, suaranya penuh kekhawatiran. Namun Prilly tidak mendengarkan. Dengan senyum lebar, ia melompat.

"Prilly, jangan!" jeritan ibunya terhenti di tenggorokan.

Tapi alih-alih jatuh, Prilly merasakan tubuhnya melayang. Ia berputar-putar di udara, tertawa bahagia. "Aku terbang, Oma! Aku terbang!" suaranya menggema di malam yang sunyi. Angin membawanya melayang tinggi, melintasi atap-atap rumah, mendekati bintang-bintang.

Ibunya melongo, tidak percaya apa yang dilihatnya. Seolah dunia ini terbalik. "Prilly!" teriaknya, matanya lebar karena ketakutan dan kebingungan. Namun, Prilly merasa bebas. Ia merasakan sayap peri itu bergetar, seolah membawanya lebih tinggi, lebih dekat dengan surga.

Di langit malam, Prilly melihat cahaya bintang yang bersinar cerah. Dalam imajinasinya, ia melihat Oma melambai padanya. "Aku datang, Oma!" teriaknya, suara penuh kegembiraan. Rasa kesedihan yang menempel di hatinya seakan lenyap. Ia merasa Oma ada di sampingnya, menemaninya dalam perjalanan ini.

Namun, seiring waktu berlalu, Prilly merasakan tarikan gravitasi. Ia mulai jatuh, tak bisa melawan hukum alam. Prilly jatuh tepat di pelukan ibunya. Prilly jadi teringat ketika Oma menggendongnya dan menerbangkannya sambil tertawa. Ia masih merasa terbang.

"Aku... terbang, Bu. Aku melihat Oma," katanya setengah berteriak. Dalam pikirannya, ia masih merasakan pelukan hangat Oma, kehadiran neneknya yang takkan pernah pergi sepenuhnya.

Setelah kejadian itu, ibunya berusaha menjelaskan pentingnya menjaga keselamatan, dan Prilly berjanji tidak akan mengulangi lagi. Namun, di malam-malam sunyi, saat bulan bersinar terang, Prilly sering menghabiskan waktu mengenang Oma. Sayap perinya menjadi simbol harapan dan cinta yang abadi.

Suatu malam, saat Prilly duduk di halaman rumah dengan sayap perinya di sampingnya, ia menatap bintang-bintang. "Selamat malam, Oma," katanya pelan. Di dalam hatinya, ia tahu bahwa meski Oma telah pergi, cinta mereka akan selalu terbang bersama, menembus batas waktu dan ruang. "Sampai berjumpa nanti di surga."

Prilly tersenyum. Mungkin sayap peri itu memang mainan, tetapi kenangan dan cinta dari Oma adalah sayap sejati yang akan selalu membawanya terbang ke surga.

TAMAT

"Kepakkan sayapmu dan terbang. Kamu layak menjadi juara." - Andy Dwyer

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun