Ia membalik halaman kedua. Kosong lagi. Setiap halaman dalam buku itu kosong. Tidak ada satu kata pun!
Kebingungan melanda Ferdi. Bagaimana mungkin buku kehidupan yang dijanjikan itu tidak berisi apa-apa? Perasaan kecewa melintas di dadanya. Ia bergegas kembali ke sisi ayahnya, berharap mendapat penjelasan.
Namun, ketika ia sampai di kamar ayahnya, Hasbi telah pergi. Ayahnya telah menghembuskan napas terakhir, dengan senyum tipis di wajahnya. Tak ada kata terakhir, tak ada jawaban atas pertanyaannya.
Malam itu, Ferdi tertidur dengan pikiran berkecamuk. Di tengah tidur lelapnya, ia bermimpi bertemu dengan Hasbi. Dalam mimpinya, ayahnya tampak lebih muda, dengan mata bersinar seperti dulu. Hasbi menatap Ferdi dengan tatapan penuh kasih.
"Buku kehidupan itu tidak kosong, Ferdi," ucap Hasbi lembut.
"Tapi, Ayah... semua halamannya kosong. Aku sudah membaca semua buku di perpustakaan, tapi aku masih tidak mengerti. Apa maknanya?" tanya Ferdi.
Hasbi tersenyum. "Buku kehidupan yang sebenarnya adalah dirimu sendiri. Setiap buku yang telah kau baca selama ini telah mengisi halaman-halaman kosong dalam hidupmu. Kau telah membacanya, mempelajarinya, dan sekarang kau siap menulis kisahmu sendiri."
Ferdi tersenyum dalam mimpinya. Ia kini mengerti. Hidup bukan tentang menemukan jawaban di halaman-halaman buku orang lain, melainkan tentang menulis kisah hidup sendiri, dengan segala pelajaran yang telah ia serap.
Ketika terbangun keesokan harinya, Ferdi merasakan ketenangan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Dengan segala yang telah ia pelajari, Ferdi merasa siap mengarungi hidup tanpa rasa takut.
TAMAT
"Buku jadi salah satu sumber energi dan kebebasan bagi mereka yang haus akan ilmu pengetahuan." -- Bung Hatta