Tiba-tiba, ingatan itu datang---kilasan kecelakaan di jalan raya, mobilnya terguling setelah tabrakan keras. Rasa sakit yang membakar, kemudian semuanya menjadi gelap. Dadanya mulai sesak, dan napasnya tersengal. Keringat dingin membasahi keningnya. Bagaimana mungkin dia bisa lupa? Kecelakaan itu... seharusnya dia mati di sana.
Candra jatuh berlutut di tengah jalan, merasa seluruh tubuhnya gemetar. Kampung ini... bukan kampungnya. Ini hanya bayangan, tempat di antara dunia dan kematian. Ia mengerti sekarang. Ia tidak pulang. Ia tidak pernah benar-benar pulang.
Ibunya keluar dari rumah, wajahnya penuh ketenangan yang aneh. "Candra, Nak, ini adalah rumah sekarang. Tak ada yang perlu ditakutkan lagi," ucap ibunya lembut. Candra menggeleng, menahan air mata. "Ibu... aku sudah mati, ya?"
Ibunya tersenyum, menyentuh pipinya dengan lembut. "Ya, Nak. Kita semua sudah mati. Tapi, di sini kita bersama, selalu bersama."
Langit mulai berubah kelabu, warna senja yang hangat berangsur-angsur pudar, seiring dengan kenyataan yang semakin jelas di benak Candra. Dia sudah pulang---bukan ke tempat yang dia pikirkan, tapi ke rumah yang sejati, di mana waktu berhenti dan segala beban dunia hilang.
TAMAT
"Jika kamu tahu kamu akan pulang, perjalanannya tidak pernah terlalu sulit." - Angela Wood
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H