Mohon tunggu...
Ahmad R Madani
Ahmad R Madani Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis lagu, buku, komik, dan skenario film. Nominator AMI Awards 2015. 3 bukunya terbit di Gramedia. Penulis cerita di comicone.id. Sudah menulis 3 skenario film. Tumbal: The Ritual (2018), Jin Khodam (2023), Kamu Harus Mati (coming soon).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hal-Hal Kecil

14 September 2024   10:22 Diperbarui: 14 September 2024   10:25 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Damar tersenyum. Meski tak sepenuhnya mengerti, kata-kata pria itu memberinya rasa nyaman. Mereka berdua lalu bermain bersama di playground---pria dewasa itu berayun pelan, sementara Damar tertawa lepas di sebelahnya, seolah rasa kesepiannya perlahan-lahan menghilang.

Waktu berlalu, dan hari-hari di playground menjadi kenangan yang tersimpan jauh di benak Damar. Ia tumbuh dewasa, menjalani hidup dengan tekad yang tak pernah padam. Nasihat dari pria di masa kecilnya terus bergaung dalam benaknya, memberinya kekuatan di saat-saat sulit.

Damar menjalani pendidikan dengan semangat, dan di usia muda, ia mencapai banyak kesuksesan. Kariernya cemerlang, ia menjadi pengusaha yang disegani, sosok yang dihormati di banyak kalangan.

Suatu sore yang lain, bertahun-tahun kemudian, Damar kembali ke playground yang dulu. Meski sudah jarang ke sana, ia masih suka menikmati suasana taman, melihat anak-anak bermain dan mengingat masa kecilnya.

Namun hari itu, sesuatu yang tak biasa terjadi. Di sudut playground, ada seorang anak kecil yang duduk sendirian di atas ayunan---sama seperti dirinya dulu. Anak itu tampak kesepian, memandangi anak-anak lain yang berlarian sambil tertawa. Sesuatu dalam hati Damar tersentuh. Ia mengenali rasa kesepian yang pernah ia rasakan.

Damar tersenyum dan mendekati anak itu. Ia duduk di ayunan di sebelahnya, persis seperti yang dilakukan pria dewasa dulu kepadanya. "Kenapa kamu duduk sendirian?" tanya Damar lembut.

Anak itu menoleh dengan mata yang penuh kebingungan, seolah tak menyangka ada orang dewasa yang mendekatinya. "Gak ada yang mau main sama aku," jawab anak itu lirih.

Damar merasa deja vu yang aneh. Kata-kata itu sama persis dengan apa yang ia ucapkan dulu. Ia tersenyum, penuh kehangatan. "Aku juga dulu sering sendirian di playground," katanya, mengulang apa yang pernah ia dengar dulu.

Mata anak itu membulat, takjub. "Beneran?"

Damar mengangguk. "Tapi sekarang, aku berhasil sukses. Dan aku yakin, kamu juga bisa. Yang penting, jangan khawatir tentang orang lain yang gak mau bermain sama kamu. Lakukan yang terbaik, dan suatu hari nanti, kamu akan melihat bahwa hal-hal kecil yang kamu lakukan sekarang bisa membawa kamu ke tempat yang luar biasa."

Anak itu menatapnya dengan mata berbinar, seperti menemukan harapan baru. Namun, saat anak itu tersenyum, Damar tersentak. Wajah anak itu... persis seperti wajahnya saat kecil! Alis yang sama, mata yang sama, bahkan ekspresi yang sama. Damar terdiam sejenak, tubuhnya membeku. "Namamu siapa, nak?" tanya Damar dengan suara agak gemetar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun