Raja terhenyak. "Apa ini?" batinnya bergemuruh. "Siapa dia?"
Mirna melangkah mendekati tubuh Raja yang terbujur kaku. Matanya menatap jenazah itu dengan ekspresi yang sulit diartikan. Ada sedikit kesedihan, tetapi bukan kesedihan yang mendalam seperti yang Raja harapkan. Seolah ada jarak yang terbentuk di antara mereka.
"Mirna, aku di sini!" Raja mencoba memanggil, namun sia-sia. Tak ada yang bisa mendengar suaranya. Ia kini sebuah jiwa tanpa tubuh yang bisa bergerak.
Pria itu menghela napas pendek. "Aku ikut sedih, tapi hidup harus terus berjalan, kan?"
Raja ingin berteriak mendengar itu. Bagaimana bisa Mirna mendengar kalimat itu dan mengangguk pelan, seolah-olah itu adalah hal paling masuk akal di dunia? Di mana rasa kehilangan yang dulu mereka rasakan bersama?
"Kamu sudah siap pergi?" tanya pria itu lagi.
Mirna mengangguk, lalu menatap tubuh Raja untuk terakhir kalinya. "Terima kasih... untuk semuanya."
Mereka berdua berbalik pergi. Pintu tertutup pelan, meninggalkan Raja sendirian dalam kegelapan dan keheningan yang kini semakin menyesakkan. Kenyataan pahit mulai meresap dalam dirinya. Ternyata, bahkan setelah kematian, hidup tetap berjalan. Mirna telah menemukan seseorang yang baru. Semua pengorbanan, semua doa, semua tangisan Raja tampaknya tidak berarti apa-apa sekarang. Tuhan telah mengabulkan doanya dengan mengambil nyawanya. Ia kini terbaring kaku, mati dalam kesepian.
TAMAT
"Kematian tidak akan pernah mengejutkan orang yang bijak, dia selalu siap pergi." -- Jean de la Fontaine
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H