Mohon tunggu...
Ahmad R Madani
Ahmad R Madani Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis lagu, buku, komik, dan skenario film. Alumni ponpes Jombang, Bogor, dan Madinah. Menikah dengan seorang dokter. Setelah menulis cerpen dan film di Kompasiana (akan dibukukan), sekarang menulis tema religi dan kesehatan. Terima kasih sudah mampir.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Api Cinta

10 September 2024   21:46 Diperbarui: 10 September 2024   22:05 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.freepik.com/free-ai-image/medium-shot-couple-celebrating-new-year

Cahaya yang berkelip memantul lembut di mata mereka, menciptakan bayangan yang menari-nari seirama dengan nyala api. Nura dan Surya menjadi pasangan selanjutnya yang diberikan lentera cinta. Legenda kuno mengatakan, untuk mendapatkan pernikahan yang langgeng dan memiliki cinta yang abadi, pasangan harus mempertahankan api dalam lentera itu apa pun yang terjadi. Mereka berdua harus sama-sama merawat lentera cinta itu dengan penuh kasih dan cinta.

Pada awal pernikahan, Nura dan Surya seperti hidup dalam kisah dongeng. Setiap pagi terasa hangat, matahari menyapa sang pengantin baru melalui jendela kamar, dan setiap malam diakhiri dengan tawa dan percakapan ringan di bawah sinar lentera cinta yang selalu menyala terang. Sementara Surya pergi bekerja, Nura merawat lentara spesial itu dengan perawatan yang baik dan teliti. Ia selalu mengelapnya agar bersih, dan menambahkan minyak bila perlu.

Namun, seiring waktu, pertengkaran mulai terjadi karena hal-hal sepele dan kurangnya komunikasi. Surya sering pulang lebih larut, membawa beban dari pekerjaannya, sehingga mereka jarang bicara. Surya merasa Nura terlalu menuntut waktu yang tak bisa ia berikan, sedangkan Nura mulai merasa terabaikan. Ia menunggu setiap malam, memandangi lentera yang dulu penuh arti, namun sekarang terasa sepi. Suara tawa mereka berubah menjadi obrolan datar, seolah mereka bukan suami-istri yang sedang dimabuk cinta, dan untuk pertama kalinya, mereka saling berpaling tanpa kehangatan.

Suatu hari, Surya menyadari api di lentera cinta mengecil, ia curiga Nura tidak merawatnya lagi. "Kenapa apinya tidak besar?" tanya Surya. "Sepertinya kamu tidak menjaganya lagi."

"Lentera ini untuk kita berdua. Kita yang harus menjaganya. Bukan aku saja." Nura tidak memberikan kontak mata, sibuk menghindari Surya yang terus mencecarnya.

"Aku terlalu sibuk," tukas Surya.

"Kalau begitu kamu tahu jawaban untuk pertanyaanmu sendiri."

Surya tidak percaya dengan perkataan istrinya, seolah-olah Nura sudah tidak peduli dengan pernikahan mereka lagi.

Paginya, api dalam lentera cinta mati. Suasana terasa dingin, matahari bersembunyi di balik awan, seolah takut bertemu pandang dengan pasangan suami-istri yang hubungannya sedang di ujung tanduk ini. Pagi tidak lagi diawali dengan senyum manis dan sapaan hangat. Hanya ada kesunyian yang pekat, merambat diam-diam, memaksa mereka untuk menutup mulut dan tak mengeluarkan suara sedikitpun. Keheningan tak pernah terasa senyaring ini.

Surya merasa tidak ada yang benar dengan situasi ini. Seharusnya mereka bisa menyelesaikannya. Namun, sepertinya yang diucapkan Nura kemarin benar. Dia tidak pernah menyentuh lentera cinta sejak ditaruh di atas ranjang mereka. Jadi, sekarang Surya akan berusaha untuk memperbaiki kesalahannya dan menyalakan api itu kembali. Namun, api itu tak mau menyala. Padahal setahu dirinya, lentera ini tak mungkin rusak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun