Industri film horor di Indonesia telah menunjukkan pertumbuhan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Menariknya, banyak film horor berbiaya rendah yang berhasil meraih kesuksesan besar, baik dari segi jumlah penonton maupun pendapatan. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan: apa rahasia di balik kesuksesan film horor berbiaya rendah di Indonesia?
Suster Ngesot: Urban Legend (2007) mengangkat salah satu legenda urban paling terkenal di Indonesia. Film ini menjadi salah satu film horor dengan anggaran rendah yang sangat menguntungkan pada masanya. Budget 1,5 miliar, pendapatan 35 miliar. Produser mana yang tidak ngiler?
Pengabdi Setan (2017) adalah remake dari film horor klasik Indonesia tahun 1980 dengan judul yang sama. Sutradara Joko Anwar berhasil menciptakan atmosfer horor yang mencekam dengan anggaran minimal, menjadikannya salah satu film horor paling sukses di Indonesia. Film ini juga mendapatkan penghargaan internasional dan diputar di berbagai festival film. Budgetnya lebih dari 2 miliar. Dengan jumlah penonton lebih dari 4,2 juta orang, film ini sukses mencetak pendapatan 155 miliar.
Danur: I Can See Ghosts (2017) diangkat dari buku karya Risa Saraswati. Danur menjadi fenomena di dunia perfilman horor Indonesia dan melahirkan beberapa sekuel. Dengan cerita yang diambil dari pengalaman nyata penulis, film ini berhasil menarik minat penonton muda yang menyukai kisah-kisah mistis dan horor. Jumlah penontonnya lebih dari 2,7 juta orang. Dengan anggaran 2,5 miliar mendulang pendapatan hingga Rp 75 miliar.
Rumah Dara (Macabre) (2009) adalah film horor slasher yang dibuat oleh duo sutradara The Mo Brothers. Meskipun anggaran rendah, film ini mendapat perhatian internasional dan menjadi salah satu film horor Indonesia yang diakui di festival film luar negeri, termasuk di Amerika Serikat dan Eropa. Budgetnya hanya 3 miliar, tapi menghasilkan pendapatan sampai 20 miliar.
Sebagai sekuel dari Jelangkung (2001), Tusuk Jelangkung (2003) melanjutkan kisah horor yang sudah dikenal dan dicintai penonton. Film ini berhasil menciptakan atmosfer seram yang membuatnya menjadi salah satu film horor paling ikonik di Indonesia pada masanya. Penontonnya sekitar 1,2 juta orang. Dengan budget 3 miliar, berhasil mendapatkan 25 miliar.
Sebagai kelanjutan dari film Pocong yang sempat dilarang tayang, Pocong 2 (2006) berhasil menarik perhatian penonton karena cerita yang menegangkan dan menggunakan elemen hantu pocong yang sudah populer di Indonesia. Budgetnya cuma 3 miliar. Jumlah penonton yang mencapai satu juta orang membuat pendapatannya menggelembung jadi 40 miliar.
Salah satu faktor utama yang berkontribusi terhadap kesuksesan film horor berbiaya rendah adalah kekuatan cerita yang relevan dengan budaya lokal. Film seperti Pengabdi Setan (2017) menggunakan mitos dan legenda lokal yang akrab bagi penonton Indonesia, sehingga menambah daya tarik dan menimbulkan rasa takut yang lebih mendalam. Biaya produksi mungkin rendah, tetapi cerita yang kuat dan mampu beresonansi dengan penonton lokal adalah kunci utama.
Film horor sering kali tidak memerlukan lokasi yang mahal atau set yang rumit. Kadang hanya memanfaatkan rumah tua yang usang sebagai lokasi utama, yang sekaligus menjadi elemen penting dalam membangun atmosfer horor. Hal ini memungkinkan produser untuk menghemat biaya, tetapi tetap memberikan pengalaman visual yang menakutkan dan tak terlupakan.
Banyak film horor berbiaya rendah menggunakan aktor yang belum terkenal atau aktor yang sudah dikenal tetapi bersedia dibayar dengan honor yang lebih rendah. Penggunaan aktor dengan kualitas akting yang baik namun tidak terlalu mahal membantu menjaga anggaran tetap rendah tanpa mengorbankan kualitas.