Ahmad Maulana S, No. 9.
Â
Aku tak tahu apa salahku. Sudah beberapa waktu ini suamiku mengacuhkanku.
Pagi hari saat akan berangkat bekerja, biasanya dia mengucap salam dan mencium keningku. Tapi kali ini? Memandangku saja tidak.
Menjelang senja, kunanti kepulangannya di teras rumah. Setiap kali dia tiba, langsung kupasang senyum paling manis yang aku bisa. Namun entah mengapa, tetap saja dia mengabaikanku, membuatku merasa kian larut dalam bingung yang menjelma luapan tanya tanpa jeda, sebenarnya apa salahku?
Kuamati cinta yang tengah membuka pintu itu dengan tatap nanar, berharap setidaknya kutemukan jejak kemarahan di rahang angkuhnya. Memang bukan itu yang kuinginkan, tapi setidaknya semua akan menjadi jauh lebih jelas dibandingkan keadaan yang sekarang ini.
Tapi alih-alih kemarahan, justru gurat kesedihan yang kutemui pantul-memantul di matanya, mendongkrak bingungku hingga titik yang paling peak hingga akhirnya lebur dalam kubangan tanya yang masih itu-itu juga.
Berbagai macam cara telah kulakukan untuk membuatnya bicara. Namun hasilnya nol besar. Apakah aku telah melakukan kesalahan yang begitu besarnya, hingga tak boleh lagi diberi kesempatan, bahkan walau sekedar mengetahui kesalahan apa yang pernah kuperbuat?
Bukan sekali dua kali kupergoki suamiku menangis. Kadang di beranda rumah saat waktu baru saja lewat tengah malam. Tak jarang pula di depan laptop, saat asyik mengetik entah apa dengan penuh cinta… sambil menangis!
Barangkali dia tengah menulis kisah yang berurai air mata, tebakku dengan agak ragu. Sebab setahuku, dia hanya menggarap kisah-kisah manis nan romantis khas cinta remaja belia. Atau paling banter yah… cerita silat semau gue yang usil dan gemar menyentil ke sana-kemari. Tapi cerita sedih?
Rasa penasaran karena kesedihan suamiku, berbaur dengan kekecewaan karena merasa diabaikan, membuatku diam-diam mencuri lihat laptopnya saat dia tak ada di rumah. Mungkin dengan membaca beberapa karya dan catatannya, dapat membuatku mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Aku tahu ini salah, namun aku benar-benar tak paham lagi langkah apa yang harus kutempuh guna membongkar semua kebisuan ini. Jadilah sekarang aku di sini, di depan laptop suamiku.