Nomor 18: Ahmad Maulana S
“Mengapa kau curi bendera?” selidikku
“Justru bendera yang mencuri hidupku.”
hening sejenak. sisa kopi pagi ini tak mampu menyesap haru
satir getir moyangnya yang ditembak belanda
atau buyutnya yang berakhir hanya sebagai kata
nun di makam pahlawan entah yang mana
“Tak malukah kau mencuri bendera?”
“Aku lebih malu bendera terpasang di sana,”
ungkapnya, mendawam ulang lokasi pencurian
markas segala ketidak layakan dipentaskan
mengingatkan betapa kesucian bendera
acapkali terenggut sia-sia dikibar bangunan tak sepantasnya
diam-diam, kupandang bendera curian di meja kerja
dengan tembang tanah air penuh cinta di setiap jahitannya
berbenang entah berapa pedih yang gigih
meruap di tiap selusup anyam kenangannya menggulat merdeka
kau benar, bendera ini lebih pantas menjadi milikmu
simpulku, seraya mencopot seragam juga menutup kantor penyidikan
dan berubah menjadi bendera
di hadapan pencuri yang hanya mampu ternganga
“Titip diriku, kawan, dan jangan pernah lagi
biarkan aku mereka curi”
Thornville, 15 Agustus 2015.
Catatan: karya ini orisinil dan belum pernah dipublikasikan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H