Mohon tunggu...
Amroini
Amroini Mohon Tunggu... Relawan - mie ayam hunter

penikmat mie ayam dan kebetulan sebagai pengajar di sidoarjo

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Novel Tanah Bangsawan: Perspektif Kelas Sosial dan Kolonialisme Kajian Teori Marxisme

9 Desember 2024   14:05 Diperbarui: 9 Desember 2024   14:11 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Novel Tanah Bangsawan karya Filiana Nur Wahidah, menceritakan tentang percintaan seorang gadis pribumi dan pemuda belanda. Pertemuan Rumi (nama tokoh gadis pribumi) dengan lark (nama pemuda belanda), membawa mereka pada percintaan yang bersanding dengan perbedaan kelas sosial. Rumi adalah pribumi yang sangat menjunjung kebudayaan nasional, dia merasa kedatangan para penjajah membawa kesengsaraan bagi bangsanya. Sedangkan Lars adalah pemuda dari bangsa Belanda yang menyukai kebudayaan bangsa Indonesia. Keluarga Lars merupakan penguasa di daerah desa Rumi. Meskipun keluarga Lark memiliki empati kepada para jongos dan nyai yang bekerja di sana, tetapi tidak semua Bangsa Belanda memiliki empati seperti keluarga Lars. Ada beberapa sikap diskriminasi yang di masukkan dalam cerita novel Tanah Bangsawan karya Filiana Nur Wahidah. Penjajah sebagai representasi borjuis, memegang kendali atas sumber daya ekonomi dan politik. Pandangan mereka yang merendahkan terhadap pribumi-yang digambarkan sebagai makhluk rendah- bukanlah sekedar prasangka, melainkan strategi ideologis untuk melegotomasi eksploitasi ekonomi. Dengan memandang pribumi sebagai inferior, penjajah dapat dengan mudah membenarkan pengambilan tanah, sumber daya alam, dan tenaga kerja murah tanpa rasa bersalah. Seperti pada kutipan " Dasar inlander tak tahu diri. Bagaimana bisa mereka bekerja begitu santai, apalagi saat berbicara denganmu Nyonya? Pelayanmu harus diberi pelajaran agar tak berani macam-macam" pada halaman 11-12, kutipan ini sebagai bukti mendukung dari analisis ini. Ungkapan "Dasar inlander tak tahu diri" mengungkapkan sikap merendahkan dan tidak manusiawi dari para penjajah. Seolah-olah pribumi yang bekerja adalah pribumi yang memiliki kepintaran dangkal. Kutipan yang lain terdapat pada halaman 13 "tuan Hanzie, apa istrimu selalu dekat dengan inlander rendahan?", perilaku pelayan dan interaksi antara penjajah dan istrinya, menggambarkan dinamika kekuasaan dan rasisme biasa yang tertanam dalam sistem kolonial. Kutipan-kutipan ini bukan hanya hiasan, mereka sangat penting untuk menunjukkan cara-cara spesifik di mana ideologi kolonial bermanifesti dalam interaksi dan sikap sehari-hari. Kutipan-kutipan tersebut memberikan bukti nyata tentang realitas penindasan yang dialami oleh penduduk pribumi. Pribumi merespon pandangan penjajah dengan berbagai cara. Ada yang pasrah dan menerima nasib mereka, sementara yag lain melawan dengan berbagai cara, seperti pemberontakan, gerakan nasionalisme, dan perjuangan intelektual. Dalam novel Tanah Bangsawan karya Filiana Nur Wahidah, pribumi memberikan perlawanan kepada panjajah yang menguasi daerahnya dengan menculik salah satu anak dari keluarga bangsa Belanda. Pada kutipan halaman 262, "Hari itu, cuacanya juga seperti ini. Saat aku pertama kali bertemu dengan mu dan memulai semuanya bersama-sama. Sungguh, Lars, aku tidak bermaksud melukai keluarga mu. Aku hanya ingin memperjuangkan tanah kelahiran ku. Apa aku tidak boleh ingin mengambil kembali tanahku?". Kutipan ini menggambarkan perlawanan yang diberikan tokoh utama kepada keluarga bangsa Belanda yang menguasai daerahnya. Meskipun memang yang dilakukan adalah sebuah kesalahan, tetapi mereka melakukan hal seperti itu dikarenakan suatu kondisi yang memaksa.

Analisi perbedaan pandangan antara penjajah dan pribumi dalam novel Tanah Bangsawan menggunakan teori Marxisme Karl Marx yang membagi masyarakat menjadi dua kelas: kelas borjuis (penjajah) dan kelas proletar (pribumi). Dalam novel Tanah Bangsawan karya Filiana Nur Wahidah, penjajah dapat dianggap sebagai kelas borjuis yang ,menguasai modal dan sumber daya, sementara pribumi dianggap sebagai kelas proletar yang dieksploitasi dan ditiadakan hak-haknya. penjajah mengeksploitasi sumber daya dan tenaga kerja pribumi untuk memperkaya diri, sementara pribumi dipaksa bekerja dalam kondisi tidak adil dengan upah rendah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun