Mohon tunggu...
Ahmad Syaihu
Ahmad Syaihu Mohon Tunggu... Guru - guru penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

suka membaca, menulis dan berbagi kebaikan lewat tulisan

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Keputusan MKMK Tak Bisa Batalkan Pencalonan Gibran Jadi Cawapres, Anwar Usman Dicopot dari Ketua MK

8 November 2023   05:54 Diperbarui: 8 November 2023   11:02 478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua MKMK Jimlie AsSidiqie seusai Sidang Pembacaan keputusan Pemecaan Ketua MK Anwar Usman (foto : CNN Indonesia)

Keputusan MKMK memecat Ketua MK Anwar Usman, sebagai pintu masuk pembatalan Pencawapresan Gibran // Ahmad Syaihu

Keputusan Mahkamah Kode Moral Kehormatan (MKMK) untuk memberhentikan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman telah mengguncang dunia politik Indonesia. 

Ini terjadi setelah Anwar Usman memutuskan bahwa Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo, dapat mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden (Cawapres) dalam pemilihan presiden mendatang, meskipun melanggar UUD 1945 tentang batasan usia minimum untuk calon wapres. 

Keputusan ini telah menciptakan debat yang memanas di kalangan masyarakat, menghadirkan pertanyaan tentang integritas dan etika dalam lembaga peradilan tertinggi di Indonesia.

Ketua MK Anwar Usman Melanggar Kode Etik MK

Ketua MK Anwar Usman yang dipecat MKMK (foto : CNBC)
Ketua MK Anwar Usman yang dipecat MKMK (foto : CNBC)

Dalam konteks ini, MKMK menilai bahwa Anwar Usman telah melanggar kode etik berat yang mengatur perilaku anggota MK, terutama dalam menjaga independensi dan etika dalam menjalankan tugas dan fungsi lembaga. Keputusan MKMK ini muncul sebagai tindak lanjut atas temuan awal oleh Panitia Kode Etik MK yang menyelidiki pelanggaran etika Anwar Usman dalam perkara yang melibatkan Gibran.

Debat terbesar yang timbul dari keputusan MKMK ini adalah apakah MKMK memiliki kewenangan untuk menghentikan Ketua MK. Sebagai sebuah lembaga yang baru dibentuk, MKMK adalah wadah independen yang bertujuan untuk mengawasi dan menegakkan kode etik dan perilaku yang diharapkan dari anggota MK. 

Namun, beberapa pihak berpendapat bahwa hanya MK sebagai lembaga peradilan yang seharusnya memiliki kewenangan untuk memberhentikan salah satu anggotanya.

MKMK Harus Mengembalikan Marwah MK

Di sisi lain, pendukung keputusan MKMK berargumen bahwa integritas dan etika harus diutamakan dalam lembaga peradilan, terlepas dari status atau posisi anggota tersebut. Mereka berpendapat bahwa jika seorang anggota MK melanggar kode etik secara serius, tindakan perlu diambil untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap lembaga tersebut.

Meskipun perdebatan ini terus berlanjut, keputusan MKMK telah diambil dan Anwar Usman dipecat dari jabatannya sebagai Ketua MK. Namun, tetap ada rasa ketidakpuasan di kalangan masyarakat yang merasa bahwa keputusan ini belum mencapai rasa keadilan yang sesungguhnya. 

Beberapa alasan di balik ketidakpuasan ini termasuk pertanyaan tentang alasan dibalik keputusan Gibran yang diizinkan untuk mencalonkan diri sebagai Cawapres.

Sebagian besar masyarakat menilai bahwa meskipun Anwar Usman telah dipecat dari jabatannya, keputusan yang telah diambil oleh MK mengenai kelayakan Gibran masih berlaku dan belum dibatalkan. 

Keputusan ini dianggap sebagai pelanggaran terhadap UUD 1945, yang seharusnya mengatur secara jiktis dalam hal batasan usia minimum untuk calon wapres. Beberapa pihak berpendapat bahwa MK seharusnya juga mencabut keputusan ini untuk menciptakan rasa keadilan yang sebenarnya.

Namun, ada hambatan hukum dalam hal ini. Menarik kembali keputusan MK tentang kelayakan Gibran akan membutuhkan proses hukum yang rumit dan melibatkan berbagai pihak. Terlepas dari itu, masyarakat percaya bahwa MK seharusnya bertindak lebih hati-hati dalam mengambil keputusan yang berdampak besar terhadap proses politik dan keadilan di Indonesia.

Kontroversi yang muncul dari kasus ini juga mengingatkan kita tentang perlunya pembahasan lebih mendalam tentang etika dan integritas di lembaga-lembaga peradilan di Indonesia. 

Kepercayaan masyarakat terhadap keadilan harus dijaga dengan ketat, dan lembaga peradilan harus menjalankan tugasnya tanpa intervensi politik atau kepentingan pribadi. Kejadian ini juga menegaskan perlunya pembaharuan dalam regulasi yang mengatur kode etik dan perilaku anggota MK agar lebih transparan dan akuntabel.

Kesimpulan

Dalam banyak hal, keputusan MKMK memberikan kita pelajaran berharga tentang pentingnya menjaga etika dan integritas dalam lembaga peradilan. 

Ini adalah pengingat bahwa keputusan yang diambil oleh para hakim dan anggota MK memiliki dampak yang jauh lebih besar daripada sekadar persoalan hukum. Mereka juga berkontribusi pada membangun kepercayaan masyarakat terhadap keadilan dan demokrasi di Indonesia.

Keputusan MKMK mungkin telah menarik perhatian publik dan memunculkan berbagai reaksi dan perdebatan, tetapi ini juga merupakan momen untuk mempertanyakan dan memperkuat sistem peradilan di Indonesia. Semua pihak harus bekerja sama untuk memastikan bahwa lembaga peradilan dapat menjalankan fungsinya dengan independen dan mengedepankan etika dan integritas dalam setiap putusan yang diambilnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun