Pagi ini setelah mengajar di kelas 7E jam 1-2, penulis menuju ke ruang guru untuk beristirahat karena akan melanjutkan mengajar pada jam ke 5-6.
Saat di ruang guru di bangku belakang ada teman guru yang membawa makanan dan setelah saya tanyakan kepada yang membawa dijawab ini adalah Tiwul, makanan khas orang Jawa bagian selatan khususnya di wilayah Gunungkidul, Sragen, Wonogiri, Pacitan, Tulunggung, Blitar dan Ponorogo
Penulis pun dipersilahkan mengambil dan mencicipi makanan yang tersedia, dengan mrmbawa piring di dapur ruang guru penulis mengambil setengah piring tiwul dan ditaburi parutan kelapa.
Penulis tambahkan sesendok gula pasir di atas kelapa, sehingga rasanya menjadi gurih dan manis.
Sejarah Tiwul Sebagai Kuliner Tradisional
Merujuk pada beberapa sumber sejarah yang ada, tiwul diyakini sudah ada sejak zaman penjajahan, terlebih pada masa pendudukan Jepang di Indonesia. Karena beras diambil oleh tentara Jepang maka rakyat dipilihkan singkong untuk dioleh menjadi tiwul sebagai pengganti nasi, jadilah pada masa pendudukan Jepang rakyat mengkonsumsi tiwul sebagai makanan pokok sehari-hari.
Karena sebagai makanan pokok, tiwul dimakan layaknya nasi dengan lauk pauk serta sayuran yang ada. Sedangkan saat ini tiwul biasa disandingkan dengan parutan kelapa dan siraman gula merah.
Bahan Baku Tiwul
Untuk bahan baku tiwul sendiri sudah jelas, yaitu singkong sebagai bahan baku utama. Yaitu singkong atau ketela pohon yang sudah dikeringkan. Singkong yang telah dikeringkan tersebut umumnya diistilahkan dengan sebutan gaplek atau gogik.