LET IT GO, LET IT FLOW.
Filsafat stoik dan taktik Shin Tae Yong.
Kalo saja manusia diberi kesempatan untuk memilih ujian, maka ujian seperti apa yang kita pilih?.
Sebelum menemukan jawabannya, kita simak bagaimana sepakbola memberi kita pelajaran.
Sirkulasi bola itu mengalir dari kaki ke kaki, kadang pelan lalu seperti air bah, lalu tiba-tiba cepat menghujam pertahanan lawan. Orang awam sekalipun yang menyaksikan pertandingan timnas Indonesia baik kelompok umur atau senior pasti akan merasakan perbedaan, ada rasa tak biasa dalam setiap pertandingan yang dibawakan anak-anak bangsa.
Saat pertama kali melatih timnas, STY seolah membuka mata kita semua, bahwa hidup bukan hanya untuk piala AFF atau sea games saja, dia mengajak kita untuk kembali berani bermimpi menjadi bagian utama sepakbola dunia.
Jika ingin menjadi raja rimba, maka bersikaplah seperti singa, belajar mengaum walau kita terlahir ditengah kawanan kambing.
Buya Hamka dalam sebuah kesempatan pernah berpesan:
"jika hidup hanya sekedar hidup, kera di rimba juga hidup, kalau kerja hanya sekedar kerja, kerbau di sawah juga kerja.
Visi dan mindset tentu saja penting, tak hanya dalam sepakbola, tapi juga dalam hidup kita. Jika tidak memiliki kepercayaan diri dan mental yang kuat, bagaimana kita bisa melewati aneka tantangan hidup, aspek ini boleh jadi menghinggapi banyak dari kita, dari mulai inferior  hingga mudah menyerah, tak ayal capaian kita begitu-begitu aja.
Dalam beberapa sisi, taktik STY seperti mengadopsi ajaran filsafat stoik, sebuah filsafat hidup mengalir dan mencari jalan bahagia yang ada dalam kendali kita.
Aliran bola mengalir seperti air, kadang seperti air sungai yang lembut lalu berubah buas layaknya ombak di lautan. Saat dalam berada dalam serangan lawan kita tak lagi melihat kepanikan dalam diri pemain kita, yang ada sebaliknya, serangan bertubi-tubi dari lawan dihadapi dengan penuh ketenangan. Bahkan, acap kali kita melihat pemain kita nampak seperti menari-nari diatas lapangan, mereka seperti mengendarai ombak, berusaha menaklukkan situasi setelah berada dalam kendalinya.
Jarang kita melihat serangan balik yang tergesa-gesa, semua tertata rapi dari belakang, build up yang pelan seolah memancing emosi lawan, memaksanya merangsek kedalam lini pertahanan kita dan meninggalkan pos utama yang wajib dijaga. Saat kesempatan itu tiba lawan nampak terperangah karena baru menyadari lini pertahanan mereka porak poranda dikuasai pemain kita. Australia, Jordania dan Korsel adalan contoh nyata, bagaimana kawanan singa mulai terperangah dengan perlawanan anak-anak semenjana. Mereka kini tak lagi menganggap remeh kita.
Semua bermula dari visi dan mindset, stoikism mengajarkan kita tentang penerimaan (legowo) sebagai permulaan, seolah menerima semua serangan lawan hingga titik akhir pertahanan kita, layaknya manusia menerima takdir dalam kehidupan. Karena sejatinya tak ada takdir yang buruk, semua takdir adalah sama, persepsi kitalah yang membuatnya berbeda.
Jika sesuai dengan keinginan kita maka takdir itu disebut baik, begitupun sebaliknya. Maka Stoik mengajarkan tentang pentingnya mindset.