Cinta produk dalam negeri: Rajutan Tenun Ikat Troso
Kota Jepara, tidak hanya terkenal sebagai Kota Ukir, Bumi Kartini, dan lain sebagainya. Kota Jepara yang terletak di ujung pulau Jawa ternyata menyimpan beragam pesona. Disamping memiliki beragam destinasi wisata, sebut saja Kepulauan Karimunjawa, pantai Bandengan, Jepara Ourland Park(JOP) sampai Pantai Kartini yang terkenal dengan monumen kura-kura raksasanya, Kota Jepara juga memiliki suatu karya seni berupa kain tenun yang jarang diketahui khalayak umum, yaitu Tenun Troso.
Tenun ikat troso atau kain ikat troso yaitu kriya tenun yang berasal dari kabupaten Jepara tepatnya dari desa Troso. Tenun troso adalah sebuah kain yang ditenun dari helaian benang lungsin yang sebelumnya diikat dan dicelupkan ke dalam zat pewarna alami. Nama dari alat tenun yang dipakai adalah alat tenun bukan mesin (ATBM). Ada beragam motif tenun ikat troso, dan masing masing motif memiliki makna tersendiri. Tenun ikat Troso sudah lama diproduksi masyarakat di Desa Troso, tepatnya Kecamatan Pecangaan, kabupaten Jepara, sejak tahun 1935. Pada tahun tersebut pembuatan kain tenun masih sederhana, yaitu kain tenun Gedog. Nama kain tenun konvensional ini cukup unik yaitu Tenun Gedog, arti dari nama Gedog sendiri berasal dari bunyi yang berulang kali terdengar ketika proses menenun kain sedang dilakukan yaitu Dog Dog Dog. Sekitar tahun 1943 para pengrajin tenun mulai membuat kain tenun yang lebih rumit yaitu melalui kain tenun pancal, akhirnya para pengrajin telah melakukan beberapa kali evolusi hingga sekarang menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) untuk menggantikan alat tenun tradisional. Motif tenun ikat troso bisa disebut sebagai warisan dari nenek moyang yang masih dilestarikan dari tahun 1935 sampai saat ini. Namun kini, kain troso Jepara tidak hanya dihasilkan oleh desa Troso namun juga mulai merambah kedesa sekitar.
Beberapa waktu lalu presiden Indonesia yaitu bapak Ir. Joko Widodo berpidato bahwa kita harus menggaungkan cintai produk dalam negeri dan gaungkan juga benci produk luar negeri, sehingga masyarakat di Indonesia bisa menjadi konsumen yang loyal terhadap produk produk dalam negeri.disini kita tahu bahwa pak presiden ingin menekankan bahwa produk lokal bisa lebih baik dari produk luar, hal ini dapat berdampak baik bagi perekonomian negara Indonesia. Di Jepara sendiri ada produk kain tenun yang begitu indah, tenun ini dibuat oleh tangan-tangan orang yang terampil dari Jepara tepatnya di desa troso kecamatan Pecangaan. Disamping keindahannya tenun troso juga terkenal karena harganya yang relatif murah dibandingkan dengan produk luar negeri.
Tenun ikat troso ini merupakan salah satu kebanggan dari Jepara. banyak mahasiswa Jepara khususnya mahasiswa UNISNU(Universitas Islam Nahdlatul ulama Jepara) yang berkreativitas akan tenun ikat troso ini, untuk bahan fashion, aksesoris seperti sepatu, dompet dan masih banyak lainnya. Hal tersebut dilakukan guna untuk mewujudkan sikap cinta terhadap produk dalam negeri, serta membantu pengrajin tenun ikat troso agar memiliki wawasan lebih yang nantinya bisa meningkatkan perekonomian para pengrajin. Produk tenun ini harus kita gencarkan agar nanti kedepannya produk produk dalam negeri semacam ini bisa bersaing dengan produk luar negeri, bahkan kita haru bisa membuat produk dalam negeri untuk menggeser produk luar negeri. Disamping itu kita juga harus melestarikan tenun troso, tenun indah yang menjadi karya tangan nenek moyang kita, agar nanti kedepannya anak cucu kita juga bisa menikmati keindahan kain tersebut.Â
Pada tahun 2019 yang lalu pemerintah Jepara telah mengajukan empat motif tenun troso yang akan dipatenkan menjadi hak kekayaan intelektual(HKI) oleh kemenhukam, motif tersebut antara lain: motif Kedawung, motif Ampel, motif Belik Boyolali, dan motif Sicengkir. Keempat motif tersebut merupakan hasil karya asli dari masyarakat desa troso. Yang pertama ada Motif Sicengkir, tenun ini menggambarkan tentang kondisi geografis dukuh/desa Sicengkir, dengan motif hasil tanaman kebun yang kondisi geografis masih berbukit dan berbatu. Didalam motif itu sendiri terdapat motif pohon kelapa, dan batuan yang menjadi ikon dari motif ini. Yang kedua ada motif belik Boyolali, yang menggambarkan kondisi geografis di wilayah dukuh belik Boyolali, yang kaya akan sumber air., terlihat gambar pohon sirih menjalar dalam tenun tersebut, yang merupakan jenis tanaman air yang banyak dijumpai di wilayah dukuh belik Boyolali. Yang ketiga ada motif kedawung, yang diambil dari sejarah yang konon ceritanya dulu daerah tersebut merupakan awal dari adanya bahan tenun, yaitu tanaman kapas yang berada di dukuh Gugunung. Selain itu, tenun tersebut juga menggambarkan mata pencaharian warga dusun Kranjangan yang sampai saat ini masih tetap membuat kerajinan keranjang bambu. Dan yang terakhir ada motif ampel, konon katanya tenun ini merupakan representasi dari awal sejarah penyebaran agama islam di Desa Troso, dan juga menggambarkan asal mula bagaiman tenun ini berkembang.. Motif Ampel ini menggabungkan ornamen yang bersifat islami dengan tanaman padi yang menjadi ciri khas dari motif ini. Sebelumnya, desa troso sudah memiliki 111 motif yang sudah didaftarkan ke kemenhukam. Sehingga bila ditotal ialah memiliki 115 motif. Pada tahun 2019 di Desa Troso ada 282 unit usaha tenun troso dengan enam ribu orang pekerja. Dengan pangsa pasar tenun desa ini, wilayah Indonesia bagian timur, mulai dari Bali, NTT sampai Lombok. Tapi seiring dengan masuknya investor investor asing yang bergerak dalam bidang tekstil, khususnya garmen masyarakat desa troso yang menjadi pekerja tenun mulai berkurang, hal ini kemungkinan besar dipicu oleh lebih tingginya gaji menjadi karyawan pabrik tekstil dari pada menjadi pegawai tenun. Oleh karena itu tulisan ini dibuat dengan tujuan agar kita sebagai generasi Z bisa melestarikan atau menjaga bahkan kalau bisa kita harus menghasilkan sebuah produk yang nantinya bisa membuat produk dalam negeri bisa menguasai pangsa pasar dan dapat mengurangi anggaran dalam hal import, karena masalah di indonesia sendiri ada pada tingginya angka impor dan lemahnya ekspor produk dalam negeri yang berdampak pada produsen produsen gulung tikar dan memilih menjadi pekerja di pabrik pabrik orang asing. Dan diera milenial ada media sosial yang bisa dimanfaatkan contohnya ialah mencoba bisnis produk local dengan karya kita sendiri alih alih produk luar negeri, atau paling tidak kita mencoba membantu masyarakat yang memiliki karya yang bermasalah dalam hal marketing/promosinya dengan begitu kita telah berpartisipasi dalam bidang ekonomi dan kita dapat mencerminkan sikap cinta tanah air. Sejujurnya didalam negeri ini banyak sekali produk local yang kualitasnya tidak kalah dengan produk luar bahkan dalam segi kualitas bisa unggul, disamping itu harga yang ditawarkan juga terbilang terjangkau. maka dari itu untuk mencerminkan cinta tanah air kita harus ikut berpartisipasi dalam cinta produk lokal juga.
Penulis : Ahmad Sofian dan Muchammad Dwi Rivaldo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H