"Hei, apa yang kalian lakukan kepada anak lurah itu?" pekik Kebo Alas.
Pria yang memanggul Dimas lalu kabur, sementara dua pria sisanya itu cabut golok dan menerjang ke arah ketua bandit.
"Siapakah engkau? Mau ke mana kita?" tanya Dimas.
Pria ini tidak menggubris. Ia sibuk melompati satu demi satu rumah penduduk dengan lincahnya sambil memanggul Dimas di atas bahu. Ilmu peringan tubuh yang dimiliki pria ini ternyata cukup tinggi. Tidak butuh waktu lama baginya untuk sampai di pinggiran desa.
Tempat ini cukup rimbun dengan semak belukar dan pohon besar yang memayunginya dari sinar matahari. Ini adalah perbatasan desa menuju hutan. Pria ini lalu bersiul dan memurunkan Dimas.
"Makanlah pil ini!" Pria ini lalu berikan sebuah pil hijau gelap dari sakunya. "Segera alirkan tenagamu dan atur jalannya napas."
"Ketua!" Seorang pria kurus tiba-tiba keluar dari semak-semak.Â
Beberapa orang lagi keluar pula dari balik semak dan pohon. Mereka berpakaian sama yaitu hitam dengan udeng batik coklat melingkari leher. Dimas memandangi wajah orang-orang ini. Tidak seorang pun yang ia kenal. Mereka sepertinya bukan penduduk Desa Banyuates.
"Tsabit, kau segera bawa pemuda ini bersama dirimu ke markas!"
"Baik, ketua. Namun, bagaimama dengan kau?"
Pria misterius ini kemudian menepuk pundak orang yang bernama Tsabit. Dibukalah kain batik penutup wajahnya itu. Kumisnya tipis dan ada tompel di pipi kirinya. Dimas pun tidak mengenalinya. Namun, di balik matanya yang berkaca-kaca nampaklah raut muka yang tidak asing.