Mohon tunggu...
Ahmad Soleh Mustofa
Ahmad Soleh Mustofa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mahasiswa IAIN Jember

Kenali dirimu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sepenggal Kisah

4 Juni 2020   12:17 Diperbarui: 4 Juni 2020   12:13 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi itu suasana dipesantren nampak seperti biasanya, terlihat santri sedang mengaji, menghafal nahwu sharaf, menyapu halaman pesantren, bercengkerama di halaman masjid sambil tiduran, dan ada pula yang hanya mondar-mandir di depan halaman.

Ya begitulah kehidupan pesantren, penuh dengan kesederhanaan dan pengabdian. walaupun terkadang kiriman dari orang tua terlambat karena berbagai macam kendala, namun hal tersebut bukanlah suatu hambatan untuk belajar dan memperdalam ilmu-ilmu agama.

Di depan mushollah terlihat santri yang bernama Abas yang sedang membereskan perlatan kebersihan. Abas merupakan santri yang berasal dari desa, ia merupakan santri yang berprestasi dan taat terhadap perintah kiai, terbukti dengan sejumlah penghargaan yang ia terima dari hasil lomba yang di adakan oleh pesantren maupun pihak luar pesantren. Ia juga taat terhadap perintah kiai, karena setiap dawuh yang diberikan oleh kiai selalu didahulukan dan dilaksanakan dengan tanpa paksaan. Tidak lama kemudian terdengar suara kiai memanggil abas, seperti biasa Abas langsung menghadap dan meninggalkan pekerjaan yang sedang ia kerjakan.

" Assalamu'alaikum mohon maaf kiai, apakah kiai memanggil saya..?". Sambil mengambil posisi duduk bersimpuh dengan pandangan mata mengahadap kebawah, layaknya seorang santri yang sedang menghadap kiainya.


" Wassalamu'alaikum iya benar, saya mau minta tolong untuk dibelikan beberapa barang kepasar." Sambil membuka kitab yang akan diajarkan kepada para santri.


"Iya kiai, mohon maaf kiai, kira-kira barang apa saja yang harus saya beli" Ucap Abas dengan nada lembut dan santun.


"Tolong belikan beberapa kitab yang ada dalam catatan ini" Sambil memberikan daftar kitab yang harus di beli.


"Iya kiai, saya mohon pamit" Dengan mencium tangan kiai.
"Sebentar abas, sebaiknya kamu bawa sepeda agar lebih cepat dan menghemat waktu"


"Iya kiai, mohon pamit, assalamualaikum".
"Wassalamualaikum"

Abas berangkat dari pesantren menuju pasar pukul 08.30, jarak antara pesantren dan pasar kira-kira 2 kilometer. Dengan membawa sepeda tentunya dia akan lebih cepat untuk sampai kepasar membeli kebutuhan lalu kembali ke pesantren. Namun yang terjadi justru sebaiknya, jam 12.30 dia baru tiba di pesantren dan langsung menghadap kiai. Kiai dari tadi sudah menunggu kedatangannya dari pasar, perkiraan kiai dia akan sampai ke pesantren pukul 10.00 karena dia sudah dibekali dengan sepeda yang dipinjami oleh kiai.

"Assalamualaikum kiai, mohon maaaf, ini pesanan kiai" memberikan bingkisan yang dia beli dari pasar.


"Waalaikumsalam, kok lama sekali, bukankan saya sudah suruh bawa sepeda"


"Mohon maaf kiai, kiai tadi menyuruh membawa sepeda bukan menaikinya, jadi sepanjang perjalanan saya hanya menuntun sepeda tersebut tanpa menaikinya, sesuai dengan dawuh kiai".


"Owalah le, maksud saya tadi kamu bawa sepeda untuk dinaiki" sambil tersenyum mengelus kepala Abas".


"Mohon maaf kiai, saya kira hanya disuruh bawa sepeda saja". Tertunduk malu dan tersenyum.

Akhrinya abas kembali melanjutkan pekerjaannya, dan melanjutkan kegiatan sehari-hari. dia menimba ilmu selama kurang lebih 10 tahun dengan penuh ketaatan dan keikhlasan dalam melaksanakan perintah guru.

Setelah dia kembali ke kampung halamannya, dia menjadi seorang tokoh agama yang dipercaya oleh masyarakat dan memiliki pesantren yang cukup besar. Semua didapatkan karena barokah dan ridho dari gurunya dipesantren yang selama ini dia sangat taat dalam melaksanakan perintahnya.

Barokah memang sangat penting dan berpengaruh terhadap keberhasilan seseorang, di indonesia sangat banyak orang pintar namun tidak dapat berkontribusi pada agama dan negara, begitu banyak lulusan sarjana yang kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.

Secara teori mereka sudah pantas mendapat pekerjaaan yang layak, namun kembali lagi barokah sangat berperan didalamnya. Boleh saja pintar namun salah dalam proses mencari ilmu, misalkan melakukan kecurangan pada saat ujian, mencontek, membantah nasehat guru bahkan ada yang sampai melaporkan guru kepolisi dikarenakan menghukum siswa yang melanggar peraturan. hal hal semacam itulah yang dapat menghambat kesuksesan dan  menutup jalan pekerjaan.

Dewasa ini nilai-nilai kebarokahan sudah jarang diterapkan terutama dalam dunia pendidikan. nilai barokah ini yang mulai pudar dari pendidikan di indonesia, para siswa cenderung melakukan segala cara untuk mendapatkan nilai yang diharapkan. Padahal disana ada hal yang harus diutamakan yaitu rida dan barokah dari seorang guru, seperti yang terkandung dalam cerita diatas.

Maka hendaknya kita mencari barokah terlebih dahulu sebelum mencari materi, karena jika barokah dari seorang guru sudah di dapat maka ilmu yang dipelajari akan mudah di pahami dan akan bermanfaat untuk masa depan nanti.

Terimakasih

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun