Maskapai selalu akan berlomba untuk mengisi kursi-kursi pesawat pada armada mereka dengan berbagai cara seperti fleksibilitas harga tiket, penyediaan lounge hingga pada variasi layanan lainnya yang ditawarkan.
Pertumbuhan jumlah penggguna transporrtasi udara dari tahun ke tahun memang menunjukan jumlah yang sangat luar biasa.
Badan Aviasi Sipil Dunia atau ICAO mengatakan bahwa pada tahun 2015 terdapat lebih dari 3,5 milyar orang menggunakan transportasi udara dimana angka tersebut diperkirakan akan meningkat hampir dua kali lipat pada tahun 2030.
Peningkatan jumlah pengguna jasa maskapai ini mengakibatkan tumbuhnya jumlah dan persaingan antar maskapai didunia.
ICAO mengklasiflikasikan maskapai dalam 3 jenis yaitu :
- Maskapai dengan layanan penuh atau Full Service Airline (FSA/FSC)
- Maskapai Berbiaya Rendah (LCC)
- Maskapai Regional.
Persaingan antar maskapai terjadi antara maskapai dengan layanan penuh dengan maskapai berbiaya rendah dan karena begitu ketatnya persaingan mereka terkadang membuat sulit untuk membedakan antar keduanya dan bahkan munculnya jenis maskapai tidak resmi.
Preferensi para air traveler sangat dominan dalam menciptakan persaingan antar kedua jenis maskapai ini, diantaranya misalnya kecenderungan untuk terbang langsung tanpa transit di bandara pengumpul atau Hub serta tidak terlalu membutuhkan layanan lainnya seperti yang dilakukan oleh Full Service Carrier, dengan begitu air traveler dapat menghemat untuk di tempat liburan mereka dengan tiket murah.
ICAO menyebutkan bahwa 28% dari 3,5 milyar pengguna transportasi udara adalah berasal dari maskapai berbiaya rendah atau LCC dan angka ini juga diprediksi akan terus meningkat.
Hal lain yang membuat persaingan semakin ketat adalah pada perkembangannya para maskapai LCC yang umumnya beroperasi di bandara non utama atau secondary airport kini juga mulai beroperasi di bandara utama atau primary airports dimana Full Service Carrier mangkal.
Jalur penerbangan juga menjadi ajang persaingan ketika maskapai LCC juga merambah ke penerbangan jarak jauh, mereka telah offside dari jalur penerbangan pendek yang memang menjadi ciri dari LCC.
Maka muncul istilah Long Haul Low Cost atau LHLC yang ditawarkan oleh maskapai LCC seperti maskapai Jetstar dan AirAsia X.
Jumlah maskapai berbiaya rendah yang terus meningkat serta munculnya Ultra Low Cost Carrier atau ULCC membuat maskapai Full Service melancarkan strategi untuk bersaing.
Maskapai FSA pun meluncurkan anak perusahaan atau subsidiary berupa maskapai LCC atau menggandeng maskapai regional untuk mengangkut pelanggannya ke bandara pengumpul mereka (hub) namun hal ini diikuti juga dengan munculnya Hybrid Airline.
Jenis maskapai Hybrid Airline memang agak asing namun pada dasarnya Hybird Airline merupakan maskapai LCC dengan memberikan standar layanan yang lebih baik dari maskapai LCC pada umumnya bahkan menyamai standar layanan pada maskapai FSA.
Misalnya pada maskapai LCC umumnya tidak menyediakan inflight entertainment service (IFS) atau kursi yang tidak bisa direbahkan, pada Hybird Airline kedua layanan ini tersedia.
Maskapai LCC tidak menyediakan connecting flight untuk menghindari ground handling perpindahan bagasi namun Hybrid Airline menyediakan.
Maskapai LCC biasanya beroperasi di bandara non utama (secondary airport) dengan biaya landing fee dan lainnya yang lebih rendah namun Hybird Airline justru mangkal di bandara utama (primary airport) dan bahkan bandara yang sibuk sekali pun.
Maskapai Amerika Jetblue bisa dikatakan sebagai Hybird Airline yaitu maskapai LCC yang memberikan layanan layakanya maskapai FSA. Â
Disaat maskapai LCC hanya menyediakan satu kelas yaitu kelas ekonomi, maskapai Jetblue menyediakan kelas utama layaknya maskapai FSA.
Dalam persaingan harga tiket, pada perkembangannya maskapai FSA mulai gencar menawarkan harga tiket yang rendah pula untuk menggaet lebih banyak pelanggan, namun itu juga diikuti pula dengan munculnya maskapai Ultra Low Coat Carrier (ULCC).
Maskapai jenis ini memang tidak resmi namun belakangan banyak bermunculan khususnya di Amerika dengan rute-rute domestik yang relatif pendek sehingga layanan tambahan selana penerbangan tidak banyak dibutuhkan (less frills).
Maskapai ULCC memfokuskan nilai kandungan dalam harga tiket saja jadi kita hanya membayar untuk membawa kita dari satu tujuan ke tujuan lainnya tanpa ada layanan apapun namun tetap tersedia dengan tambahan biaya.
Jadi jangan harap kita bisa duduk bersebelahan jika menggunakan ULCC karena layanan untuk memilih tenpat duduk tidak diberikan kecuali membayar biaya tambahan.
Jika di bandara saat ingin naik pesawat, jangan kaget jika tidak melalui garbarata tapi lewat tangga karena berbiaya lebih tinggi menyewanya daripada anak tangga.
Maskapai Amerika yaitu Allegiant Airlines adalah salah satu contoh dari maskapai ULCC.
Namun demikian jika kita memilih maskapai, kita selalu memilih harga yang paling rendah dan pada penerbangan pendek biasanya kita juga tidak memerlukan layanan tambahan terlebih dengan adanya tablet dan gadget lainnya yang tetap bisa membuat kita terhibur selama penerbangan.
Bagi maskapai, apa itu maskapai FSA, LCC, ULCC, maskapai regional (commuter airline) maupun Hybrid Airline, harus tetap berusaha dalam menangkap preferensi air traveler yang beragam pula namun dalam menangkap preferensi air traveler yang berlibur (leisure traveler) harga sangat lah utama serta waktu tunggu antar penerbangan yang tidak lama (turnaround time) sebelum layanan dengan tetap memperhatikan tingkat keselamatan yang diberikan oleh sebuah maskapai.
Persaingan akan semakin sengit, harga boleh di diskon, layanan boleh dipangkas tapi jangan pemeliharaan dan keselamatan.
Selamat Bersaing para maskapai.
Salam Aviasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H