Pada suatu saat ketika saya memberikan layanan wisata kepada tamu saya di sebuah pulau di Kepulauan Sunda Kecil, tepatnya di hari ke 3 mereka berlibur, salah satu dari mereka mendapat berita bahwa orang tua beliau dalam keadaan kritis di Rumah Sakit di Jakarta.
Siang itu saya sedang tidak bersama tamu karena saat itu adalah free time mereka di hotel, hanya ada staff saya yang memang standy by 24 jam di hotel tersebut.
Setelah mendapat kabar tersebut, sore itu juga saya harus mendapatkan kendaraan travel untuk mengantar mereka ke pulau utama karena tidak ada penerbangan dan hari itu juga sudah sore.
Di saat bersamaan saya kontak perwakilan kami di pulau utama untuk melakukan rescheduling pesawat mereka ke pesawat pertama keesokan harinya.
Perjalanan darat ke pulau utama memerlukan waktu sekitar 7 am sehingga kami harus berangkat selambatnya jam 9 malam untuk dapat tiba di sana sebelum jam 4 subuh untuk mengejar pesawat jam  pagi ke Jakarta.
Dan pada akhirnya mereka pun berangkat pada pesawat pertama pada hari itu juga.
Contoh lain adalah ketika tamu kami berwisata di sebuah pulau yang jaraknya 2 jam dengan speedboat dari daratan utama dan mengalami luka berat ketika sedang trekking, dan saat itu pula speedboat kami yang memang secara khusus standy by untuk tamu kami dapat ketika itu pula mengevakuasi tamu tersebut ke Rumah Sakit di daratan utama.
Kejadian ini adalah kejadian emergency dalam wisata dan baik dari sisi wisatawan dan tour operator jarang sekali memikirkan akan terjadinya sebuah kejadian yang di luar dugaan.
Emergency handling atau penanganan darurat saat wisata tidak hanya memerlukan usaha dari seorang tour operator namun juga biaya yang harus diantisipasi ketika hal ini terjadi.
Akan tetapi ketika efek dari antisipasi dalam hal biaya ini akan berpengaruh kepada harga jual paket pada akhirnya akan membuat pertimbangan tambahan bagi wisatawan dalam memutuskan dari pihak operator mana dalam liburan mereka.
Adakalanya di saat para wisatawan membandingkan harga dari satu operator dengan lainnya, mereka hanya melihat harga tanpa melihat dengan seksama apa yang termasuk dan apa yang tidak termasuk dan ketika ada sesuatu yang terjadi dan ternyata tidak termasuk dalam paket, mereka baru menyadarinya.
Dan untuk hal keselamatan, sering sekali ini terabaikan, hal ini disebabkan mungkin karena rasa euphoria akan liburan menghapuskan kemungkinan adanya terjadi keadaan darurat.
Dalam melayani jasa liburan private kepada tamu, saya selalu belajar dan belajar terus untuk menjadi lebih baik bukan terbaik, karena lebih baik adalah lebih baik dari yang terbaik terutama dalam bisnis keramahtamahan ini.
Mungkin dari kita bila sedang berada dalam mobil menuju ke destinasi wisata jarang memikirkan atau menanyakan kepada tour operator adanya first aid kits di mobil atau tersedianya life jacket bila melakukan perjalanan dengan speedboat.
Bisa jadi harapan tamu kepada tour operator dalam mengantisipasi keadaan darurat sudah tinggi sehingga mereka tidak perlu mengecek atau menanyakan untuk memastikan hal itu.
Dari sisi tour operator, kenyamanan dan terpenuhinya permintaan tamu menjadi prioritas utama, dan walaupun keselamatan menjadi prioritas namun pada praktiknya hal ini adakalanya menjadi hal yang bukan prioritas hingga saatnya terjadi.
Penanganan darurat memang tidaklah murah terutama ketika harga jual menjadi meningkat pula, akan tetapi haruskan kita, baik dari sisi wisatawan maupun tour operator menjadikan keselamatan sebagai prioritas pula.
Wisatawan biasanya price sensitif sehingga adakalanya tidak melihat secara teliti apa yang membuat perbedaan harga dalam paket liburan dari satu operator dengan lainnya, dan bila melihat pun ini biasanya terpaku oleh jenis fasilitasnya seperti akomodasi dan transportasi.
Pengalaman saya mengajarkan bahwa semua orang tua sangatlah memperhatikan keselamatan putera puteri mereka saat liburan terutama ketika mereka melakukan aktivitas di alam dan air seperti trekking, berenang dan snorkeling.
Pada saat itu pula sebagai tour operator sebaiknya menyediakan jasa water safety dimana speedboat melakukan circling atau selalu berada dekat ke mana tamu itu mengarah sehingga bila tamu letih untuk berenang ke daratan, mereka bisa naik ke speedboat atau bila ada keadaan darurat bisa seketika itu pula proses evakuasi dapat dilakukan.
Penyediaan first aid kits sebaiknya berada di setiap moda transportasi yang digunakan dan ketika berada di alam, sang guide pun dibekali oleh first aid kits ini di dalam tas ranselnya.
Hal ini untuk mengantisipasi dan melakukan pertolongan pertama misalnya ketika ada tamu yang mengalami cedera ringan saat beraktivitas.
Tidak semua pulau atau destinasi di daratan utama di Indonesia memiliki fasilitas kesehatan seperti puskesmas dan lainnya sehingga antisipasi akan terjadinya keadaan darurat memerlukan ketersediaan moda transportasi yang dapat cepat bergerak (mobility).
Untuk hal tersebut dari sisi wisatawan sebaiknya memilih kapal yang menunggu mereka bukan mereka yang menunggu kapal, dalam perkataan lain adalah menyewa kapal tersebut hanya untuk selama mereka berwisata di sebuah pulau.
Penyediaan kendaraan yang stand by sehari penuh memang jarang tersedia, biasanya hanya dalam 8 jam sehari, untuk hal tersebut ada baiknya kita menanyakan kepada pihak penyedia akomodasi akan ketersediaan kendaraan yang mereka miliki saat malam hari.
Memang hal semua ini tidak murah namun bukankah keselamatan itu juga tidak murah terlebih bila sesuatu yang parah telah terjadi.
Bagi yang suka solo travelling atau wisatawan yang tidak menggunakan jasa tour operator, sebaiknya sebelum melakukan liburan tidak hanya melihat apa yang dapat dilihat dan dinikmati di destinasi yang ingin dituju namun juga fasilitas kesehatan yang tersedia di sana dan bila memungkinkan membuat rencana evakuasi sendiri bila ada kemungkinan terjadinya keadaan darurat terlebih bila berada di sebuah pulau.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H