Kejadian satu penumpang maskapai Garuda dengan penerbangan GA 682 dari Jakarta ke Sorong adalah kejadian ke 3 di dunia yang saya ketahui hingga saat ini dan menimbulkan ketakutan terbang bagi penulis yang dulunya tidak pernah mengalami hal ini.
Pada awal bulan ini penerbangan Qatar Airways dengan nomor penerbangan QR203 yang terbang dari Doha ke Athens terpaksa mengkarantina seluruh penumpangnya setelah ditemukan sebanyak 12 orang penumpangnya positif Covid-19.
Penerapan protokol kesehatan di bandara di Doha sudah diberlakukan termasuk thermal temperature screening akan tetapi dengan adanya orang yang tidak menunjukan gejala Covid-19 seperti deman sepertinya bisa lolos dari pemeriksaan.
Pemerintah Yunani dikabarkan menutup kembali penerbangan dari Doha hingga pertengahan Juni sejak terjadinya hal tersebut.
Kejadian kedua menimpa maskapai Emirates dengan penerbangan nomor EK380 dari Dubai ke Hong Kong dimana saat kedatangan ditemukan 26 penumpangnya positif coronavirus yang transit dari Parkistan melalui Dubai.
Pihak maskapai Emirates menghentikan sementara penerbangan ke Pakistan sejak 24 Juni 2020 yang lalu.
Kejadian ketiga datang dari negara sendiri pada penerbangan Garuda GA862 dari Jakarta -- Sorong seperti yang diberitakan oleh Kompas.com pada tanggal 28 Juni 2020
Dari ketiga kejadian tersebut dan dari semua argumentasi akan keamanan filter di kabin pesawat akan penyebaran coronavirus selama penerbangan menambah daftar pertanyaan akan kesiapan industri penerbangan dalam menerapkan masa pandemi yang belum berakhir ini.
Aviasi dan Pariwisata
Dunia penerbangan bagi dunia pariwisata tidak hanya membawa banyak turis akan tetapi juga membuka akses pada destinasi wisata yang sebelumnya tidak dikenal oleh turis sehingga menambah pilihan bagi turis untuk memilih destinasi liburan mereka selanjutnya.
Pada masa pandemi ini kedua fungsi maskapai ini bisa dikatakan lumpuh total dan berimbas pula pada pariwisata.
Maskapai yang biasanya memiliki pelanggannya dalam business dan leisure tidak dapat membentangkan sayapnya dan mengisi langit-langit saat pandemi ini karena penutupan diberbagai negara.
Akibatnya beberapa maskapai banyak yang mencari solusi untuk bertahan dalam pandemi kepada pihak-pihak yang berhubungan dengan mereka seperti pabrikan pesawat, perusahaan leasing dan juga Pemerintah.
Beberapa maskapai juga sudah gulung tikar dan yang terakhir adalah maskapai NokScoot, sebuah maskapai berbiaya rendah di Thailand.
Maskapai besar juga banyak yang memparkir pesawatnya  selama ini dan bahkan ada yang mempensiunkan dini beberapa armadanya yang terbilang masih baru.
Maskapai Qantas baru-baru ini memutuskan untuk menghentikan penerbangan dengan Airbus A380 hingga tahun 2023, Air France telah mempensiunkan seluruh armada A380 nya dengan penerbangan terakhirnya dengan nomor penerbangan AF380 dari Paris pada tanggal 26 Juni yang lalu.
Dan sebagai akibatnya destinasi wisata yang biasanya terisi oleh kerumunan turis dari berbagai dunia kini terlihat kosong tanpa ada kegiatan pariwisata.
Maskapai ICU
Penerapan Alat Pelindung Diri (APD) pada kru pesawat telah banyak menimbulkan pro dan kontra dari beberapa kalangan baik itu dari kalangan dunia penerbangan maupun umum.
Beberapa maskapai telah menerapkan penggunaan APD pada kru pesawatnya termasuk penggunaan baju seperti yang digunakan oleh perawat di Rumah Sakit.
Sederet maskapai seperti Emirates, Korean Air dan AirAsia serta Oman Air telah memberlakukan ini kepada para kru dan petugas di darat yang banyak melakukan interaksi dengan penumpang.
Hal ini tidak dapat dikatakan bahwa maskapai tersebut sebagai maskapai ICU seperti yang diperdebatkan oleh beberapa kalangan, paling tidak dari sisi maskapai itu sendiri yang telah menunjukan keseriusannya dalam memproteksi pelanggannya dan kru nya dalam pandemi.
Petinggi Emirates mengatakan dalam sebuah situs online penerbangan bahwa penggunaan APD pada kru nya bukan untuk penggunaan jangka Panjang namun untuk saat ini menjadi perhatian khusus manajemen dalam membantu dalam pencegahan penyebaran coronavirus.
Bandara adalah Benteng Pertahanan
Bila menghitung waktu penerbangan dari Dubai ke Hong Kong adalah 7 jam dan 55 menit dan untuk Jakarta ke Sorong bila non stop akan berlangsung selama 4 jam dan 5 menit seharusnya akan memberikan banyak waktu kepada petugas yang mengecek ulang semua dokumen penumpang yang sudah berangkat.
Dan bila ditemukan hal seperti ini akan lebih cepat dan memudahkan bagi bandara kedatangan untuk mengantisipasinya, walau memang akan sulit untuk memeriksa orang yang tanpa gejala.
Oleh sebab itu pembukaan kembali penerbangan menjadikan bandara sebagai benteng pertahananan baik itu di bandara keberangkatan maupun kedatangan dalam mencegah penyebaran coronavirus selama pandemi.
Pemberlakuan protokol kesehatan pada semua sektor termasuk penerbangan membuat bandara juga akan mengeluarkan penerapan ekstra ketat dalam memeriksa setiap penumpang yang akan terbang.
Seberapa kuat benteng pertahanan itu akan tergantung pada kesiapan masing-masing bandara baik itu dari segi perlengkapan dan Sumber Daya Manusia nya (SDA).
Kejadian-kejadian tersebut diatas menjadi alarm yang benar-benar harus membangunkan semua pihak untuk memperbaiki sistem dan penerapan protokol kesehatan di bandara dan pesawat.
Kepercayaan pelanggan adalah hal yang sangat mahal dan harus menjadi daya tarik utama bagi maskapai dan bandara untuk membawa kembali para pelangganya ke dalam pesawat mereka.
Proses dalam Transisi
Kenormalan baru membutuhkan proses beradaptasi dan memang tidak akan mudah untuk menyadarkan semua orang untuk berubah dalam sekejap.
Proses perubahan sudah dimulai namun tidak menghilangkan resiko akan keteledoran dari berbagai pihak didalamnya yaitu petugas dan pengguna moda transportasi.
Ruang untuk melakukan kesalahan selalu ada tapi ruang untuk memperbaiki juga ada sehingga kordinasi dan kerjasama antar pihak selalu yang utama, tidak ada ruang untuk saling menyalahkan dalam masa transisi ini.
Dunia penerbangan akan selalu menjadi moda transportasi yang aman di dunia dan akan selalu hadir dimasa mendatang khususnya untuk mengantarkan para pelanggan yang ingin berlibur dan juga sebagai pembuka akses destinasi wisata di seluruh dunia.
Kepercayaan yang sangat dibutuhkan dalam industri pariwisata untuk memulai kegiatannya juga dibutuhkan oleh dunia penerbangan untuk  kembali ke angkasa dengan pelanggannya, tanpa hal itu sejuta senyuman para kru dalam pesawatnya sepertinya tidak cukup untuk meraih kepercayaan itu tanpa adanya usaha yang lebih dari sekedar pelayanan.
Kenyamanan menggunakan moda transportasi khususnya udara juga tidak hanya terletak pada pelayanan selama dalam penerbangan tapi juga saat keberangkatan dan kedatangan, apabila kita yang sehat harus dikarantina sebagai dampak dari salah satu penumpang, maka itu akan mengurangi kenyamanan bagi pengguna lain.
Pariwisata sebagai mesin utama dalam menggerakan roda perekonomian tidak akan berjalan tanpa keberadaan maskapai dan hal tersebut menjadikan maskapai sebagai mesin utama penggerak industri pariwisata terutama dalam memindahakan turis dari satu negara ke negara lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H