Perayaan Hari Raya Nyepi pada tahun ini hampir bersamaan dengan awal bulan Suci Ramadan 1444 H. Meskipun pada satu sisi hal ini dapat dianggap sebagai sebuah kebetulan ilmiah yang biasa, di sisi lain, fenomena ini dapat diartikan secara lebih filosofis dan mendalam. Nyepi dan puasa bulan Suci Ramadan sebenarnya memiliki banyak kesamaan. Tradisi Nyepi, yang merupakan perayaan Tahun Baru Saka dalam budaya masyarakat Hindu, terutama di Bali dan Lombok, melibatkan meditasi sebagai bentuk perayaan, bukan euforia dan pesta pora. Selama Nyepi, umat Hindu mengamalkan empat ajaran, yaitu amati geni, yang melarang penggunaan api, termasuk perangkat elektronik dan internet; amati karya, yang melarang bekerja baik di dalam maupun di luar rumah selama sehari penuh; amati lelungan, yang melarang meninggalkan rumah untuk tujuan apa pun.
Terakhir, perhatikan para juru lelang, mereka melarang bersenang-senang saat Nyepi. Semangat upacara Nyepi adalah untuk sementara melepaskan diri dari hiruk pikuk dunia, mengistirahatkan tubuh dan pikiran dari berbagai persaingan duniawi, kemudian merenungi diri untuk menemukan hakikat hidup yang sebenarnya. Semangat ini juga mengambil isyarat dari puasa Ramadhan. Ritual puasa Ramadhan tidak se-ekstrim pawai Nyepi.
Selama Ramadhan, umat Islam tetap dapat melakukan aktivitas sehari-hari seperti bekerja dan sekolah. Hanya saja mereka tidak diperbolehkan makan, minum atau berhubungan seks di siang hari, dan mereka harus menelan amarahnya. Namun idealnya, selama Ramadhan, umat Islam mengurangi porsi kegiatan sekuler dan lebih fokus pada kegiatan yang berorientasi ukhrowi.Â
Meski ritualnya sedikit berbeda, pada dasarnya puasa Ramadhan memiliki semangat dan makna yang sama. Yaitu, bagaimana memisahkan jiwa dan raga dari nafsu dunia, kemudian mensucikan hati nurani untuk menemukan keaslian diri. Ritual puasa secara biologis membantu tubuh mendetoksifikasi racun dan residu yang ada dalam tubuh kita. Gaya hidup manusia yang tidak sehat pasti akan meninggalkan berbagai racun dalam tubuh. Baik dalam tradisi medis klasik maupun modern, puasa adalah mekanisme paling sederhana namun paling efektif untuk mendetoksifikasi racun tubuh.
Dalam istilah psikologis, puasa merupakan sarana membangun kepribadian atau karakter keikhlasan, kesabaran, dan kemampuan mengelola emosi. Tidak mudah untuk menghindari makan, minum dan berbuka puasa. Apalagi itu berlangsung selama sebulan penuh. Bisa dibilang, puasa itu riyadhah, yang tidak hanya berefek membentuk kecerdasan spiritual, tapi juga membantu membangun kecerdasan emosional. Sementara itu, dalam konteks sosiologis, ritual puasa akan menumbuhkan empati dan empati terhadap penderitaan orang lain. Kelaparan dan kelemahan siang hari mungkin merupakan kondisi yang dialami oleh orang miskin. Dengan berpuasa, orang kaya pun merasakan sakitnya orang miskin. Harapan untuk mengembangkan semangat kepedulian terhadap sesama dari sana.
Hari Raya Nyepi yang jatuh pada hari pertama bulan Ramadan dapat diinterpretasikan sebagai dua hal yang terkait.Â
Pertama, berkaitan dengan nilai toleransi, yang mengharuskan setiap penganut agama Hindu dan Islam untuk menghargai satu sama lain. Umat Islam harus memperhatikan pentingnya perayaan Nyepi yang sakral dan tenang. Idealnya, hari pertama Ramadan harus disambut dengan khidmat tanpa menimbulkan keributan yang bisa mengganggu ketenangan umat Hindu saat menikmati perayaan Nyepi.Â
Pesan kedua adalah bahwa perayaan Nyepi dan awal Ramadan yang bertepatan bisa menjadi momen penting bagi umat Hindu dan Islam untuk menemukan jati diri mereka. Dalam tradisi Hindu, pencarian jati diri mencapai puncaknya ketika manusia menjalankan dharma, yaitu memiliki kesadaran bahwa setiap tindakan berdampak pada konsekuensi yang dihasilkan.Â
Tindakan yang baik akan membawa kebahagiaan dan ketenangan batin, yang pada akhirnya akan menciptakan kesejahteraan, kemakmuran, dan manfaat. Sebaliknya, tindakan yang buruk akan menjerumuskan pada kesedihan, kekurangan, kehinaan, bahkan kesakitan atau kematian prematur.
Bagi umat Islam, puncak pencarian identitas sejati adalah mencapai tingkat spiritualitas yang disebut makrifat. Artinya, menginternalisasikan sifat-sifat bawaan dalam pemikiran, kata-kata, dan perilaku sehari-hari. Seseorang mencapai tingkat makrifat ketika dia mengenali dirinya sendiri. Dalam mengenali dirinya, sebenarnya dia juga mengenali Sang Pencipta. Salah satu cara untuk mencapai makrifat adalah melalui puasa Ramadan.