Meningkatkan Keterbukaan dalam Berkomunikasi: Pilar Utama Menuju Pendidikan Berkelanjutan
Oleh: A. Rusdiana
Era Society 5.0 menawarkan peluang besar sekaligus tantangan kompleks bagi sektor pendidikan di Indonesia. Transformasi digital telah mengubah cara masyarakat bekerja, belajar, dan berkomunikasi, sehingga menuntut inovasi dalam tata kelola pendidikan. Namun, keterbatasan komunikasi yang terbuka antara pemangku kepentingan---kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan (tendik), siswa, hingga orang tua sering kali menjadi hambatan utama dalam mencapai tujuan pendidikan. Dalam teori komunikasi efektif, keterbukaan (openness) dianggap sebagai elemen penting dalam menciptakan lingkungan yang kolaboratif. Namun, praktik di lapangan menunjukkan adanya kesenjangan antara teori dan pelaksanaan. Forum diskusi, misalnya, masih bersifat formal dan tidak selalu melibatkan semua pihak secara setara. Tulisan ini bertujuan memberikan strategi praktis untuk meningkatkan keterbukaan dalam berkomunikasi, terutama bagi guru muda dan pemangku kepentingan pendidikan, demi membangun bangsa yang siap menghadapi tantangan era 5.0 dan menyongsong Indonesia Emas 2045. Berikut 5 strategi praktis untuk meningkatkan keterbukaan dalam berkomunikasi:
Pertama: Membudayakan Forum Diskusi Rutin; Forum diskusi yang terencana dan inklusif dapat menjadi wadah untuk menyampaikan aspirasi, gagasan, atau permasalahan secara terbuka. Kepala sekolah perlu memimpin inisiatif ini dengan memastikan setiap pemangku kepentingan memiliki kesempatan yang sama untuk berbicara. Selain itu, melibatkan pihak eksternal seperti komite sekolah atau konsultan pendidikan dapat memberikan sudut pandang baru yang memperkaya diskusi.
Kedua: Memanfaatkan Teknologi untuk Transparansi; Pemanfaatan teknologi komunikasi seperti aplikasi manajemen sekolah atau platform diskusi online dapat membantu menciptakan transparansi informasi. Guru muda dapat menggunakan teknologi ini untuk berbagi ide atau menerima masukan tanpa batasan waktu dan tempat. Selain efisiensi, teknologi juga dapat membantu mendokumentasikan hasil diskusi, sehingga setiap pihak memahami perannya.
Ketiga: Meningkatkan Literasi Komunikasi Nonverba; Komunikasi nonverbal seperti ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan nada suara sering kali menyampaikan pesan lebih kuat daripada kata-kata. Pelatihan literasi komunikasi nonverbal bagi guru dan tenaga kependidikan dapat membantu memperkuat pesan yang disampaikan. Dengan memahami komunikasi nonverbal, potensi kesalahpahaman dalam interaksi sehari-hari dapat diminimalisir.
Keempat: Menanamkan Budaya Feedback Konstruktif; Keterbukaan tidak hanya soal berbicara, tetapi juga mendengarkan. Guru muda dan kepala sekolah perlu menciptakan budaya di mana masukan atau kritik dapat diterima tanpa rasa takut atau defensif. Feedback yang konstruktif membantu setiap individu melihat kekurangan sebagai peluang untuk berkembang.
Kelima: Mengintegrasikan Nilai-Nilai Keterbukaan dalam Kurikulum; Untuk menghadapi Indonesia Emas 2045, keterbukaan dalam komunikasi harus diajarkan sejak dini. Kurikulum pendidikan perlu memasukkan nilai-nilai seperti kejujuran, rasa saling percaya, dan empati sebagai bagian dari pembelajaran karakter. Dengan cara ini, siswa juga dapat menginternalisasi pentingnya keterbukaan dalam kehidupan sehari-hari.
Keterbukaan dalam berkomunikasi adalah kunci untuk membangun kepercayaan, mempererat kolaborasi, dan menciptakan lingkungan pendidikan yang inklusif. Melalui forum diskusi rutin, pemanfaatan teknologi, literasi komunikasi nonverbal, budaya feedback konstruktif, dan integrasi nilai-nilai keterbukaan dalam kurikulum, pendidikan Indonesia dapat lebih siap menghadapi tantangan era 5.0. Dengan ini, merekomendasikan: 1) Bagi Kepala Sekolah: Adakan forum diskusi rutin dengan agenda yang terstruktur dan melibatkan semua pihak; 2) Bagi Guru Muda: Manfaatkan teknologi untuk komunikasi lebih transparan dan efektif; 3) Bagi Tenaga Kependidikan (Tendik): Tingkatkan pemahaman literasi komunikasi nonverbal untuk mendukung interaksi sehari-hari; 4) Bagi Pemerintah: Masukkan keterbukaan komunikasi sebagai bagian dari pelatihan bagi pendidik dan tenaga kependidikan.
Melalui langkah-langkah strategis ini, Indonesia tidak hanya siap menghadapi tantangan era Society 5.0, tetapi juga mampu mencetak generasi emas 2045 yang unggul dan berdaya saing global. Wallahu A'lam.