Mohon tunggu...
Ahmad Rusdiana
Ahmad Rusdiana Mohon Tunggu... Dosen - Praktisi Pendidikan, Penulis, Peneliti, Pengabdian Kepada Masyarakat-Pendiri Pembina Yayasan Pendidikan Al-Misbah Cipadung Bandung-Pendiri Pembina Yayasan Tresna Bhakti Cinyasag-Panawangan-Ciamis Jawa Barat

“Learning to Explore, Develop, and Serve”

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Menumbuhkan Budaya Mendengarkan Aktif: Kunci Membangun Pendidikan Era 5.0

10 Januari 2025   14:51 Diperbarui: 10 Januari 2025   14:51 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Wowkeren, tersedia di https://www.wowkeren.com/berita/tampil/00516209.

Menumbuhkan Budaya Mendengarkan Aktif: Kunci Membangun Pendidikan Era 5.0

Oleh: A. Rusdiana

Di era masyarakat 5.0, pendidikan menghadapi tantangan besar dalam menciptakan sistem yang inklusif dan adaptif. Kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan (tendik) memiliki peran sentral untuk membangun komunikasi yang efektif. Namun, sering kali budaya mendengarkan aktif belum menjadi prioritas di lingkungan pendidikan. Banyak keputusan strategis yang diambil tanpa memahami kebutuhan nyata siswa dan tenaga pendidik, menciptakan kesenjangan (GAP) antara kebijakan dan praktik. Teori mendengarkan aktif, yang dikembangkan oleh Carl Rogers, menekankan pentingnya memahami lawan bicara dengan empati dan perhatian penuh. Ini bukan hanya keterampilan komunikasi, tetapi juga fondasi untuk membangun kepercayaan dan kolaborasi. Dalam konteks pendidikan, budaya mendengarkan aktif dapat menjadi katalisator untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan hubungan antar pemangku kepentingan. Tulisan ini bertujuan untuk menggali pentingnya budaya mendengarkan aktif dalam pendidikan, khususnya bagi guru muda dan pemangku kepentingan pendidikan, guna menghadapi era 5.0 dan menyongsong Indonesia Emas 2045. Berikut panduan untuk menggali pentingnya budaya mendengarkan aktif dalam pendidikan:

Pertama: Mendengarkan untuk Memahami, Bukan Merespons Salah satu kesalahan umum adalah mendengarkan untuk segera merespons, bukan untuk memahami. Kepala sekolah dan pimpinan perlu membuka ruang dialog di mana guru dan tendik merasa didengar tanpa tekanan atau prasangka. Guru juga harus mendengarkan siswa untuk memahami kebutuhan mereka, termasuk tantangan personal dan akademik. Dengan memahami secara mendalam, kebijakan dan metode pengajaran dapat lebih relevan dan efektif.

Kedua: Penerapan Teknologi untuk Mendukung Mendengarkan Aktif Teknologi dapat menjadi alat untuk memperkuat budaya mendengarkan. Platform seperti survei online, forum diskusi, atau aplikasi umpan balik memungkinkan siswa, guru, dan tenaga kependidikan menyampaikan pandangan mereka secara lebih mudah dan anonim. Data yang dikumpulkan dari umpan balik ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi kebutuhan dan peluang perbaikan secara berkelanjutan.

Ketiga: Pelatihan Mendengarkan Aktif untuk Guru dan Pimpinan Mendengarkan aktif adalah keterampilan yang perlu dilatih. Pelatihan bagi guru dan pimpinan sekolah dapat membantu mereka mengasah kemampuan ini. Simulasi, role-play, dan refleksi pengalaman dapat menjadi metode efektif untuk memahami dinamika mendengarkan dalam berbagai situasi, termasuk konflik dan diskusi strategis.

Keempat: Menciptakan Budaya Penghargaan terhadap Masukan Lingkungan yang mendukung budaya mendengarkan aktif harus didasarkan pada penghargaan terhadap setiap masukan. Kepala sekolah dan pimpinan harus memberikan pengakuan terhadap ide-ide inovatif dari guru atau siswa. Ini tidak hanya memperkuat semangat kolaborasi tetapi juga mendorong partisipasi aktif dari semua pihak.

Kelima: Integrasi Budaya Mendengarkan dalam Kurikulum dan Kebijakan Budaya mendengarkan aktif perlu diintegrasikan dalam kurikulum pendidikan guru dan kebijakan sekolah. Calon guru harus diajarkan pentingnya mendengarkan aktif sebagai bagian dari pendekatan pedagogis mereka. Di tingkat kebijakan, setiap keputusan strategis harus melalui proses konsultasi dengan pihak terkait untuk memastikan kesesuaiannya dengan kebutuhan di lapangan.

Mendengarkan aktif bukan hanya keterampilan komunikasi, tetapi juga strategi untuk membangun ekosistem pendidikan yang inklusif dan adaptif. Dalam era 5.0, di mana perubahan terjadi dengan cepat, kemampuan mendengarkan aktif menjadi kunci untuk memahami kebutuhan dan menciptakan solusi yang relevan. Pemangku kepentingan pendidikan termasuk kepala sekolah, guru, dan tendik harus berkomitmen untuk menerapkan budaya ini di setiap aspek kerja mereka. Hal ini akan berimplikasi kepada: 1) Para Kepala sekolah dan pimpinan perlu mengadakan forum reguler untuk mendengarkan masukan dari guru dan siswa; 2) Pelatihan mendengarkan aktif harus menjadi bagian dari pengembangan profesional guru dan tendik; 3) Teknologi seperti aplikasi survei dan forum diskusi harus dimanfaatkan untuk memperluas akses terhadap umpan balik; 4) Kebijakan pendidikan perlu dirancang berdasarkan masukan yang diperoleh dari proses mendengarkan aktif; 5) Kurikulum pelatihan guru harus memasukkan prinsip-prinsip mendengarkan aktif sebagai kompetensi dasar.

Dengan menerapkan rekomendasi ini, kita dapat memperkuat pendidikan Indonesia untuk menghadapi tantangan era 5.0 dan menuju visi Indonesia Emas 2045. Wallahu A'lam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun