Mohon tunggu...
Ahmad Rusdiana
Ahmad Rusdiana Mohon Tunggu... Dosen - Praktisi Pendidikan, Penulis, Peneliti, Pengabdian Kepada Masyarakat-Pendiri Pembina Yayasan Pendidikan Al-Misbah Cipadung Bandung-Pendiri Pembina Yayasan Tresna Bhakti Cinyasag-Panawangan-Ciamis Jawa Barat

“Learning to Explore, Develop, and Serve”

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Transfer Pengetahuan Berbasis Pengalaman: Membangun Takenta Muda untuk Indonesia Emas 2045

23 Desember 2024   22:01 Diperbarui: 23 Desember 2024   22:01 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Proxsis HR: tersedia di, https://hr.proxsisgroup.com/pemanfaatan-metode-experiential-learning-dalam-pelatihan

Transfer Pengetahuan Berbasis Pengalaman: Membangun Talenta Muda untuk Indonesia Emas 2045

Oleh: A. Rusdiana

Di era Revolusi Industri 5.0, tantangan pendidikan semakin kompleks, menuntut pendekatan baru yang relevan. Transfer pengetahuan berbasis pengalaman yang mendalam (deep experiential learning) muncul sebagai solusi yang memungkinkan calon pendidik perempuan untuk tidak hanya menguasai teori, tetapi juga mengintegrasikannya dengan praktik nyata. Pendekatan ini mengedepankan pembelajaran melalui simulasi, studi kasus, dan refleksi kritis, menciptakan pemahaman yang lebih dalam dan berkelanjutan. Dalam teori pembelajaran kolaboratif, hubungan mentoring antara pendidik senior dan mentee menjadi kunci. Namun, banyak calon pendidik perempuan masih menghadapi kesenjangan (GAP) dalam akses ke pengalaman langsung ini. Hal ini menjadi hambatan dalam upaya meningkatkan keterampilan analitis, kepercayaan diri, dan kemampuan inovasi mereka. Oleh karena itu, tulisan ini penting untuk mengeksplorasi strategi operasional transfer pengetahuan berbasis pengalaman bagi perempuan muda, yang dapat mendukung cita-cita Indonesia Emas 2045. Berikut adalah lima strategi operasional transfer pengetahuan berbasis pengalaman:

Pertama: Simulasi dan Studi Kasus untuk Kontekstualisasi; Simulasi dan studi kasus memungkinkan mentee untuk mengatasi tantangan nyata dalam pendidikan. Pendekatan ini melibatkan eksplorasi masalah praktis, seperti manajemen kelas atau penyelesaian konflik antar siswa. Melalui metode ini, calon pendidik perempuan tidak hanya belajar teori, tetapi juga memahami bagaimana teori tersebut diterapkan di lapangan.

Kedua: Refleksi Mendalam untuk Pembelajaran Berkelanjutan; Refleksi mendalam setelah sesi pembelajaran atau simulasi membantu mentee menganalisis apa yang telah dipelajari dan bagaimana penerapannya dapat diperbaiki. Proses ini melibatkan diskusi bersama mentor untuk mengevaluasi kekuatan, kelemahan, dan peluang untuk berkembang. Refleksi ini juga menanamkan kebiasaan berpikir kritis dalam menghadapi situasi kompleks.

Ketiga: Pengembangan Soft Skills melalui Pengalaman Praktis; Transfer pengetahuan berbasis pengalaman tidak hanya berfokus pada aspek kognitif, tetapi juga pada pengembangan soft skills seperti komunikasi, kepemimpinan, dan empati. Hal ini penting bagi perempuan muda yang ingin menjadi pendidik unggul di era 5.0, di mana kemampuan interpersonal menjadi aset utama dalam menciptakan hubungan belajar yang efektif.

Keempat: Kolaborasi Antar Generasi; Mentoring lintas generasi mendorong calon pendidik untuk belajar dari pengalaman pendidik senior. Proses ini menciptakan hubungan kolaboratif yang memperkaya wawasan mentee melalui perspektif yang lebih matang, sekaligus memungkinkan mentor untuk memahami tantangan baru yang dihadapi generasi muda.

Kelima: Integrasi Kurikulum Deep Learning dalam Pendidikan Formal; Mengintegrasikan kurikulum berbasis deep learning ke dalam sistem pendidikan formal adalah langkah strategis untuk memastikan bahwa calon pendidik perempuan menerima pelatihan yang relevan. Kurikulum ini mencakup modul praktik ibadah, pengelolaan pembelajaran berbasis teknologi, dan pengembangan keterampilan abad ke-21 yang sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045.

Transfer pengetahuan berbasis pengalaman yang mendalam memiliki dampak signifikan dalam membentuk perempuan muda sebagai calon pendidik berkualitas, yang siap menghadapi tantangan era 5.0. Proses ini menciptakan pemimpin pendidikan yang tidak hanya kompeten secara teori, tetapi juga mampu menerapkan pengetahuan secara praktis dalam kehidupan nyata. Bagi pemangku kepentingan pendidikan, seperti kepala sekolah, dosen, dan tenaga pendidik, penting untuk mendukung program mentoring berbasis pengalaman dan mengintegrasikan kurikulum deep learning ke dalam pendidikan formal. Langkah ini tidak hanya mempersiapkan perempuan muda untuk menghadapi tantangan masa depan, tetapi juga mendukung terwujudnya Indonesia Emas 2045 melalui pendidikan yang inovatif dan inklusif. Waalahu A'lam.

Meningkatkan kemampuan calon pendidik perempuan melalui pengalaman mendalam dan refleksi, menghadapi tantangan era 5.0 menuju Indonesia Emas 2045.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun